Kamis, 29 Oktober 2009

Odense, Kota Kelahiran Dongeng Andersen

Odense, Kota Kelahiran Dongeng Andersen
Kamis, 29 Oktober 2009 05:58 WIB | Artikel | Pumpunan | Dibaca 380 kali
Zeynita Gibbons
Jakarta (ANTARA News) - Pemandangan kota Odense, yang berhias daun-daun berwarna kuning yang berjatuhan di musim gugur, bagaikan kisah dongeng Hans Christian Andersen.

Odense memang elok, maka tak heran jika kota ini memberikan banyak inspirasi kepada sastrawan Denmark itu, untuk menghasilkan karya-karya agung nan legendaris.

Sekitar 200 tahun lalu, Hans lahir dan menghabiskan masa kanak-kanaknya di rumah mungil di pojok jalan Hans Jensens Straede, sebuah kawasan kumuh nan padat di kota Odense, Denmark.

Hans Christian Andersen, akrab betul dengan setiap jengkal tanah Odense. Karena itu Odense membalasnya dengan menuntun Hans untuk memperoleh inspirasi bagi dongeng-dongeng karyanya. Odense adalah pemantik Hans untuk tumbuh menjadi pengarang cerita anak yang paling termasyhur di dunia.

Rumah Hans di jalan Hans Jensens Straede, kini masih berdiri kokoh seperti 200 tahun lalu. Namun, rumah itu kini telah berubah menjadi museum H.C Andersens Hus, salah satu obyek wisata kota Odense yang berjarak 165 km dari Kopenhagen itu.

Rumah bercat kuning itu, banyak dikunjungi wisatawan mancanegara. ANTARA berkesempatan berkunjung ke rumah penulis cerita "The Little Marmaid" itu.

Lars Hilberg, voluntir yang menemani ANTARA mengatakan, rumah Hans Christian Andersen dulunya adalah daerah perkampungan padat.

Rumah mungil itu satu dan lain saling berdempetan dan bahkan ada beberapa yang masih ditempati, ujar Lars Hilberg, pengusaha yang memberikan waktunya membantu pelaksanan Denmark Open.

Menurut Lars, pada tahun 1930 pemerintah dan masyarakat Denmark menyulap kompleks perumahan kumuh itu menjadi museum HC Andersen Hus dan menyisahkan rumah sang pengarang yang mungil dalam bentuk semula.

Hans Andersen lahir dari keluarga miskin. Ayah Hans hanyalah pembuat sepatu yang buta huruf, ibundanya, Anne Marie Andersdatter, bekerja sebagai buruh cuci.

Namun itu tidak membuat HC Andersen merasa rendah diri. Latar belakangnya yang hidup dalam keterbatasan, justru menjadi ruh dari dongeng-dongengnya, yang kni telah diterjemahkan ke dalam 150 bahasa, termasuk bahasa Indonesia.

Karya karya Hans Christian Andersen menjadi bacaan anak anak di seluruh dunia. "Waktu saya kecil ayah saya membelikan saya buku karya H.C Andersen," kenang Rahmi Aries Nova, Pemred koran GoSport.


Jadi Musuem

Dengan membayar karcis masuk seharga 60 kroner Denmark, pengunjung tidak saja dapat menikmati karyanya tetapi juga memasuki kehidupan sang pengarang.

Dalam ruangan yang disebut "Tiden" atau "The Age" pengunjung dibawa kemasa tahun 1805-1875, suasana abad ke 19 pada dan masa kanak kanak Andersen.

Dalam ruangan The Age terdapat patung diri HC Andersen berwarna putih serta berbagai karya Hans. Hans suka menyebut dirinya sebagai "dreaming life away".

Museum itu juga menggambarkan beragam peristiwa yang dialami Andersen dalam kurun waktu 70 tahun, termasuk masa-masa sulit saat hidupnya diliputi kemiskinan.

Andersen bukan saja seorang pengarang yang piawai dalam membawa alam imajinasi anak anak tetapi ia juga senang melakukan prakarya dengan membuat gambar-gambar dengan mengunakan gunting.

Kemanapun sang pengarang pergi selalu diselipkannya gunting besar yang digunakan untuk membuat karya karya besar berupa gambar yang dihasilkan dari guntingan kertas gambar-gambar dan papercuts.

Selain tulisan tangan dan berbagai macam barang miliknya, juga terdapat tiga senjata dan foto diri H.C Andersen dalam berbagai pose.

Tercatat sebanyak 160 macam foto berbagai pose sang pengarang yang menyebutkan tujuan hidupnya "to be happy" dan sangat membenci orang yang berbohong.

Dalam buku "The Fairy Tale of Hans Christian Andersen" yang disusun Odense City Museum, H.C Andersen menyebutkan warna favoritnya biru, senang bunga mawar, menyukai harumnya hawa segar, pemandangan laut merupakan obyek yang menarik baginya.

Di museum itu juga tersimpan sekitar 175 cerita yang dihasilkannya serta 14 novel dan cerita pendek serta 50 naskah drama panggung dan sekitar 800 puisi yang pernah digoreskan sang pengarang.

HC Andersen yang memiliki moto "Do not give sorrows a room for a single moment so they remain with you throughout your life", sangat senang bergaya bila di foto.

Dalam ruang khusus disebut "Memory Hall", terdapat lukisan dinding karya pelukis Niels Larsen Stevns yang menggambarkan periode penting dalam kehidupan Andersen.


Mengapai impian

Di dinding ruang tergambar kehidupan sang pengarang, bagaimana dia menjalani masa kecil, menggapai impian di Kopenhagen, masa masa bersekolah serta debutnya di dunia seni dan kariernya sebagai penulis.

Di museum yang dipugar khusus untuk peringatan 200 tahun H.C. Andersen terdapat berbagai toko cenderamata yang menjual buku-buku karya H.C. Anderson dalam berbagai bahasa serta koleksi foto.

Berkunjung ke museum H.C. Andersen, serasa terbawa ke negeri dongeng dimana terdapat ruangan khusus yang memantulkan gambar gambar indah dalam cerita dongeng sang pengarang.

Besar dalam lingkungan yang miskin, sejak kecil Hans Christian Andersen mengenal berbagai cerita dongeng dan bahkan akrab dengan pertunjukkan sandiwara.

Kendati tak mengenal bangku sekolah dan percaya takhayul, sang bunda Anne Marie Andersdatter, membuat H.C Andersen berkenalan dengan cerita rakyat. Ayahnya seorang pencinta sastra kerap mengajak Hans menonton pertunjukkan sandiwara.

Dalam otobiografinya, "The True Story of My Life" yang terbit tahun 1846, H.C. Andersen menulis, "Ayah memuaskan semua dahagaku. Ia seolah hidup hanya untukku. Setiap Minggu ia membuatkan gambar-gambar dan membacakan certa-cerita dongeng".(*)

Tidak ada komentar: