Rabu, 21 Juli 2010

ILLEGAL LOGGING DAPAT PUJIAN

KEBERHASILAN INDONESIA ATASI ILLEGAL LOGGING DAPAT PUJIAN

Oleh Zeynita Gibbons

Wajah Duta besar Indonesia untuk Kerajaan Inggris Raya, Yuri Thamrin terlihat cerah saat keluar dari gedung tua The Royal Society, Chatham House, tidak jauh dari Istana Buckingham London.

Chatham House adalah organisasi "Independent Thinking on International Affairs", semacam kelompok lembaga pemikir di Inggris yang dikenal sangat gencar menyoroti masalah lingkungan, khususnya pembalakan liar (illegal logging) di Indonesia.

Biasanya lembaga itu sangat galak terhadap aktivitas penebangan kayu secara liar di hutan-hutan Indonesia, namun hari itu Chatham House memberi kabar baik kepada Yuri Thamrin.

Chatham House menyebutkan penebangan kayu secara liar di hutan-hutan Indonesia dilaporkan turun 75 persen dalam 10 tahun terakhir.

Hasil penelitian yang dikeluarkan lembaga pengkajian yang berpusat di London itu menyebutkan penurunan tajam pembalakan liar terutama disebabkan pembuatan peraturan dan undang-undang penebangan hutan yang lebih tegas penerapannya.

Menurut laporan itu sampai beberapa tahun yang lalu, lebih dari separuh kayu yang diproduksi di Indonesia didapat secara ilegal.

Penebangan hutan secara liar mengancam kelangsungan hidup satwa liar di hutan dan merugikan masyarakat yang hidup di hutan maupun hidup dari hutan.

Situasi sekarang tampaknya telah berubah. Namun ketua tim peneliti Chatham House, Sam Lawson, mengatakan ini bukan berarti perjuangan melawan pembalakan liar sudah selesai.

"Saya tahu penurunan 75 persen terdengar besar, tetapi harus diingat bahwa penebangan kayu liar sebelumnya merupakan masalah yang sangat besar di negara-negara itu. Jadi walaupun jumlahnya sudah berkurang secara signifikan, ini tetap merupakan masalah besar."
Menurut Lawson di Indonesia misalnya, 40 persen produk kayu masih dihasilkan dari pembalakan liar.

Penurunan tajam ini dibenarkan juru kampanye hutan Greenpeace untuk Asia Tenggara, Joko Arief yang menjelaskan, penurunan ini terutama didorong upaya pemerintah untuk memerangi penebangan liar.

"Sejak tahun 2005 sebenarnya, ketika Presiden SBY membentuk Satgas untuk menerapkan peraturan perundang-undangan dalam hal illegal logging. Satu hal yang pasti adalah karena penegakkan hukum," ujarnya.

Penebangan kayu secara liar bukan merupakan satu-satunya masalah yang dihadapi dalam memerangi penebangan hutan secara ilegal. Menurut dia, Greenpeace mencatat penyebab utama deforestasi di Indonesia dan pembalakan liar adalah penyebab terbesar keempat.

Menurut data Kemetrian Kehutanan, saat ini total kecepatan deforestasi sekitar 1,1 juta hektar per tahun pada tahun 2010 hingga bulan Maret.

Keberhasilan Indonesia menurunkan pembalakan liar sampai dengan 75 persen dalam dekade terakhir merupakan bukti dari komitmen pemerintahan Presiden Yudhoyono.

Mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup pada Kabinet Indonesia Bersatu, Rachmat Nadi Witoelar Kartaadipoetra, mengatakan pemerintah Indonesia dinilai juga punya komitmen untuk ikut mengatasi tantangan perubahan iklim.

"Selain mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan Indonesia juga gencar memerangi pembalakan liar dan perdagangan kayu dari sumber ilegal," ujarnya.

Ir Rachmad Witoelar, saat mengikuti seminar "Illegal Logging dan Perdagangan Terkait: Indikator Respon Global" di Inggris, menyatakan total produksi global kayu ilegal telah menurun 22 persen sejak 2002.

Seminar yang dibuka Anggota Parlemen Wakil Sekretaris Negara (DFID), Stephen O'Brien MP itu, juga menghadirkan Yuri Thamrin sebagai salah satu pembicara.

Yuri mengatakan sangat menghargai laporan "Illegal Logging dan Perdagangan Terkait: Indikator Respon Global", yang ditulis Sam Lawson dan Larry MacFaul, dua spesialis terkenal dalam meneliti dan menyelidiki isu-isu lingkungan yang didanai DFID.

"Saya yakin laporan tersebut merupakan kontribusi yang akan memperkaya pengetahuan dan pemahaman tentang dampak buruk dari pembalakan liar dan perdagangan produk kayu dari sumber illegal," ujarnya.

Pada 2007 lalu, Indonesia juga menjadi tuan rumah Konferensi Perubahan Iklim PBB, menghasilkan Bali Roadmap dan Bali Action Plan yang menjadi bahan penting pada Konferensi Perubahan Iklim PBB.


Inistiatif Indonesia
Di antara inisiatif utama yang diambil Indonesia baru-baru ini adalah selama KTT G20 di Pittsburgh September 2009, Indonesia termasuk salah satu negara pertama yang membuat komitmen yang jelas dalam bidang lingkungan.

Pada Konferensi Iklim dan Hutan baru-baru ini di Oslo, Presiden Yudhoyono juga mengumumkan Indonesia akan memberlakukan moratorium dua tahun sejak 2011 untuk menghentikan konversi lahan gambut dan hutan. Langkah ini akan berdampak signifikan untuk menangani deforestasi dan untuk membantu mengatasi perubahan iklim.

Dalam mencegah deforestasi terutama untuk kebaikan Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, yang berdampak pada perubahan iklim.

Yuri merasa senang dengan adanya "tren positif", seperti yang dinyatakan dalam laporan Chatham.

Dubes juga menegaskan Indonesia siap untuk memainkan peran yang konstruktif dalam diplomasi lingkungan dan menjadi "bagian dari solusi".

"Identitas ini yang sedang dipromosikan oleh pemerintah Indonesia," katanya.


Masukan berharga
Bagi Indonesia, laporan yang dikeluarkan oleh Chatham House itu dinilai sebagai masukan berharga yang perlu dipertimbangkan dengan serius.

"Indonesia harus terus berusaha untuk meningkatkan program nasional demi perlindungan lingkungan dan konservasi," kata Sam Lawson.

Chatham House Fellow Associate itu juga mengatakan satu miliar orang termiskin di dunia bergantung pada hutan, dan pengurangan dalam pembalakan liar yang membantu melindungi mata pencaharian mereka.

Laporan itu menyatakan penebangan liar telah menurun dengan 50 persen di Kamerun, 50-75 persen di Amazon Brasil, dan 75 persen di Indonesia dalam dekade terakhir.

Degredasi hutan yang bisa dicegah di tiga dari lima produsen kayu tropis, luasnya mencapai 17 juta hektar, wilayah yang lebih besar dari gabungan Inggris dan Wales.

Laporan baru itu mencakup seluruh aspek perdagangan kayu, di lima hutan "produser" di Brazil, Indonesia, Kamerun, Malaysia dan Ghana.

Sejauh ini kayu-kayu dari negara "produser" mengalir ke pasar negara-negara konsumen utama, seperti Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Perancis dan Belanda, melalui pelabuhan dan pabrik dari dua negara "pengolahan" kayu, yakni Cina dan Vietnam.


Masalah besar
Meskipun penurunan dramatis, laporan ini mengatakan bahwa illegal logging masih menjadi masalah besar. Lisensi untuk hutan yang jelas untuk perkebunan pertanian juga sering dikeluarkan secara ilegal.

Pada 2008, perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Perancis dan Belanda membeli 17 juta meter kubik kayu ilegal dan produk kayu bernilai sekitar 8,4 miliar dolar AS. Sebagian besar kayu itu masuk dalam bentuk produk olahan seperti kayu lapis dan perabotan, terutama dari China.

Pada 2009, kayu ilegal yang dipanen di negara-negara penghasil kayu mencapai 100 juta meter kubik. "Kalau diletakkan ujung ke ujung, kayu ilegal itu dapat mengelilingi dunia lebih dari sepuluh kali," ujar Larry MacFaul, penulis pembantu pada laporan itu.

Selanjutnya, pada tahun 2008, AS menjadi negara pertama yang memperkenalkan legislasi untuk menangani kayu ilegal.

Laporan itu juga menyebutkan Jepang telah memotong impor kayu ilegal yang hampir setengah, tetapi tetap menjadi tujuan utama untuk kayu curian.

Pada tanggal 7 Juli tahun ini, parlemen Uni Eropa telah menyetujui untuk menutup pasar bagi kayu ilegal.

Upaya global untuk menanggulangi illegal logging pada awalnya didorong oleh komitmen yang dibuat oleh para pemimpin G8 pada pertemuan di Inggris pada tahun 1998.

Para pemimpin G8 mengulangi kembali komitmen dalam komunike yang dikeluarkan setelah pertemuan di Kanada.

***3***
(T.H-ZG/B/T010/T010) 22-07-2010 00:02:28

Tidak ada komentar: