Kamis, 20 September 2012

AMNESTY ACEH




AMNESTY DESAK DPR ACEH PENUHI JANJI

          London, 15/9 (ANTARA) -  Amnesty International mendesak DPR Aceh dan pemerintah pusat untuk memenuhi janji yang dibuat pada 2005 dan berkomitmen untuk memastikan kebenaran, keadilan dan reparasi penuh bagi korban konflik dan keluarga mereka.

        Keputusan DPR Aceh untuk menunda pembentukan komisi kebenaran dan rekonsiliasi di Aceh merupakan kemunduran besar untuk mengakhiri impunitas di Aceh, kata Josef Roy Benedict, Campaigner - Indonesia & Timor-Leste Amnesty International Secretariat kepada ANTARA London, Sabtu.

        Amnesty International juga mendesak pemerintah Indonesia untuk memprioritaskan pembentukan komisi kebenaran nasional yang berfungsi sesuai dengan hukum dan standar internasional.

        Menurut Josef Roy Benedict, hanya ada sedikit kemajuan dalam menjamin akuntabilitas atas kejahatan yang dilakukan selama konflik bersenjata di Aceh, termasuk pembunuhan di luar hukum, pemerkosaan dan kejahatan kekerasan seksual lainnya, penghilangan paksa, dan penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya.

        Perjanjian Perdamaian Helsinki 2005 dan UU No.11/2006 tentang Pemerintahan Aceh tahun 2006 berisi ketentuan untuk pembentukan Pengadilan HAM dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Aceh. Namun keduanya belum didirikan, ujar Josef Roy Benedict.

        Dikatakannya, pada 11 September lalu anggota Komisi A DPR Aceh, Abdullah Saleh, menyatakan bahwa DPR Aceh harus menunggu pengesahan komisi kebenaran dan rekonsiliasi nasional sebelum mendirikan komisi untuk Aceh.

        Pembentukan komisi kebenaran itu tidak membebaskan negara dari kewajiban untuk membawa mereka yang diduga bertanggung jawab pidana atas kejahatan di bawah hukum internasional ke pengadilan.

        Menurut Josef Roy Benedict, semua korban pelanggaran HAM berat, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan lain menurut hukum internasional, memiliki hak untuk mengetahui kebenaran.

        Pada bulan Mei 2012, Amnesty International bertemu organisasi korban dari banyak kabupaten di Aceh yang mengatakan akan terus menuntut untuk mengetahui kebenaran tentang pelanggaran yang menjadi penyebab, fakta dan keadaan di mana pelanggaran tersebut terjadi.

        Upaya untuk memberikan kebenaran bagi para korban dan keluarga mereka harus menjadi bagian dari kerangka yang lebih luas untuk pertanggungjawaban atas kejahatan masa lalu.

        Upaya untuk kebenaran tidak harus menggantikan tanggung jawab sistem peradilan pidana di negara itu untuk menyelidiki dan - jika bukti yang dapat diterima yang cukup - mengadili mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat dan kejahatan di bawah hukum internasional.

        Semua korban dan keluarga mereka harus diberi reparasi penuh dan efektif di bawah hukum internasional, termasuk restitusi, kompensasi, rehabilitasi, kepuasan dan jaminan ketidakberulangan, katanya. ***1*** (ZG)
(T.H-ZG/B/H-KWR/H-KWR) 15-09-2012 22:29:15

               

Tidak ada komentar: