Selasa, 02 Februari 2021

XIAN

 Semalam di Xian


Keinginan untuk berkunjung ke Xian, terutama untuk bisa menyaksikan obyek wisata Terra Cota atau yang disebut warga Xiang dengan  Mah Yong menjadi impian sejak lama. Bak pepatah  tuntutlah ilmu sampai ke negeri China rasanya tidak berlebihan karena di kota Xian terdapat mesjid yang usianya ratusan tahun.


Pesawat Chengdu Airline membawa kami dari terminal satu bandara Chengdu di akhir pekan dimana sebagian besar masyarakat Tiongkok kembali setelah berlibur masal merayakan tahun baru Imlek.


Pesawat sechuan Airline mendarat tepat pukul 4 sore waktu Xian dan kami pun bergegas untuk mencari informasi bus dari bandara ke pusat kota di tempat kami menginap semalam.


Hostel yang kami pilih memang bukan yang mahal tapi bagi kami yang senang traveling hotel klas backpaker sudah cukup memadai, toh tujuan ke Xian bukan untuk tidur tetapi menikmati setiap sudut kota Xiang yang terkenal dengan museum Terakota nya itu.


Setelah beristirahat sejenak kami pun mulai menjelajah pusat kota Xian khususnya di sekitar Bell Tower dan Drum Tower yang ternyata dikenal sebagai perkampungan umat muslim dari Tiongkok.


Kejutan demi kejutan kami jumpai mulai dari kuliner pinggir jalan yang menjajah sate tahu dan sate cumi yang dibakar ala Xiang serta jagung bakar, mie rebus dan juga ada ubi rebus. 


Puas mencicipi kuliner di kaki lima kami pun blusukan ke pasar tradisional di malam hari yang menjajahkan makanan khas Xian sate kambing dan mie rebus disela sela penjual souvenir dan bahan makanan serta manisan berupa tengteng kacang.


Makin kami susuri gang-gang sempit dengan toko-toko berarsitektur China membuat merasa berada di tanah air dengan hembusan asap dari bakaran tukang sate yang berada di sepanjang jalan yang bisa disebut dengan gang senggol.


Tidak terasa malam pun kian merayap, letih mulai menyelimuti sekujur tubuh dan kami pun mampir di restauran cepat saji mc donald tiba-tiba sepasang remaja menegur dengan bahasa Thailand. Shawadika, ujar sang bujang yang sedang antri bersama gadis cantik. Lantas kami pun menyebut bahwa kami dari Indonesia, salam yang diucapkannya merupakan salam dari bahasa Thailand.


Hostel tempat kami menginap memang bukan istimawa berada di lantai lima hostel kami bisa meliat pemandangan yang  indah dari Bell Tower.


Lelah setelah seharian terbang dari Chengdu dimana Brenden, putra kami sedang magang di perusahaan Games Disain Dr Panda berkantor di gedung Raffles centre.


Kami pun terlelap setelah menaiki tangga lantai lima hostel Bell Tower tempat kami menginap semalam untuk menyusun kekuatan besok menuju obyek wisata Teracota Worrior yang menjadi tujuan kami selain medjid tua karena komunitas umat muslim di Xian cukup besar dibandingkan di kota lainnya di Tiongkok.


Sebelumnya kami tertarik  mengunakan jasa travel untuk mengantar kami ke Teracota Army itu yang ditawarkan oleh pusat informasi turis di Xian dengan membayar 350 Yuan perorang ya sekitar 35 Pound sudah termasuk guide berbahasa Inggris dan makan siang plus berkunjung ke dua obyek lainnya.


Sayang pas kami akan membayar dengan mengunakan kartu, mesin sang travel rusak dan maaf kami tidak membawa duit sebanyak itu. Akhirnya gagal kembali ke rencana semula dengan kendaraan umum yang ternyata cukup nyaman.


Pagi-pagi usai sarapan ala backpaker dengan indomie gelas kami pun langsung menuju terminal bus dengan mengunakan bus no 8 dari depan hostel Bell Tower dengan membayar dua yuan langsung masuk ke dalam kotak di dekat pak supir.


Perjalanan sekitar 15 menit menembus padatnya lalu lintas di pagi hari dimana sebagian besar masyarakat Tiongkok kembali beraktivitas setelah libur masal merayakan Imlek bersama keluarga kami pun sampai di terminal bus yang masih satu wilayah dengan stasiun kereta api.


