Kamis, 10 Februari 2011

BANK KURANG EFISIEN

BIAYA TENAGA KERJA SEBABKAN BANK KURANG EFISIEN

London, 10/2 (ANTARA) - Biaya tenaga kerja, termasuk gaji direksi dan dewan komisaris, dengan rasio efisiensi biaya sebesar 40-60 persen menunjukkan bahwa perbankan di Indonesia kurang efisien, meski pada 2000-2009 menunjukkan perbaikan 0,67 persen per tahun.

Hal itu diungkapkan Dwityapoetra S. Besar dalam presentasi ilmiahnya yang berjudul "Efisiensi Biaya Bank: Study Kasus Perbankan Indonesia Paska Krisis", yang digelar Perwakilan Bank Indonesia di 10 City Road, pusat perbankan London, Rabu siang.

Dwityapoetra S. Besar merupakan Senior Economist, Financial Stability Department, Bank Indonesia, Jakarta, yang berhasil menyelesaikan program PhD in Banking & Finance, Cass Business School, UK.

Dwityapoetra mengatakan, dari hasil riset yang dilakukannya menunjukkan bahwa rasio efisiensi biaya sebesar 40-60 persen.

Itu menunjukkan bahwa perbankan di Indonesia masih kurang efisien. "Masih banyak yang bisa ditingkatkan efisiensinya," ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa faktor utama yang menjadi kontribusi tingginya biaya operasi perbankan Indonesia adalah biaya tenaga kerja, termasuk gaji direksi dan dewan komisaris, sebesar 50.4 persen, diikuti biaya dana sebesar 26.8 persen dan biaya aktiva tetap sebesar 22.8 persen.

Karena itu, peraih Governor Prize to the Best Essays in Bank Indonesia itu, mengatakan, apabila Bank Indonesia (BI) ingin meningkatkan efisiensi perbankan maka yang harus segera diregulasi adalah biaya tenaga kerja, khususnya gaji dan bonus dewan direksi dan dewan komisaris bank.

Selain itu peraih Master of Arts in International Banking and Finance, Columbia University, USA Bank itu mengatakan agar bank di Indonesia efisien dan meraih laba sebaiknya tidak dijual ke pihak asing.

Kajian yang dilakukannya itu mengunakan metode "time varying stochastic frontier estimation of translog cost function" untuk menghitung biaya efisiensi untuk bank-bank di Indonesia pasca-krisis.

Menurut Dwityapoetra, bank yang memiliki tingkat "non-performing loan" (NPL) yang tinggi terbukti signifikan meningkatkan biaya bank sebesar 2,2 persen.

Hasil kajian menunjukkan pula bahwa bank yang paling efisien di Indonesia adalah bank persero diikuti oleh bank-bank yang di akuisisi asing, bank swasta domestik dan bank campuran (joint venture).

Sementara itu, di antara bank-bank yang di akuisisi asing yang paling menunjukkan peningkatan adalah bank-bank eks rekapitalisasi.

Perubahan kepemilikan kepada asing punya pengaruh positif, namun peningkatan efisiensinya hanya sedikit, ujarnya.

Sebelumnya Dwityapoetra menjelaskan latar belakang pentingnya efisiensi yaitu untuk mencapai penawaran produk yang murah dan luas ke berbagai pihak dengan suku bunga yang rendah.

Selain itu perbankan yang sehat dan stabilitas keuangan yang terjaga serta kondisi moneter yang kondusif mendukung kegiatan bisnis dan pembangunan.

Sementara itu Kepala Perwakilan BI London Dian Ediana Rae mengatakan bahwa sebanyak 80 persen perekonomian di Indonesia berasal dari bank, dan efisiensi merupakan isu yang signifikan dalam penyaluran kredit.

Ia juga mengatakan presentasi yang dilakukan Dwityapoetra S. Besar yang berhasil menyelesaikan PhD nya di Inggris merupakan sebagai pertangungjawabannya sebagai karyawan BI.

"Kami akan mencoba untuk membudayakan presentasi ilmiah bagi karyawan Bank Indonesia yang berhasil menyelesaikan program PhD nya di Inggris," kata Dian Ediana Rae.

Hadir dalam acara presentasi tersebut selain Dian Ediana Rae, juga
Deputi Menejer Kantor Perwakilan BNI Hilmawan Harimurti, "Chief Executive" Bank Mandiri Iman Nugroho Soeko serta Perwakilan BKPM London dan Minister Counsellor/Act. Head of Chancery KBRI London Tumpal Hutagalung dan Sekretaris Satu Vitto Rafael Tahar.

(ZG)
(T.H-ZG/B/A023/A023) 10-02-2011 10:52:25

Tidak ada komentar: