Selasa, 21 April 2009

PERDAGANGAN MANUSIA

INDONESIA ANGKAT ISU PERDAGANGAN MANUSIA DI JENEWA

London, 21/4 (ANTARA) - Direktur Jenderal Multilateral Departemen Luar Negeri, Rezlan Ishar Jenie, mengatakan, Indonesia mengangkat isu perdagangan manusia dan perlindungan pekerja sektor domestik pada Konferensi Dunia mengenai Rasisme dan Diskriminasi Rasial di Jenewa

Pertemuan Durban Review Conferenc/DRC berlangsung hingga 24 April dihadiri sebagian besar negara anggota PBB, organisasi regional dan internasional serta ratusan organisasi civil society, ujar Sekretaris Pertama PTRI Jenewa, Benny Y.P Siahaan, kepada koresponden Antara London, Selasa.

Kehadiran Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad, Perdana Menteri Namibia, Nahas Angula dan 33 Menteri, 25 Wakil Menteri dan pejabat setingkat Menteri, serta sekitar 250 LSM dan pemangku kepentingan terkait untuk menunjukkan komitmen yang tinggi pada pertemuan ini.


Dirjen Multilateral Deplu mengangkat isu perdagangan manusia pada Konferensi Dunia PBB mengenai Rasisme, Diskriminasi Rasial, Xenophobia dan Tindakan Intoleransi lainnya (Durban Review Conferenc/DRC).

Dikatakannya, Indonesia menegaskan pentingnya penguatan pendekatan yang berpihak pada korban dalam penanganan masalah penyelundupan dan perdagangan manusia sebagai salah satu bentuk kontemporer rasisme dan diskriminasi rasial.


Hal itu, ujarnya, telah disepakati dalam the Third Regional Ministerial Conference on People Smuggling, Trafficking in Persons and Related Transnational Crime (BRMC III) di Nusa Dua, Bali, 14/15 April lalu.


Dalam pertemuan dipimpin Amos Wako, Jaksa Agung Kenya, yang terpilih secara aklamasi sebagai Presiden DRC, Dirjen Multilateral juga menegaskan mengenai pentingnya perlindungan pekerja migran terutama pekerja sektor domestik.


Hal ini juga memberikan transparansi mengenai mekanisme pengaduan terhadap majikan dan menghimbau untuk menginvestigasi berbagai perlakuan buruk terhadap pekerja domestik, menghukum pelakunya serta menghindari segala bentuk praktik dan kebijakan yang diskriminatif.


Komisaris Tinggi HAM
Selain dibuka Sekjen PBB, Konferensi juga diisi dengan pernyataan dari Komisaris Tinggi HAM PBB, Presiden SMU PBB, dan Presiden Dewan HAM.


Dengan bertemakan "United Against Racism: Dignity and Justice for All", para delegasi menegaskan kembali komitmen mereka untuk memerangi tindakan rasisme, diskriminasi rasial, xenophobia dan tindakan intoleransi lainnya yang disepakati dalam Konferensi Dunia mengenai rasisme dan diskriminasi rasial di Durban, Afrika Selatan, 2001 yang menghasilkan Durban Declaration and Program of Action (DDPA).

Salah satu hasil dari Konferensi adalah dokumen akhir yang pengesahannya dilakukan pada 21 April. Dokumen setebal 16 halaman yang terdiri dari 143 paragraf tersebut berisi kajian ulang dan penilaian terhadap implementasi DDPA.


Dokumen tersebut berhasil disepakati (ad-referendum) pada sidang Komite Persiapan DRC setelah melalui negosiasi yang sulit. Peserta konferensi akan menindaklanjuti DDPA dan bertukar pengalaman mengenai implementasi Deklarasi tersebut.


Dalam dokumen akhir ditegaskan, rasisme dan diskriminasi serta bentuk intoleransi lainnya merupakan isu global memerlukan pendekatan universal dan komprehensif serta perlunya kemauan politik dalam upaya memerangi masalah tersebut.


Digarisbawahi mengenai peran penting yang dimainkan sejumlah mekanisme PBB termasuk Special Rapporteur on Contemporary form Racism dalam memerangi rasisme dan diskriminasi rasial dan peran kantor Komisaris Tinggi HAM dalam memantau implementasi DDPA.


Intoleransi Beragama
Mengenai bentuk-bentuk kontemporer dari rasisme diskriminasi rasial dan tindak intoleransi lainnya terutama intoleransi beragama juga telah disorot di dalam dokumen akhir yang menyesalkan adanya berbagai insiden rasial dan intoleransi beragama akhir-akhir ini.


Dalam kaitan tersebut, ditegaskan kembali tindakan yang menyebarkan kebencian rasial maupun agama harus dilarang melalui legislasi dan tindakan hukum.


Paragraf ini dicantumkan secara khusus untuk mengangkat isu mengenai penistaan agama (defamation of religion) yang akhir-akhir ini marak di negara-negara maju tertentu.


Secara umum isu-isu yang menjadi perhatian Indonesia telah tertampung dalam dokumen akhir tersebut antara lain yang berkaitan dengan isu perlindungan pekerja migran.


Upaya Indonesia dan negara lainnya yang selama ini aktif dalam memajukan dialog antar budaya dan agama diakui dalam dokumen akhir tersebut yang khusus mencantumkan mengenai penghargaan terhadap upaya-upaya memajukan dialog antar budaya sebagai upaya memerangi rasisme dan diskriminasi rasial.


Dalam konferensi ini, Indonesia memainkan peran yang konstruktif, dalam menyiapkan pelaksanaan Konferensi sebagai salah satu dari 20 negara anggota biro Komite Persiapan Pelaksanaan Konferensi Dunia tersebut (Prepcom),

Indonesia juga terpilih menjadi Wakil Presiden dari DRC, bersama 20 negara lainnya, untuk membantu tugas Presiden DRC dalam menyukseskan Konferensi. (U-ZG) ***3***


(T.H-ZG/B/M012/M012) 21-04-2009 22:57:02

Tidak ada komentar: