Rabu, 28 Mei 2014

CANNES


KRITIKUS PRANCIS: FILM INDONESIA BERSAING DI CANNES

     Oleh Zeynita Gibbons
    Cannes, 22/5 (Antara) - Kritikus film ternama Prancis, Pierre Rissient (78) menyatakan banyak film Indonesia yang sebenarnya mampu bersaing dengan karya-karya dari negara lain dan layak diputar di Cannes Film Festival yang berlangsung tanggal 14--25 Mei 2014.

         Film Indonesia banyak yang bagus seperti Tjut Nyak Dien yang  dibintangi Christine Hakim dan mendapat penghargaan "Best International Film" pada festival Cannes tahun 1989, ujar Pierre Rissient kepada Antara London di tempatnya menginap di Hotel Cristal, Rabu.

         Kritikus senior itulah yang memperkenalkan sinema Indonesia di Cannes. Hal itu membawanya akrab dengan bintang film Christine Hakim yang dijumpainya pertama kali tahun 1983 di Hongkong Film Festival.

         "She is Great Ambassador for Indonesia Cinema," ujar Pierre Rissient seraya menambahkan, Christine yang pernah meraih piala Citra dan ikut membintangi film "Eat Pray Love" bersama Julia Robert,  merupakan aset yang sangat besar bagi film Indonesia.

         Dalam bincang-bincang santai, pria kelahiran Paris 4 Agustus 1926 yang telah malang melintang di dunia film itu mengaku sudah lama tidak mengetahui perkembangan film Indonesia karena kondisi kesehatannya yang tidak mendukung.

         "Saya sudah tidak banyak traveling dan terakhir ke Indonesia tahun 2006," ujar Pierre.

         Namun demikian sebagai pengamat film Indonesia dan juga film dari negara Asia lainnya, Pierre mengaku tetap memantau secara sepintas dan menyarankan pemerintah Indonesia untuk mendukung bila ingin dunia perfilman berkembang serta maju.

         "Cinema tidak akan berkembang tanpa dukungan dari pemerintah. Tetapi dukungan saja tidak cukup tanpa kebijakan pemerintah untuk mengembangkan perfilman di dalam negeri," ujarnya.

         Diakuinya film Indonesia bisa masuk festival film Cannes dan itu sudah terbukti. Tetapi seharusnya lebih banyak lagi film Indonesia yang diputar di Cannes asalkan mempunyai standar internasional.

         "Saya yakin film Indonesia akan maju bila digarap dengan sungguh-sunggu baik dari segi skrip, acting para pemainnya dan juga musik yang tidak terlalu keras," ujar Pierre seraya menambahkan bahwa film bagus bisa dicapai dengan kreativitas yang tinggi.

         Diakuinya tidak ada rahasia untuk membuat film yang bagus dan layak masuk dalam festival film Cannes yang sudah berlangsung sejak tahun 1967 asalkan dibuat dengan standar internasional.

         Setahu Pierre ada tiga film Indonesia yang pernah masuk festival film Cannes. Selain film Tjut Nyak Dien juga pernah masuk dalam seksi Un Certain Regard (Sorotan Khusus) Film Serambi yang diperuntukkan bagi film-film diajukan untuk ikut dalam seksi kompetisi utama namun dianggap belum memenuhi persyaratan oleh panitia seleksi. Selain film "Lewat Djam Malam" ini, diputar di Cannes Classic, Festival Film Cannes 2012.

         Menurut Pierre, banyak sutradara Indonesia yang bagus seperti Usmar Ismail, Sjuman Djaya, Teguh Karya, Slamet Rahardjo, Garin Nugroho dan juga Azrul Sani serta Wim Umboh yang merupakan salah satu sutradara favorit bersama Usmar Ismail.

         Mengenai film sebagai industri, Pierre mengakui bahwa sebagai karya seni, film juga menjadi produk industri kreatif. Untuk itu sebagai suatu Industri film juga harus mendapat dukungan pemerintah seperti industri lainnya dengan berbagai peraturan yang harus mendapat kemudahan dan juga perlu promosi.

         Seperti dengan keikutsertaan Indonesia khususnya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Direktorat Pengembangan Industri Perfilman Kemparekraf RI di Marche du Film yang merupakan pasar film terbesar di dunia yang menjadi bagian dari program Cannes Film Festival. ***2***
(T.H-ZG/B/T. Susilo/T. Susilo) 22-05-2014 09:40:14

Tidak ada komentar: