Minggu, 12 Juni 2016

WINA

TEGASKAN PENTINGNYA PERHATIAN PADA KEJAHATAN PERIKANAN
     OleZeynita Gibbons

   London, 27/5 (Antara) - Duta Besar/Watap RI untuk Badan PBB dan Organisasi Internasional lainnya di Wina Rachmat Budiman menegaskan pentingnya masyarakat internasional memberikan perhatian khusus terhadap kejahatan transnasional terorganisir di bidang perikanan.
        Pandangan Indonesia tersebut disampaikan pada pembahasan agenda khusus mengenai kejahatan yang semakin berkembang pada Pertemuan ke-25 Komisi Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana (25th session Commission on Crime Prevention and Criminal Justice/CCPCJ) di Wina, Austria, demikian Minister Counsellor, KBRI Wina Dody Sembodo Kusumonegoro kepada Antara London, Jumat.
        Kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi telah disalahgunakan dan dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok kejahatan transnasional terorganisir untuk melakukan kejahatan lintas batas.
        Dubes Rachmat Budiman menekankan perlunya memperkuat kerjasama negara-negara untuk memerangi kejahatan terorganisir lintas batas yang makin  berkembang terutama kejahatan perikanan dan kejahatan lainnya seperti perdagangan gelap benda-benda budaya, flora dan fauna yang dilindungi, dan kejahatan siber.
        Dalam kaitan ini, Indonesia mendorong seluruh negara dan Kantor PBB untuk urusan Obat-obatan dan Kejahatan (United Nation Office on Drugs and Crime/UNODC) untuk saling memperkuat langkah-langkah dalam rangka mencegah dan memerangi kejahatan tersebut.
        Menindaklanjuti pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI sebagai Ketua Delegasi Indonesia pada pembukaan Sidang CCPCJ tersebut, Dubes Rachmat Budiman secara khusus menekankan kejahatan perikanan merupakan salah satu jenis kejahatan transnasional terorganisir baru yang menjadi persoalan dan ancaman bagi banyak negara.
        Pada kesempatan pembukaan Sidang CCPCJ, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti menyatakan antara lain kejahatan perikanan oleh kelompok kejahatan transnasional terorganisir telah menjadi ancaman terhadap ekonomi, lingkungan dan kehidupan sosial tidak hanya bagi Indonesia, namun juga bagi banyak negara.
        Digarisbawahi pengalaman Indonesia menunjukkan banyak pihak yang melakukan kejahatan perikanan terlibat pula dalam aktifitas kejahatan transnasional terorganisir lainnya seperti pencucian uang, suap, penyelundupan obat-obatan terlarang (narkoba), perdagangan orang, kejahatan perpajakan, penyelundupan barang-barang, dan penyelundupan satwa langka yang dilindungi.
        Meskipun dampak negatif kejahatan perikanan sangat merugikan banyak negara, Pemerintah Indonesia menyayangkan perhatian masyarakat internasional terhadap kejahatan masih rendah. Keadaan tersebut diperburuk oleh rendahnya komitmen nyata negara-negara untuk memerangi kejahatan tersebut.
        Dubes Rachmat Budiman menyampaikan perlunya Komisi dan masyarakat internasional memberikan perhatian lebih serius terhadap fenomena global kejahatan perikanan tersebut.
        Hal tersebut diharapkan dapat mendorong negara-negara untuk melakukan tindakan nyata dalam memperkuat kerja sama internasional guna memerangi kejahatan transnasional terorganisir di bidang perikanan secara efektif.
        Pada kesempatan tersebut Dubes Rachmat Budiman menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada negara-negara anggota Komisi, peninjau, organisasi internasional dan LSM yang telah berpartisipasi dan berkontribusi pada pelaksanaan "High Level Side Event on Transnational Organized Fisheries Crime" tanggal 23 Mei lalu di Wina.
        Kegiatan itu diselenggarakan Indonesia bekerja sama dengan Norwegia dan UNODC, di mana Menteri Kelautan dan Perikanan RI menjadi salah satu pembicara utama.
        Dubes Rachmat Budiman menyampaikan pelaksanaan konferensi regional di Bali bulan Mei 2016 yang membahas dan menjajaki pembentukan sebuah konvensi regional untuk memberantas "IUU Fishing" dan kejahatan perikanan.
        Kegiatan tersebut merupakan salah satu bentuk komitmen Indonesia untuk mendorong perhatian masyarakat internasional memerangi kejahatan tersebut.
        CCPCJ dibentuk tahun 1992 oleh "the Economic and Social Council" (ECOSOC) melalui Resolusi 1992/1 dan berfungsi sebagai "policymaking body" di bawah PBB dalam bidang pencegahan kejahatan dan peradilan pidana.
        CCPCJ memiliki mandat memperkuat langkah internasional dalam memerangi kejahatan nasional dan transnasional serta meningkatkan sistem administrasi peradilan pidana yang efektif dan berkeadilan.
        Sidang CCPCJ dilaksanakan satu tahun sekali sejak tahun 1992, dan telah memberikan kontribusi dalam memperkuat kebijakan nasional dan internasional dalam bidang pencegahan kejahatan dan peradilan pidana.
        CCPCJ beranggotakan 40 negara yang terpilih untuk melaksanakan mandat CCPCJ selama tiga tahun. Indonesia merupakan salah satu anggota CCPCJ sejak 2012 dan mengakhiri keanggotaan pada Desember 2015.
    ***1*** (T.ZG)
(T.H-ZG/B/C. Hamdani/C. Hamdani) 27-05-2016

Tidak ada komentar: