Rabu, 14 November 2012

ARFI DI MAROKO




17 DOSEN INDONESIA IKUTI ARFI DI MAROKO

             London, 15/11 (ANTARA) - Sebanyak 17 dosen dan guru besar dari Perguruan Tinggi Islam di berbagai wilayah Indonesia mengikuti program "Academic Recharging for Islamic Higher Education (ARFI)" di Maroko.

            Program yang dirancang Kementerian Agama RI bekerjasama dengan KBRI Rabat ini bertujuan menyegarkan dan memberikan wawasan baru tentang Studi Islam dan Bahasa Arab dan diharapkan dapat ditransfer mengembangkan pendidikan tinggi di Indonesia, kata  Sekretaris Pelaksana Fungsi Pensosbud KBRI, Suparman Hasibuan, Kamis.

             Program yang berpusat di Universitas Mohamed V Agdal-Rabat  berlangsung selama 45 hari dan diisi para akademisi serta cendikiawan Maroko bekerjasama dengan sembilan  perguruan tinggi yang tersebar di berbagai kota serta organisasi internasional ISESCO dan  institusi swasta Qalam wa Lawh Arabic Language Center serta dua pusat perpustakaan.

              Program Academic Recharging secara resmi dibuka dengan studium general Dubes RI untuk Kerajaan Maroko H. Tosari Widjaja di ruang auditorium KBRI Rabat yang membawa tema Hubungan Kerjasama Indonesia - Maroko.

              Di hadapan para peserta, staf KBRI Rabat dan masyarakat serta anggota PPI Maroko, Dubes Tosari Widjaja menyampaikan Islam dengan konsep khairu ummahnya telah mampu mencapai masa keemasan pada abad pertengahan dengan berbasis ilmu pengetahuan dan lembaga Pendidikan.

               Dalam sejarah perkembangan Islam di Barat, Maroko mempunyai peran dan akar kuat dalam tradisi keilmuan yang menjadi potensi besar untuk dapat bekerjasama dengan Indonesia sebagai bangsa dengan jumlah muslim terbesar dunia untuk membangkitkan kembali ruh peradaban Islam berbasis ilmu pengetahuan dan lembaga pendidikan.

                Dikatakannya sebut saja Universitas Al Qarawiyin di Fes-Maroko yang merupakan universitas tertua di dunia telah berdiri sebelum Al-Azhar. Universitas yang dibangun seorang wanita Fatima El Fihri pada tahun 859 M ini mempunyai andil besar dalam mentransformasi peradaban Islam ke kawasan Barat.

                Menurut Dubes,  dengan tradisi belajar dan mengajar bersama antara muslim dan non-muslim yang kemudian menjadi benih budaya toleransi dan moderasi masyarakat Maroko hingga saat ini.

              Sementara Islam di Maroko sama dengan Indonesia, toleran, moderat dan menerima kemajuan dan modernisasi, demikian Dubes Tosari Widjaja.

               Lebih lanjut Dubes Tosari Widjaja menyampaikan jembatan kerjasama Indonesia-Maroko harus dibangun kembali setelah sekian lama terendam.

               Hubungan kedua bangsa ini sebenarnya telah di mulai pada masa Pengelana Ibnu Batutah singgah ke Samudera Pasai sampai kepada semangat revolusi kemerdekaan yang dibawa Soekarno ke Maroko.

             Peran membangun jembatan kerjasama ini dapat diambil oleh para cendekiawan dengan menciptakan kerjasama secara luas antara lembaga pendidikan kedua negara yang hasilnya disumbangkan untuk kemajuan peradaban dunia, ujar Dubes Tosari Widjaja.

              Dubes juga menyampaikan  langkah strategis membangkitkan ruh peradaban ini, diantaranya dengan membangun jaringan kerjasama antar institusi pendidikan kedua negara dengan mengembangkan konsep twin university.

               Diharapkan akan dapat menumbuhkan tradisi dialog dan diskusi, mendukung dan menghargai upaya penelitian dan pengembangan keilmuan, mendorong budaya menulis dan penerbitan hasil riset ke jurnal internasional dalam berbagai bahasa.

              Selain pengembangan kapasitas dan kualitas berkelanjutan, merintis perpustakaan elektronik yang dapat dijadikan rujukan dari seluruh dunia serta mendorong kaum terdidik agar dapat aktif berbahasa asing agar para kader terbaik bangsa ini dapat maju dan berperan ke pentas dunia.

    ***3*** (ZG)

(T.H-ZG/B/M019/M019) 15-11-2012 05:36:55

               

Tidak ada komentar: