Selasa, 02 Desember 2008

POUNDS KIAN TERPURUK,

OUNDSTERLING KIAN TERPURUK, INGGRIS PERTIMBANGKAN EURO

London, 2/12 (ANTARA) - Mata uang Inggris, Great Britain Poundsterling (GBP) semakin terpuruk nilai tukarnya terhadap dolar AS.

Ekonom jebolan Brunel University London, Muslimin Anwar, dalam keterangannya kepada koresponden Antara London, Selasa, mengatakan, kejatuhan indeks bursa efek FTSE 100 sebanyak 5,2 persen pada Senin kemarin juga menjadi pemicu pelemahan Poundsterling.

Dikatakan, bila sebelum krisis keuangan di Wall Street AS, satu dolar AS setara dengan 0,5575 poundsterling, maka saat ini senilai 0,6597. Artinya, dalam waktu hanya sekitar 2,5 bulan, GBP telah terdepresiasi sebanyak 18,33 persen.
Sedangkan terhadap mata uang tetangga terdekatnya, Euro, dalam periode yang sama, poundsterling telah terdepresiasi sebanyak 5,29 persen dari 0,7937GBP/Euro menjadi 0,8356 GBP/Euro pada 2/12/2008.

Menurut Doktor Moneter peraih dua Chancelor Award dari Brunel University London tersebut, dalam sejarahnya, tanggal 1 Desember 2008 merupakan hari paling kelabu semenjak Inggris keluar dari Mekanisme Nilai Tukar Eropa (the Exchange Rate Mechanism/ERM) pada tahun 1992. Pounds turun drastis sebesar 5,2 sen menjadi 1.486/GBP dolar dalam satu hari.

Sementara itu, presiden Uni Eropa, Jose Manuel Barroso, menyatakan, Inggris semakin dekat untuk bergabung dengan Euro, ditengah terus berlanjutnya pelemahan poundsterling terhadap Euro. Dalam sehari, pada senin lalu, GBP turun 3,5 sen terhadap euro pada 0.851 pounds/euro.

Muslimin Anwar melihat pernyataan Barosso suatu hal yang patut diperhitungkan. Ia masih ingat bagaimana Gordon Brown, pada tahun 2003, ketika menjadi Menteri Keuangan, telah menghapuskan harapan sebagian warga Inggris untuk bergabung dengan Euro dengan mengatakan Inggris belum siap menjadi anggota "UK is not yet ready for membership".
Semenjak itu, ia merasakan debat politik mengenai kemungkinan Inggris bergabung dengan Euro semakin meredup, ujarnya.

Namun demikian, dengan data ekonomi yang baru saja dikeluarkan Bank Sentral Inggris, Bank of England, ekonom Bank Indonesia itu menyatakan kemungkinan besar PM Gordon Brown akan mempertimbangkan kembali kemungkinan menggunakan mata uang Euro.

Ancaman resesi ekonomi tahun depan demikian besarnya. Seiring dengan penurunan permintaan global, gelombang PHK terus berlanjut.

Bank papan atas HSBC mengumumkan rencana merumahkan 500 karyawannya di seantero Inggris Raya, menyusul keputusan pembuat mobil mewah Aston Martin yang akan memutuskan hubungan kerja dengan 300 pekerja tetap dan 300 pekerja paruh waktu.

Sementara itu, bank investasi ternama Credit Suisse telah memutuskan untuk memberhentikan 650 karyawannya.

"Dihadapkan pada fakta terus memburuknya perekonomian domestik dan global, merger dengan negara-negara di dataran Eropa merupakan satu solusi yang penting dipertimbangkan.

Bergabungnya tiga negara besar di Eropa, yakni Perancis, Jerman dan Inggris dalam satu kekuatan akan membuat pasar Eropa semakin solid dan semakin meningkatkan kepercayaan penduduknya," kata Mahasiswa Utama Universitas Indonesia 1992 itu.

Namun demikian, mantan Ketua ICMI-UK ini menyatakan, kecintaan sebagian penduduk Inggris kepada Ratunya yang direfleksikan dalam hampir semua uang kertas dan logam akan menjadi batu sandungan untuk menggunakan uang Euro.

"Pengalaman saya selama di Inggris juga menjelaskan bahwa hasil jajak pendapat di berbagai media menunjukkan keengganan public untuk bergabung dengan Euro. Mereka terikat dengan kedigdayaan masa lalu, sepertinya".

Selain itu, "Inggris harus mengikuti prosedur sebagaimana layaknya negara Eropa lain yang ingin bergabung dengan Euro. Salah satu prasyaratnya adalah hutang luar negeri yang rendah.

Tahun depan, saja rasio hutang luar negeri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Inggris mencapai 8 persen. Bahkan, diperkirakan pada tahun 2014 akan mencapai 57.4 persen, ujar Putra Kampus Indonesia tahun 1992 yang merujuk kepada penjelasan Barosso.

Muslimin melihat ditengah ancaman resesi yang terus memburuk, persetujuan pemberian kredit perumahan yang semakin menurun yang menandakan harga rumah akan menjadi semakin murah dalam masa-masa mendatang.

Apalagi dengan adanya pemutusan hubungan kerja yang semakin mewabah, serta semakin melemahnya Poundsterling terhadap Euro dan dolar AS, maka bersatu dengan Euro akan kembali menghiasi perdebatan ekonomi maupun Politik di Inggris Raya dalam waktu-waktu mendatang, demikian Muslimin Anwar.

(U-ZG)
(T.H-ZG/B/M012/M012) 02-12-2008 21:13:32

Tidak ada komentar: