Minggu, 11 Mei 2014

PARIS


Setiap negara harus transparan dalam akses data

London (ANTARA News) - Setiap negara harus bersikap transparan melalui pemberian akses data (data access) serte penyelenggaraan mega proyek di bidang kesehatan dan masyarakat global (global citizenship), serta pernyataan terkait hak asasi manusia (HAM).

Hal itu terungkap dalam Rountable Discussion on Global Governance di Paris, Prancis yang dihadiri Minister Consellor KBRI Paris, Arifi Saiman yang mewakili Sherpa G20 untuk Indonesia.

"Saya diminta untuk menghadiri pertemuan Rountable Discussion on Global Governance yang diadakan di Institut de Relations Internationales et Strategiques (IRIS), Paris, Prancis," ujar Minister Consellor KBRI Paris Arifi Saiman, kepada ANTARA London, Minggu.

Dikatakannya diskusi yang dipandu Sekretaris Jenderal The Global Foundation Steve Howard menampilkan pembicara mantan Direktur Jenderal World Trade Organization (WTO) Pascal Lamy.

Diskusi dihadiri mantan Perdana Menteri Prancis Michel Rocard dan sejumlah tamu undangan antara lain dari kalangan bisnis, pengacara, akademisi, think tank, LSM, dan perwakilan IMF untuk Uni Eropa. 

Diskusi diawali dengan laporan Oxford Martin Commission for Future Generations (OMC) yang disampaikan Pascal Lamy berjudul Now for the Long Term.

Pada kesempatan ini, Pascal Lamy menyampaikan perlunya setiap negara bersikap transparan melalui pemberian akses data serta penyelenggaraan mega proyek di bidang kesehatan dan global citizenship, serta pernyataan terkait HAM.

Dalam paparannya, Pascal Lamy menyampaikan antara lain mengenai perubahan iklim. Disebutkan bahwa di antara sejumlah kalangan negara yang dinilai bertanggung jawab terhadap masalah perubahan iklim, terdapat 40 negara yang telah melakukan upaya penanggulangan perubahan iklim.

Forum diskusi menjelaskan situasi di mana manusia tinggal saat ini berada dalam situasi yang penuh ketidakpastian. Situasi dunia saat ini telah mengalami perubahan drastis dalam beberapa dekade terakhir.

Salah satu perubahan terjadi dalam konteks pemahaman nilai-nilai global (global values) yang cenderung diidentifikasikan dengan nilai-nilai Barat (western values). Mengenai nilai-nilai global, pembahasan diskusi didominasi perdebatan terkait pemahaman atas batasan dari nilai-nilai itu sendiri yang secara esensial masih dapat diperdebatkan.

Dalam menjembatani perdebatan terkait batasan nilai-nilai, Minister Counsellor Arifi Saiman--yang mewakili Sherpa G20 untuk Indonesia Mahendra Siregar-- mencoba menjembatani perbedaan dengan menawarkan opsi jalan tengah .

Pengerucutan batasan nilai-nilai hanya sebatas pada nilai-nilai luhur yang berbasis penghindaran tindakan anarkis dan penerapan cara-cara damai sebagaimana yang disampaikan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono pada Bali Democracy Forum IV di Bali pada tanggal bulan November 2013.

Forum diskusi juga menyoroti arti penting common platform of understanding yang disepakati oleh semua elemen terkait negara (nation-state) dan perangkat hukum internasional yang mengatur secara hukum proses interaksi lintas negara dalam konteks pendirian pemerintahan global (global governance).

Forum diskusi memahami dua faktor penghambat menuju sebuah pembentukan pemerintahan global, yaitu faktor kedaulatan (soverignty) dan nasionalisme (nationalism). 

Kegiatan Rountable Discussion on Global Governance di IRIS, Paris ini merupakan bagian dari rangkaian konsultasi informal yang diselenggarakan The Global Foundation selaku penyelenggara.

Forum diskusi ini dikemas dalam format khusus di mana setiap peserta memiliki status yang sama dan kesempatan yang sama untuk menyuarakan secara terbuka pandangannya terkait topik diskusi. 

Tidak ada komentar: