Senin, 30 Juni 2014

AMNESTY


AMNESTI INTERNASIONAL PRIHATIN PRT DI INDONESIA

     Oleh Zeynita Gibbons

   London, 17/6 (Antara) - Amnesti International prihatin terhadap pekerja rumah tangga di Indonesia karena mayoritas  adalah perempuan dan anak perempuan yang tidak dilindungi undang-undang.

        Undang-undang UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan mendiskriminasikan para pembantu rumah tangga (PRT) karena tidak menyediakan  perlindungan yang sama dengan para pekerja lainnya, kata Campaigner-Indonesia & Timor-Leste Amnesty International Secretariat, Josef Roy Benedict kepada Antara London, Rabu.

        Untuk itu, Amnesti Internasional minta agar Indonesia khususnya  DPR  mempercepat pengesahan rancangan undang-undang perlindungan pekerja rumah tangga.

        Dia mengaatakan, pada  saat orang di penjuru dunia memperingati Hari Pekerja Rumah Tangga Internasional pada 16 Juni, jutaan PRT di Indonesia masih rentan terhadap eksploitasi ekonomi dan kekerasan karena kegagalan DPR RI mengesahkan RUU Perlindungan PRT selama hampir satu dasawarsa.

        Tanpa adanya perlindungan hukum yang memadai,  PRT seringkali dieksploitasi secara ekonomi dan tidak diakui hak-hak mereka atas kondisi kerja layak, kesehatan, pendidikan, standar penghidupan layak dan kebebasan bergerak.

       Sebagai hasilnya banyak dari PRT  bekerja dan tinggal dalam kondisi yang sengsara tanpa perlindungan dan banyak dari mereka berisiko menghadapi kekerasan fisik, psikis dan seksual.

        Sebuah RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga telah menjadi agenda legislasi sejak 2004, tetapi menghadapi penundaan terus-menerus karena minimnya kemauan politik para anggota DPR RI untuk memastikan pengesahannya.

       Amnesti Internasional prihatin tentang ketentuan-ketentuan dalam RUU tersebut yang tidak sesuai dengan standar dan hukum internasional.

       Kegagalan  mengesahkan RUU ini  diangkat terus-menerus oleh Badan-Badan Pengawas PBB atas instrumen HAM internasional setelah menilai rekam jejak HAM Indonesia.  
   Amnesti International mendesak DPR RI segera membahas dan mengesahkan Undang-Undang PRT sebagai urusan yang mendesak, sesuai dengan standar dan hukum internasional, sebelum masa tugasnya berakhir di September 2014.

       Amnesti Internastional juga prihatin akan penundaan di Indonesia untuk meratifikasi Konvensi Pekerja Rumah Tangga ILO (Organisasi Buruh Internasional) No. 189, sebuah traktat tonggak peletak  standar internasional bagi perlindungan hak-hak PRT. Konvensi ini diadopsi pada 16 Juni 2011 lalu dan berlaku pada September 2013.

       Tiga tahun lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berpidato pada saat traktat ini  diadopsi dalam Konferensi Buruh Internasional di Jenewa, membuat komitmen publik mendukung instrumen ini dan mendesak delegasi-delegasi lainnya di konferensi itu untuk melakukan hal yang sama.

       Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar tahun ini juga telah menyatakan komitmennya untuk meratifikasi instrumen tersebut.

       Amnesti International menyerukan kepada Presiden Yudhoyono untuk berdiri di atas komitmennya tersebut dan memastikan Konvensi ILO tentang PRT ini diratifikasi sebelum mengakhiri jabatannya.

       Amnesti Internasional percaya langkah-langkah ini akan mengirimkan pesan yang kuat bagi PRT di Indonesia bahwa pemerintah berkomitmen terhadap perlindungan hak-hak mereka. Ini juga akan memperkuat upaya  pemerintah Indonesia untuk memastikan perlindungan hukum bagi para PRT Indonesia di luar negeri. ***1*** (ZG) (T.H-ZG/C/S. Muryono/S. Muryono) 17-06-2014 18:28:05

Tidak ada komentar: