Jumat, 29 Maret 2019

WINA

Indonesia prihatin legalisasi pemakaian ganja

Indonesia prihatin legalisasi pemakaian ganja
Duta Besar/Wakil Tetap RI di Wina Dr Darmansjah Djumala menjelaskan isu hukuman mati banyak diangkat dalam pembahasan isu narkoba, karena hukuman mati oleh sebagian negara dipandang melanggar HAM dan tidak efektif menyelesaikan masalah penyalahgunaan narkoba. (Foto: ANTARA London)
London (ANTARA) - Indonesia prihatin atas bertambah jumlah negara yang melegalisasikan pemakaian ganja untuk tujuan non-medis dan rekreasi, padahal penggunaan ganja bagi kepentingan rekreasional merupakan pelanggaran konvensi internasional.

Keprihatinan itu disampaikan Delegasi Indonesia pada Pertemuan Sesi ke-62 Komisi Obat-Obatan Narkotika (Commission on Narcotic Drugs/CND) di Markas PBB Wina, Austria, Senin (18/3), khususnya dalam menanggapi laporan International Narcotics Control Board (INCB) tahun 2018 yang mengkaji risiko dan manfaat ganja bagi kepentingan medis, sains, dan penggunaan rekreasional.

KBRI/PTRI Wina dalam keterangannya yang diterima Antara London, Selasa, menyebutkan sepatutnya berbagai negara terus menjunjung komitmen internasional dan meningkatkan kerja sama internasional dalam memberantas penyalahgunaan narkoba.

Indonesia juga menekankan salah satu cara efektif memberantas penyelundupan dan pengedaran narkoba secara ilegal adalah melalui penegakan hukum secara tegas terhadap sindikat pengedar narkoba.

Pada kesempatan tersebut Indonesia menyayangkan laporan tahunan INCB tetap mencantumkan rekomendasi yang mendorong penghapusan hukuman mati terhadap kasus narkoba yang masih dianut oleh banyak negara. Indonesia mengingatkan INCB dan seluruh delegasi pada pertemuan bahwa isu hukuman mati berada di luar mandat INCB.

Untuk itu, Indonesia meminta agar INCB dapat menjalankan tugas sesuai mandat yang diberikan, yakni melakukan pengawasan terhadap kepatuhan negara-negara dalam mengimplementasikan Konvensi 1961, 1971, dan 1988.

Pada kesempatan terpisah, Duta Besar/Wakil Tetap RI di Wina Dr Darmansjah Djumala menjelaskan isu hukuman mati banyak diangkat dalam pembahasan isu narkoba karena hukuman mati oleh sebagian negara dipandang melanggar HAM dan tidak efektif menyelesaikan masalah penyalahgunaan narkoba.

Negara yang masih menerapkan hukuman mati untuk kasus-kasus kejahatan narkoba, termasuk Indonesia, berpandangan bahwa meskipun pendekatan HAM dalam mengatasi masalah narkoba merupakan hal penting, namun penerapan hukuman terhadap kejahatan terkait narkoba merupakan kedaulatan masing-masing negara, ujar Djumala.

Penghapusan hukuman mati belum menjadi kesepakatan universal. Hingga saat ini tidak ada hukum internasional untuk menghapuskan hukuman mati. Sementara, pasal 6 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) mengatur bahwa hukuman mati dapat dijatuhkan atas kejahatan yang sangat serius (most serious crime). Untuk Indonesia, kejahatan narkoba (dalam hal ini para pengedar) masuk kategori kejahatan yang sangat serius, ujar Djumala.

CND merupakan pertemuan tahunan negara-negara pihak dan peninjau serta organisasi internasional membahas berbagai isu yang menjadi perhatian dan kepentingan bersama dalam pengawasan peredaran narkoba, serta ajang bagi negara untuk meningkatkan kerja sama dalam memberantas penyalahgunaan narkoba.

Sesi Reguler ke-62 CND diselenggarakan pada tanggal 18 hingga 22 Maret mendatang, diawali dengan Pertemuan Tingkat Menteri tanggal 14 dan 15 Maret lalu. Pertemuan Tingkat Menteri dihadiri Presiden Bolivia dan Perdana Menteri Mauritius, 35 menteri kabinet, 64 pejabat setingkat menteri, serta lebih dari 500 delegasi mewakili negara anggota dan peninjau CND serta organisasi internasional dan NGO.

Delegasi RI dipimpin Kepala BNN Irjen Heru Winarko, didampingi Dubes/Watapri Wina selaku wakil ketua delegasi, serta beranggotakan perwakilan dari BNN, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kesehatan, Polri, BPOM, dan KBRI/PTRI Wina.

Pewarta: Zeynita Gibbons

Tidak ada komentar: