Kamis, 20 September 2012

AMNESTY



AMNESTY INTERNASIONAL NILAI INDONESIA GAGAL

          London, 11/9 (ANTARA) - Amnesty Internasional menilai Indonesia, khususnya pihak berwenang gagal dalam tes untuk menuntaskan kasus Munir, setelah delapan tahun kematian aktivis HAM Indonesia itu.

         Pihak berwenang Indonesia harus menjamin akuntabilitas penuh atas pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib (Munir), ujar Campaigner - Indonesia & Timor-Leste Amnesty International Secretariat, Josef Roy Benedict kepada ANTARA di London, Selasa.

         Menurut Josef Roy Benedict, kegagalan membawa mereka yang bertanggungjawab ke hadapan hukum delapan tahun setelah kematian Munir menimbulkan kekhawatiran terhadap kemauan Indonesia menuntaskan kasus itu dan memberantas impunitas yang tetap langgeng di Indonesia.

         Dikatakannya pada 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan penyelesaian kasus pembunuhan Munir akan menjadi "tes sejarah kita" dalam konteks proses reformasi demokrasi Indonesia.

         "Delapan tahun setelah kematian Munir, pihak berwenang Indonesia, termasuk Presiden, gagal dalam tes tersebut," katanya.

         Oleh karena itu, Direktur Amnesty menulis kepada perwakilan pemerintah Indonesia agar menyerukan kepada Kepala Kepolisian dan Jaksa Agung untuk melakukan penyelidikan baru yang independen atas kasus pembunuhan Munir dan membawa pelaku di semua tingkatan ke hadapan hukum sesuai dengan standar HAM internasional.

         Mereka juga menyerukan kepada pihak berwenang Indonesia untuk secepatnya mempublikasikan laporan tim pencari fakta 2005 sebagai langkah kunci dalam membongkar kebenaran atas kasus pembunuhan Munir.

         Munir mengangkat kasus penculikan puluhan aktivis yang menjadi korban penghilangan paksa pada bulan terakhir pemerintahan Suharto tahun 1998.

         Ia juga memainkan peran penting dalam menguak bukti tanggung jawab militer dalam pelanggaran HAM di Aceh dan Timor-Leste.

         Ia ditemukan meninggal pada penerbangan Garuda Indonesia dari Jakarta ke Belanda 7 September 2004. Hasil otopsi yang dilakukan pihak berwenang Belanda menunjukkan akibat keracunan arsenik. 
    Walaupun tiga orang telah dijatuhi hukuman pidana karena terlibat dalam pembunuhan itu, ada dugaan kuat mereka yang bertanggungjawab memerintahkan pembunuhan tersebut masih bebas.

         Laporan tim pencari fakta independen yang dibentuk oleh Presiden Bambang Yudhoyono tahun 2005 belum dipublikasikan, walau pengumuman temuan tersebut direkomendasikan berdasarkan dekrit presiden.

         Muchdi Purwoprandjono, mantan wakil ketua Badan Intelijen Nasional (BIN) pada 31 Desember 2008 dibebaskan dari tuduhan merencanakan dan membantu pembunuhan Munir.

         Kelompok HAM mengutarakan kekhawatiran mereka bahwa persidangan itu tidak memenuhi standar internasional pengadilan yang adil.

         Dalam laporan yang dikirim ke Pelapor Khusus PBB tentang situasi Pembela HAM tahun 2009, Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir, KASUM, mengatakan pengadilan Muchdi, ditandai pencabutan secara sistematis kesaksian tersumpah oleh saksi kunci dan kehadiran kelompok terorganisir yang berusaha mempengaruhi pengadilan.

         Pada bulan Februari 2010, tim khusus Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengidentifikasi kelemahan dalam investigasi polisi, penuntutan dan pengadilan Muchdi Purwoprandjono serta merekomendasikan investigasi yang baru oleh polisi.

         Hingga hari ini seruan itu masih diabaikan.

         Amnesty International menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah yang efektif untuk menjamin pelanggaran HAM atas pembela HAM diinvestigasi secara cepat, efektif dan imparsial serta bertanggungjawab.

          Amnesty International juga menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk mendukung pengesahan legislasi yang bertujuan memberikan perlindungan hukum kepada pembela HAM, sebagaimana terjadwal dalam Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) pada periode 2011-2014.

    ***1***

(T.H-ZG/B/E008/E008) 11-09-2012 07:08:21

               

Tidak ada komentar: