Jumat, 17 April 2015

IKAN

INDONESIA: PERLU TINDAKAN NYATA PENANGGULANGAN PENCURIAN IKAN
     Oleh Zeynita Gibbons
   London, 15/4 (Antara) - Indonesia menegaskan kembali perlunya tindakan nyata dalam menanggulangi pencurian ikan, kejahatan transnasional terorganisir yang dewasa ini semakin mengemuka dan merugikan banyak negara.

        Duta Besar/Wakil Tetap RI untuk badan PBB di Wina, Rachmat Budiman pada Kongres ke-13 PBB mengenai Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana (Thirteenth UN Crime Congress on Crime Prevention and Criminal Justice-Crime Congress) di Doha, Qatar, 12-19 April, menegaskan penanggulangan nyata sebab selama ini komitmen negara-negara dalam memerangi kejahatan transnasional itu kurang memadai.

        Konselor Koordinator Fungsi Pensosbud dan Protkons KBRI/Perwakilan Tetap RI Wina, Dody Kusumonegoro, kepada Antara London, Selasa mengatakan Crime Congress ke-13  dibuka Sekjen PBB Ban Ki-Moon dihadiri beberapa menteri dan lebih dari 5.000 perutusan 142 negara anggota, organisasi internasional, dan organisasi nonpemerintah.

       Selain itu, pertemuan juga dihadiri  Direktur Pelaksana UNODC,  Yuri Fedotov dan Presiden Majelis Umum PBB Sam Kahamba Kutesa.

       Dalam sesi "high level segment", Dubes Rachmat Budiman menyampaikan pandangan Indonesia dalam menanggulangi pencurian ikan dan perlunya pendekatan nyata dalam menangani jenis kejahatan yang semakin mengemuka tersebut.

       Dikatakannya pada perkembangannya, kejahatan pencurian ikan telah banyak berkaitan dengan aktivitas kelompok kejahatan transnasional terorganisir.

       Keterkaitan tersebut juga tercermin dalam berbagai laporan UNODC mengenai dampak kejahatan perikanan terhadap industri perikanan dan lingkungan.

        Selain itu, "link" antara pencurian ikan dan kejahatan transnasional juga telah diakui oleh Majelis Umum PBB.

       Disampaikannya pula bahwa keterkaitan tersebut  mengakibatkan kejahatan pencurian ikan menjadi persoalan dan ancaman ekonomi, lingkungan dan kehidupan sosial tidak hanya bagi Indonesia, namun juga bagi banyak negara.

        Hingga saat ini, lebih dari 75 persen wilayah perikanan telah tereksploitasi, utamanya akibat aktivitas pencurian ikan. Namun, kondisi memprihatinkan tersebut tidak dibarengi oleh komitmen negara-negara untuk mengakui pencurian sebagai kejahatan transnasional yang semakin berkembang, ditambah dengan kurang memadainya tindakan nyata untuk memerangi kejahatan tersebut.

       Oleh karenanya, Dubes Rachmat Budiman menegaskan perlunya bagi Crime Congress untuk memberikan perhatian serius terhadap fenomena global kejahatan perikanan tersebut.

       Hal ini terutama dengan menempatkan kejahatan perikanan sebagai bagian dari manifestasi kejahatan transnasional terorganisir.

       Pendekatan tersebut diharapkan dapat mendorong negara-negara untuk melakukan tindakan nyata dalam memperkuat kerjasama internasional guna memerangi kejahatan perikanan tersebut secara efektif.

       Selain persoalan pencurian ikan, pada kesempatan tersebut Dubes Rachmat Budiman juga mengangkat isu-isu prioritas yang menjadi kepentingan Indonesia, antara lain upaya memerangi perdagangan orang dan penyelundupan manusia secara nasional maupun regional melalui Bali Process.

        Selain dorongan kepada semua negara untuk bersama-sama menanggulangi kejahatan terhadap pekerja migran dan keluarganya dan  menegaskan pentingnya penghormatan terhadap integritas dan kedaulatan negara dalam pelaksanaan sistem peradilan pidana dalam rangka penegakan hukum sebagai hak mutlak suatu negara.

        Crime Congress ke-13 yang berlangsung tanggal 12 sampai 19 April berhasil mengadopsi Deklarasi Doha, sebuah dokumen politik yang berisi komitmen negara-negara dalam memerangi kejahatan transnasional terorganisir serta memperkuat sistem peradilan pidana dalam rangka pencegahan kejahatan.

       Delegasi RI pada pertemuan ini dipimpin Duta Besar Rachmat Budiman didampingi Duta Besar RI untuk Negara Qatar Deddy Saiful Hadi serta beranggotakan pejabat Kemenkopolhukam, Kementerian Luar Negeri, KBRI/PTRI Wina, dan KBRI Doha.

        Crime Congress merupakan salah satu konferensi periodik terbesar PBB dan memainkan peran dalam pembentukan "international standard-setting and policy-making" terkait pencegahan kejahatan dan peradilan pidana.

        Selain itu, Crime Congress juga berperan dalam mengembangkan pemikiran dan pendekatan baru terkait sistem peradilan pidana.

        Kongres tersebut dihadiri oleh para pembuat kebijakan dan praktisi di bidang pencegahan kejahatan dan peradilan pidana, serta anggota parlemen, tenaga ahli, akademisi, LSM, dan media.

        Crime Congress dilaksanakan 5 tahun sekali sejak tahun 1955, dan telah memberikan kontribusi dalam memperkuat kebijakan nasional dan internasional. Pertemuan ke-13 di Doha ini juga menandai 60 tahun lahirnya kongres tersebut. ***1***
(T.H-ZG/B/A.J.S. Bie/A.J.S. Bie) 15-04-2015 07:57:56

Tidak ada komentar: