Sabtu, 18 Januari 2014

HUTAN


INDONESIA BERKOMITMEN LESTARIKAN HUTAN

              London, 14/1 (ANTARA) - Indonesia terus  berkomitmen  dalam mengimplementasikan program-program REDD+ yang  disepakati antara Pemerintah Indonesia-Norwegia yang terpelihara dengan baik hingga saat ini.

              Hal ini diutarakan Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) RI Oslo, S. Sayoga Kadarisman saat membuka Indonesian Update Forum bertema `Promoting Sustainable Creative Industries and Eco-Tourism in Indonesia yang diadakan di KBRI Oslo, Senin(13/1).

               Ketua Pelaksana kegiatan ini yang sekaligus menjabat sebagai Sekretaris Pertama bidang Ekonomi KBRI Oslo, Hartyo Harkomoyo  kepada Antara London, Selasa mengatakan acara  diawali dengan film dokumenter berjudul `Non-Timber Forest Products¿ produksi Satgas REDD+ dan INFIS.

               Paparan diskusi bertema `Turning Market Potentital into Sustainable Business to Address the Challenge of Climate Change¿ ini mengundang sejumlah pemangku kepentingan terkait di sektor pemerintah, LSM, akademisi dan pelaku usaha di Norwegia.

              Forum ini merupakan sarana bagi KBRI Oslo untuk memberikan update kepada para pemangku kepentingan di Norwegia terhadap berbagai perkembangan di Indonesia, yang  difokuskan pada perlunya melibatkan masyarakat lokal didalam pengelolaan hutan secara lestari dalam mewujudkan pembangunan sektor kehutanan yang rendah karbon didalam pelaksanaan program REDD+.

             Sebanyak 12 orang pemangku kepentingan dan relasi KBRI Oslo dari kalangan industri dan organisasi masyarakat hadir dalam kesempatan ini, antara lain wakil dari Virke (Asosiasi Perusahaan Norwegia), Statoil, Rainforest Foundation, Norway Forestry Group, dan Athena Prosjekt.

               Pengelolaan hutan secara lestari yang memastikan reduksi emisi karbon, mesti berjalan seiring dengan penguatan ekonomi masyarakat yang hidupnya bergantung kepada hutan.

                Hal ini bisa dilakukan dengan menguatkan industri kreatif yang berbahan sustainable timber dan non-timber forest product, contohnya seperti Yanava Gitar yang dibuat dari kayu bersertifikat FSC dari Community Forest di Kulon Progo, Yogyakarta, serta produk-pruduk dari hutan Kalimantan yang diangkat oleh Borneo Chic,¿ kata Sayoga.

            Kehadiran wakil-wakil masyarakat sipil dan green enterpeneurs asal Indonesia dalam forum ini, yaitu Daemeter Consulting, Borneo Chic, INFIS, dan Perkumpulan Indonesia Berseru, memberikan nuansa itu kepada para pemangku kepentingan di Norwegia.  
        Daemeter Consulting adalah lembaga independen yang mempromosikan pembangunan berkelanjutan. Sementara INFIS adalah kelompok enterpreneur muda yang memproduksi film dokumenter dan desain multimedia.

            Kelompok enterpreneur hijau Borneo Chic, dan NGO Perkumpulan Indonesia Berseru yang mendampingi masyarakat untuk memasarkan produk-produk yang berkelanjutan.

               Ketua Pelaksana kegiatan ini yang sekaligus menjabat sebagai Sekretaris Pertama bidang Ekonomi KBRI Oslo, Hartyo Harkomoyo mengatakan forum ini juga berhasil mempertemukan para green enterpreneurs dengan mitranya di Norwegia untuk berkolaborasi dalam mengembangkan kapasitas industri kreatif serta perluasan pasar.

             Selain itu, forum mampu memberikan dampak positif dalam dalam forum yang dilatar belakangin kegiatan Indonesian Update Forum, Hartyo menuturkan dalam pertengahan tahun lalu, media Norwegia banyak pemberitaan mengenai kebakaran hutan dan isu-isu pengelolaan hutan di Indonesia.

             "Saatnya bagi kita untuk memberikan makna yang positif, membangun dialog di antara masyarakat sipil yang melakukan kegiatan di lapangan di Indonesia, dengan mitranya di Norwegia," demikian  Hartyo Harkomoyo .

             Sementara itu koordinator pameran Reiselivsmessen 2014 dari Daemeter Consulting, Chandra Kirana,  mengungkapkan  hal lain yang butuh perhatian adalah penguatan pengelolaan berbagai produk masyarakat sekitar hutan seperti vanila, kopi, kayu manis, coklat dan madu hutan.

             Selain itu berbagai jenis gula yang terbuat dari enau, kelapa dan lontar yang bermutu tinggi dan sudah dikembangan oleh masyarakat secara turun temurun secara lestari.

             Dalam mewujudkan reduksi emisi gas rumah kaca dari sektor hutan, maka masukan dari komunitas pengelola hutan, dan NGO yang mendukung mereka untuk menembus pasar seperti Perkumpulan Indonesia Berseru perlu diadopsi didalam mengembangkan berbagai kebijakan tentang REDD+.

               Dikatakannya diplomasi kepada pihak di Norwegia kali ini dilakukan melalui pendekatan multi-media seperti film, website, e-katalog yang dikembangkan Indonesia Nature Film Society (INFIS).

            Hal ini dikombinasikan dengan dialog tatap muka dan kesempatan untuk mencoba dan merasakan berbagai produk. Dengan demikian program pemerintah untuk menurunkan emisi melalui REDD+, benar-benar menguatkan masyarakat yang hidupnya bergantung kepada hutan.   
***2***(ZG)
(T.H-ZG/B/M. Yusuf/M. Yusuf) 14-01-2014 06:45:20

Tidak ada komentar: