Minggu, 25 November 2012

AMNESTY INTERNASIONAL:

AMNESTY INTERNASIONAL: HAPUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

London, 24/11 (ANTARA) - Amnesty International berharap Pemerintah Indonesia menghapusan kekerasan terhadap perempuan, karena masih banyak menjadi korban kejahatan di bawah hukum internasional dan pelanggaran HAM berat.

Perempuan dan anak perempuan mengalami pelanggaran HAM berat, termasuk pembunuhan di luar hukum, pemerkosaan dan kejahatan kekerasan seksual lainnya dan penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya selama konflik di berbagai daerah, termasuk Aceh dan selama okupasi Timor-Leste (1975 - 1999), demikian Campaigner - Indonesia & Timor-Leste Amnesty International Secretariat, Josef Roy Benedict, kepada ANTARA London, Sabtu.

Ketika dunia menandai Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, di Indonesia, banyak perempuan korban kejahatan di bawah hukum internasional dan pelanggaran HAM berat terus disangkal hak mereka untuk keadilan, kebenaran dan reparasi.

Amnesty International yang bermarkas di London mendesak Dewan Pertimbangan Presiden, yang dipahami menyiapkan rencana untuk menangani pelanggaran-pelanggaran HAM berat, dipastikan rencana tersebut memuat langkah-langkah terjadwal untuk merespon situasi perempuan korban konflik.

Menurut Amnesty Internasional, banyak korban perempuan masih tidak memiliki akses ke layanan medis, psikologis, seksual dan reproduksi atau layanan kesehatan mental yang memadai untuk penderitaan yang disebabkan oleh pelanggaran HAM tersebut.

Dan bagi perempuan dan anak perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual dan berbasis gender, stigma yang terkait dengan kejahatan tersebut telah menciptakan budaya diam di mana banyak ketakutan untuk melaporkan kasus mereka, dan mencegah mereka mengakses keadilan, kebenaran dan reparasi.

Perempuan dan anak perempuan tidak hanya menderita sebagai korban langsung pelanggaran HAM, tetapi juga secara tidak langsung sebagai anggota keluarga dari mereka yang tewas atau mengalami penghilangan paksa, ujarnya.

Di bawah hukum internasional pemerintah Indonesia memiliki kewajiban untuk memberikan reparasi penuh dan efektif bagi para korban pelanggaran hak asasi manusia. Sebuah program reparasi nasional harus didirikan untuk mengambil langkah-langkah restitusi, kompensasi, rehabilitasi, kepuasan, dan jaminan hal itu tidak akan terulang lagi.

Amnesty International menyerukan pada pemerintah untuk merancang program ini dengan berkonsultasi dengan para korban, memberikan perhatian khusus kepada perempuan, dan harus mempertimbangkan pengalaman yang berbeda antara perempuan dan laki-laki, serta anak-anak, dalam pembentukan dan implementasi program ini.

Amnesty International menyambut baik pengumuman oleh pemerintah selama sesi Dewan HAM PBB pada bulan September bahwa ia sedang menfinalisasi RUU komisi kebenaran dan rekonsiliasi. Kegagalan pemerintah sampai saat ini untuk membentuk sebuah komisi kebenaran nasional telah meninggalkan banyak korban, termasuk perempuan dan anak perempuan, tanpa mekanisme yang efektif untuk kebenaran dan reparasi penuh dan efektif.

Namun, komisi kebenaran tidak harus digunakan sebagai pengganti untuk proses peradilan pidana. Apabila suatu komisi kebenaran mengumpulkan informasi yang menunjukkan tanggung jawab pidana individu, ia harus meneruskan informasi tersebut kepada pihak berwenang yang relevan untuk penyelidikan lebih lanjut. Di mana bukti-bukti yang cukup ada, mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan di bawah hukum internasional harus dibawa ke pengadilan, dalam proses yang adil, tanpa menggunakan hukuman mati.

Sebuah komisi kebenaran tidak harus memiliki kewenangan untuk merekomendasikan amnesti atau tindakan impunitas serupa terhadap kejahatan di bawah hukum internasional. Pada tahun 2006, Mahkamah Konstitusi Indonesia membatalkan UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (No. 27/2004) setelah menetapkan ketentuan pemberian reparasi pada korban hanya bisa terjadi bila mereka setuju memberikan amnesti kepada para pelaku, bertentangan dengan konstitusi.

Amnesty International menyerukan DPR untuk segera berdebat, mengesahkan dan mengimplementasi UU baru mendirikan komisi kebenaran yang sejalan dengan hukum dan standar internasional untuk memastikan bahwa kejahatan di bawah hukum internasional dapat diatasi secara efektif.

Keprihatinan dan rekomendasi serupa juga telah diajukan oleh Komite PBB tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (Komite CEDAW). Dalam Pengamatan Penutup (Concluding Observations), yang diterbitkan pada tanggal 27 Juli 2012, Komite CEDAW mendesak Indonesia untuk segera menyelidiki, menuntut dan menghukum semua tindakan kekerasan terhadap perempuan, termasuk tindakan kekerasan seksual, yang dilakukan oleh aktor swasta dan aparat keamanan.

Komite CEDAW juga mendesak pemerintah untuk mengambil langkah-langkah komprehensif untuk memberikan dukungan medis dan psikologis untuk perempuan korban kekerasan, termasuk kekerasan seksual yang dilakukan selama konflik, dan untuk mendirikan pusat konseling bagi perempuan. Amnesty International mendesak pemerintah Indonesia untuk melaksanakan rekomendasi ini tanpa penundaan.

(ZG)
(T.H-ZG/B/E001/E001) 24-11-2012 21:35:12

Tidak ada komentar: