Selasa, 25 Juni 2013

GLOBAL

INDONESIA BERKONTRIBUSI BAGI PENYELESIAN GLOBAL

London, 23/6 (Antara) - Keberhasilan Indonesia menyelesaikan konflik dalam negeri memberikan kontribusi lebih besar kepada penyelesaian di kawasan maupun global.

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Urusan Hubungan Luar Negeri Dr. Hassan Wirajuda mengatakan itu pada diskusi panel "Indonesia's and Switzerland's Experiences in Resolving Conflicts" yang diadakan di Bern, Swiss.

Fungsi Politik KBRI Bern, Renata Siagian kepada ANTARA London, Minggu mengatakan dalam diskusi panel, mantan Menlu RI berbagi pengalaman Indonesia dalam menyelesaikan konflik di Aceh.

"Sistem pemerintahan yang demokratislah yang memungkinkan terciptanya dialog antar pihak yang berkonflik untuk mencapai suatu penyelesaian bersama. Disampaikan lebih jauh bahwa Indonesia kini dengan status full-fledged democracy dan Prinsip dasar demokrasi bukan monopoli negara demokrasi.

Forum yang terselenggara Departemen Luar Negeri Swiss bekerja sama dan KBRI Bern selain Dr. Hassan Wirajuda dan Duta Besar Georges Martin, Deputy State Secretary Konfederasi Swiss sebagai pembicara dan dimoderatori Prof. Laurent Goetschel dari Swisspeace, 'think tank' yang berfokus pada isu-isu untuk membentuk perdamaian dunia.

Menanggapi presentasi tersebut, Dubes Georges Martin mengatakan pihaknya mengakui penyelesaian Aceh merupakan lambang keberhasilan Indonesia dalam menyelesaikan konflik dan membuktikan pentingnya dialog dalam kerangka sistem demokrasi untuk mencapai kesepakatan bersama.

Pihaknya menilai dengan terbenahinya kondisi dalam negeri Indonesia yang selama ini menyerap waktu dan enerji Pemerintah Indonesia, akan terbuka kesempatan lebih besar bagi Indonesia untuk memberikan kontribusi lebih aktif dalam penyelesaian konflik di berbagai belahan dunia guna menciptakan dunia yang lebih damai.

Selain bekerja sama dengan Deplu Swiss, KBRI Bern bekerja sama dengan tiga think tank Swiss di bidang politik luar negeri dan demokrasi menyelenggarakan pula diskusi panel dengan tema "Democracy promotion: Lessons from Different Regions of the World - Asia, Europe, Africa (20/06).
Panel terdiri dari Dr. Hassan Wirajuda yang mempresentasikan diplomasi Indonesia untuk mempromosikan demokrasi di kawasan Asia Tenggara, Asia-Pasifik dan kawasan lainnya.

Sementara Prof. Sandra Lavenex dari Universitas Luzern dan Pusat Riset Nasional untuk Demokrasi Swiss (NCCR) membahas mengenai promosi demokrasi yang dilakukan Uni Eropa di negara-negara tetangganya.

Sedangkan Fernando Mendez, periset senior pada Pusat Demokrasi Aarau(ZDA), think tank yang dibentuk NCCR memaparkan keterlibatan lembaganya dalam berbagai proses demokratisasi di beberapa negara-negara Afrika.

Diskusi yang dimoderatori Haig Simonian, mantan jurnalis pada the Economist dan Financial Times tersebut berlangsung menarik, dengan berbagai pertanyaan seputar kapan sebetulnya kebutuhan demokrasi tersebut dirasakan oleh masyarakat negara.

Selain itu juga dipertanyakan apakah jika terjadi kekacauan ekonomi atau dapat pula pada masa kestabilan politik dan ekonomi? bilamanakah suatu negara dianggap ¿berhak¿ untuk mempromosikan nilai-nilai yang dimilikinya kepada negara lain? dan bagaimana cara yang paling tepat untuk mempromosikannya?
Lebih lanjut Dr. Wirajuda mengatakan demokrasi merupakan dasar bagi kesinambungan sistem politik suatu negara yang pada akhirnya dapat mendorong pembangunan yang berkelanjutan. Berdasarkan pengalaman Indonesia dan beberapa negara di Asia Timur, tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi kerap dijadikan sebagai alasan untuk mempertahankan pemerintahan otoriter. Namun tanpa demokrasi, akan sangat sulit bagi rejim otoriter untuk mempertahankan legitimasi rejim pemerintahannya ketika timbul krisis.

Dalam kaitan dengan promosi nilai-nilai demokrasi ditegaskan oleh Dr. Wirajuda bahwa setiap masyarakat memiliki nilai-nilai tertentu yang merupakan dasar dari demokrasi, seperti dialog guna mencapai kesepakatan bersama. Karena itu Indonesia melalui Bali Democracy Forum mencoba memberikan tempat bagi negara bangsa untuk saling mempelajari dan memperkaya nilai-nilai dasar yang tertanam di masyarakatnya masing-masing yang merupakan bibit demokrasi.

Ini jauh berbeda dari pendekatan negara-negara demokrasi dewasa yang cenderung untuk memaksakan nilainya kepada negara lain. Pendekatan yang tidak memihak dan tidak bersifat menggurui ini telah menumbuhkan keinginan dari negara-negara non-demokrasi untuk turut mengambil bagian dalam forum ini.

Kunjungan Dr. Hassan Wirajuda ke Konfederasi Swiss merupakan bagian dari lawatan ke beberapa negara Eropa. Kedua program diskusi tersebut merupakan upaya KBRI Bern untuk memperdalam pengenalan mengenai Indonesia kepada masyarakat Swiss, sebagai investasi politik jangka panjang.

Beberapa peserta bahkan menyatakan ketertarikannya untuk mempelajari dan mengikuti dari dekat perkembangan Bali Democracy Forum diharapkannya kunjungan dan program ini diharapkan pula dapat tercipta kerja sama yang lebih erat antara Swiss dan Indonesia di bidang pemajuan demokrasi.***1***
(ZSG)
(T.H-ZG/B/E.S. Syafei/E.S. Syafei) 23-06-2013 10:16:27

Tidak ada komentar: