Senin, 15 September 2008

ISU KELAPA SAWIT

INDONESIA - MALAYSIA BAHAS ISU KELAPA SAWIT DENGAN UE

London, 15/9 (ANTARA) - Menteri Pertanian Anton Apriyantono dan Menteri Industri Perladangan dan Komoditi Malaysia Datuk Peter Chin Fah Kui mengadakan pertemuan bilateral guna menentukan langkah bersama menghadapi Uni Eropa dalam isu kelapa sawit.


Duta Besar RI untuk Belgia, Luksemburg dan Uni Eropa, Nadjib Riphat Kesoema bertindak sebagai tuan rumah dalam pertemuan tingkat menteri pada acara buka puasa di KBRI Brusel, Belgia akhir pekan.

Jurubicara KBRI Brusel PLE Priatna mengatakan di London, Senin pertemuan itu juga dihadiri Dubes Malaysia untuk Uni Eropa, Datuk Hussein Hanif dan rombongan delegasi Malaysia lainnya.

Dikatakannya, kedua menteri melakukan pertemuan segitiga dengan sebagian anggota Parlemen Eropa di gedung Parlemen Eropa di Brussel, yang dihadiri Ketua Parlemen Eropa Milosvac Ouzky, Komite Lingkungan dari Finland, Eija Rita Korhola, Partai Sosialis Denmark dan anggota komisi Industri dan Energi, pelapor Kebijakan Energi Eropa, Britta Thomsen dan Pierre Prebisch dari Partai Sosialis Perancis serta Csaba Sogor dari Partai Sosialis Rumania, keduanya anggota komisi UE-ASEAN.

Indonesia dan Malaysia merupakan pemasok minyak kelapa sawit terbesar dunia termasuk ke Eropa yang mencapai sekitar 85 persen.

Indonesia pada 2007 mampu menghasilkan 16,9 juta ton minyak kelapa sawit dan Malaysia memproduksi 15,82 juta ton minyak sawit.
Dikatakannya degradasi dan perusakan lingkungan adalah tema utama isu kampanye negatif yang terus digelindingkan.

Kampanye negatif yang dihembuskan masyarakat Eropa, sebagian LSM dan lembaga Pemerintah di negara-negara Eropa soal industri kelapa sawit baik di Indonesia mapun Malaysia, terasa tidak adil, tidak benar dan bahkan tidak didukung data ilmiah yang akurat,ujarnya.

Langkah gencar Indonesia melobi Uni Eropa berlanjut dan Menteri Pertanian tahun lalu bertemu pihak Komisi Eropa yang menangani masalah pembaharuan energi Uni Eropa.
Dalam akhir pertemuan, Indonesia dan Malaysia kembali menegaskan dan mendesak Parlemen Eropa untuk mau mendengar sikap Indonesia dan Malaysia.

Selain itu Uni Eropa diharapkan bersikap terbuka menerima masukan dari Pemerintah serta bersedia melakukan studi bersama secara ilmiah mengenai isu kelapa sawit dan dampak negatif yang bisa ditimbulkan.
Pihak Parlemen Uni Eropa berjanji untuk meneruskan pandangan itu dan menyatakan bahwa Uni Eropa harus dapat membuat keputusan yang cerdas dan obyektif.

Menurut Priatna, Indonesia dan Malaysia mengeluarkan Komunike Bersama, yang antara lain berisi sanggahan terhadap kampanye negatif soal kelapa sawit hanya berdasar data sekunder dan tidak berdasar studi ilmiah.

Uni Eropa Directives on Renewable Energy tidak seharusnya menjadi bentuk hambatan non tarif yang baru tanpa berdasarkan studi ilmiah menyeluruh.

Duta Besar RI untuk Belgia, Luksemburg dan Uni Eropa Nadjib Riphat Kesoema, dalam pertemuan segitiga menyambut baik dan mendukung sepenuhnya langkah aktif kedua Menteri untuk melakukan "joint demarche" dan mendesak Parlemen Eropa mendengar masukan dari kedua negara.

Kelapa sawit adalah komoditi masa depan yang akan menjadi tambang baru kekuatan kedua negara menembus masyarakat Eropa.

Menurut Dubes, peluang strategis di masa depan harus dirintis dan diluruskan dari sekarang dan Parlemen Eropa menjadi salah satu pintu mengkomunikasikan secara obyektif kepada masyarakat Uni Eropa. ***2***
(U-ZG)(T.H-ZG/B/S004/S004) 15-09-2008 11:11:58

Tidak ada komentar: