Indonesia menyampaikan pentingnya berbagai negara di dunia untuk melakukan penguatan kerja sama internasional untuk menanggapi tantangan yang dihadapi dalam menanggulangi masalah narkoba.
Sepuluh tahun lalu, komunitas internasional melalui Deklarasi Politik dan Rencana Aksi 2009 berkomitmen untuk mengatasi masalah narkoba dunia dan mewujudkan masyarakat yang bebas dari penyalahgunaan narkoba, sayangnya kenyataannya hingga saat ini penyalahgunaan narkoba masih merajalela.
KBRI Wina dalam keterangan pers yang diterima Antara London, Jumat menyebutkan sikap Indonesia tersebut dikemukakan dalam pernyataan nasional (national statement) Kepala Badan Narkotika Nasional, Komisaris Jenderal (Pol) Heru Winarko pada sesi debat umum Pertemuan Tingkat Menteri (Ministerial Segment) Sesi ke-62 Komisi Obat-Obatan Narkotika di Markas PBB Wina, Austria, Kamis (14/03).
Komisaris Jenderal (Pol) Heru Winarko mengatakan penyalahgunaan narkoba merupakan masalah bersama seluruh negara di dunia, dan mengatasinya juga menjadi tanggung jawab bersama. Oleh karena itu, kerja sama internasional merupakan komponen penting dalam upaya menanggapi masalah narkoba dunia, utamanya untuk memberantas sindikat gembong narkoba,“ ujar Heru.
Lebih lanjut, Heru menegaskan Konvensi 1961, 1971 dan 1988 merupakan batu penjuru bagi pengaturan dan pengawasan obatan-obatan global dan nasional. Dalam kaitan ini, ketiga konvensi tersebut harus tetap menjadi dasar bagi negara-negara dalam mengatasi masalah penyalahgunaan narkoba di dunia. Ketiga konvensi memiliki fleksibilitas dan peraturan yang memadai untuk mengakomodasi berbagai permasalahan yang berkembang.
Selain itu, Heru juga menyampaikan upaya yang dilakukan Indonesia pada tataran nasional dalam mengatasi masalah penyalahgunaan narkoba, utamanya tentang Rencana Aksi Nasional Penguatan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GN) Tahun 2018-2019.
Rencana Aksi Nasional itu dikelompokan ke dalam empat kategori, yakni Bidang Pencegahan, Bidang Pemberantasan, Bidang Rehabilitasi, dan Penelitian dan Pengembangan Penanganan Penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Selama berkegiatan, Kepala BNN melakukan pertemuan bilateral dengan Jepang, RRT, Malaysia, Iran, International Narcotics Control Board (INCB), dan Community Anti-Drugs Coalitions of America (CADCA) guna membahas kerja sama dan hal-hal yang menjadi perhatian bersama terkait pengawasan narkoba. Kepala BNN juga membuka secara resmi stan pameran Indonesia yang menampilkan program alternative development di Indonesia.
Pada kesempatan terpisah, Dubes/Wakil Tetap RI di Wina, Dr. Darmansjah Djumala, menjelaskan pertemuan tahunan CND merupakan ajang bagi berbagai negara untuk meningkatkan kerja sama dalam memberantas penyalahgunaan narkoba.
Sesi tahun ini khusus karena terdapat Pertemuan Tingkat Menteri yang merupakan pertemuan tingkat tinggi negara-negara anggota dan peninjau CND guna meninjau sejauh mana komitmen komunitas internasional untuk memberantas penyalahgunaan narkoba telah tercapai.
Namun demikian, penting digarisbawahi bahwa persoalan yang dihadapi oleh negara dalam memberantas penyalahgunaan narkoba berbeda-beda, tergantung latar belakang budaya, sosial, dan ekonomi masyarakatnya. Perbedaan kondisi ini mempengaruhi pendekatan negara-negara dalam menangani persoalan narkoba.
Sebagian besar negara maju dan Amerika Latin berpandangan bahwa penegakkan hukum yang keras dipandang sudah tidak lagi efektif untuk menyelesaikan masalah penyalahgunaan narkoba. Pendekatan melalui upaya pencegahan dan rehabilitasi berdasarkan prinsip kesehatan publik dan HAM dipandang lebih sesuai dalam mengatasi permasalahan narkoba dewasa ini
Di sisi lain, Indonesia serta umumnya negara-negara Afrika dan Asia melihat persoalan narkoba perlu ditangani secara lebih komprehensif, yakni dengan mengedepankan pendekatan yang berimbang antara pencegahan dan penegakkan hukum.
Oleh karena itu, menurut Djumala, penanganan masalah narkoba perlu dilakukan secara terintegrasi dan paralel dengan kebijakan global, melalui kerja sama yang erat antar-negara, dengan tetap menghormati sistem hukum serta karakteristik masing-masing negara.

Pertemuan Tingkat Menteri diselenggarakan pada tanggal 14 – 15 Maret dan dilanjutkan dengan Sesi Reguler ke-62 CND pada tanggal 18 sampai 22 Maret mendatang.
Pertemuan Tingkat Menteri dihadiri Presiden Bolivia dan Perdana Menteri Mauritius, 35 menteri kabinet, 64 pejabat setingkat menteri, serta lebih dari 500 delegasi mewakili negara anggota dan peninjau CND serta organisasi internasional dan NGO. Delegasi RI dipimpin Kepala BNN didampingi Dubes/Watapri Wina selaku wakil ketua delegasi, serta beranggotakan perwakilan dari BNN, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kesehatan, Polri, BPOM, dan KBRI/PTRI Wina.
Editor: Ruslan Burhani