Kita cari bus no 306, ujar Butet, ponakan ku yang punya hobby jalan seperti tante nya ini dan ternyata harus antri banyak juga masyarakat Tiongkok yang masih berlibur. Bus yang berderet rapih itu pun satu persatu penuh penumpang langsung berangkat dan giliran kami pun masuk bus dengan tertib setelah penuh bus kembali melaju menuju Lintong District yang ditempuh hampir satu jam dari kota Xian.


Kami pun bertanya ke segerombolan remaja berapa biaya tiket bus, karena kondektur asyik berbicara dengan bahasa China yang tidak kami mengerti itu. Satu orang bayar nya 9 Yuan, ujar mereka.


Uang pun sudah kami siapkan dan mata kami pun meliat pemandangan dari luar jendela sementara sang kondektur terus bercerita entah apa yang dikatakannya kami mengira-gira mungkin dia bercerita tentang kehebatan para Dinasty zaman dulu.

 

Akhirnya bus sampai di lokasi dan seluruh penumpang pun berhamburan keluar dengan satu tujuan ingin menyaksikan bagaimana para pasukan kerajaan setia menemani sang raja yang mangkat dan tidak mau ditinggal sendirian.


Mau di kubur aja koq ajak pasukan ya, pikiran jahil kami yang harus berjalan lebih dari satu kilo menuju komplek Teracota Worrior itu yang dipenuhi dengan pepohonan serta sepanjang mata memandang bukit dan gunung mengeliling komplek Terakota Worrior.


Untuk masuk komplek kami harus membeli tiket seharga 30 Yuang. Duh untung nggak ikutan travel ya coba kami bisa save money cukup banyak.


Komplek obyek wisata Teracota worrior terdiri dari beberapa bangunan dan mulai dari museum sampai pada pit tempat menyimpan sang pasukan yang berbaris dengan rapih.


Dalam gedung museum yang disebut dengan pit yang cukup luas itu sang pasukan yang jumlahnya ribuan itu dengan gagah dan tenang berbaris dengan rapih.


Sementara masih banyak yang tertimbun tanah yang belum dapat diselamatkan dan masih dalam pekerjaan bagaikan membentuk puzzale yang berserakan.


Kami pun mengelilingi gedung yang seluas lima lapangan sepakbola itu yang setiap pinggir nya dipenuhi turis yang sebagian besar masyarakat Tiongkok dan satu dua wisatawan mancanegara seperti kami.


Puas menyusuri satu gedung ke gedung lain dan tentunya berselfie ria serta membuat video kami pun keluar museum kali ini menikmati hawa segar penghujung musim dingin pegunungan yang masih diluputi salju tipis.


Mata kami pun menangkap wajah yang cukup akrab di jejeran photo para kepala negara yang pernah berkunjung ke Terakota Worrior ini.


Ehhhh itu kan Pak Harto dan Ibu Tien celoteh saya, ternyata ada juga Presiden Indonesia yang menjadi saksi kejayaan Tiongkok dalam dinasti Qin. Ternyata berguru ke negeri China juga sudah dilakukan pemimpin Indonesia. 12/13-2-16


Wisata Religi 


Semalam di Xian 14/2/16


Kalimat tuntutlah ilmu sampai negeri Cina dari pepatah Arab itu mungkin ada benarnya.


Bagaimana tidak beberapa Medjid ada yang berusia sampai 650 tahun seperti yang terdapat di kota Xian.


Xian yang pernah menjadi ibu kota China sebelum Beijing dan pusat pemerintahan banyak dinasti China yang berpengaruh seperti Dinasti Zhou, Sin,Han, Sui dan Tang.


Dalam sejarah tercatat bahwa Xian pernah menjadi tempat tinggal 73 Kaisar China.


Xian juga pernah menjadi jalur sutra karena letaknya yg strategis.


Saat saya berkunjung ke negara tirai bambu itu pun tidak ingin saya liwatkan untuk berkunjung ke medjid tentu nya menjalani ibadah sholat.


Selain berkunjung ke medjid di Chengdu, kota dimana Brenden lagi magang di perusahaan Games Disain, medjidnya terbilang maju tetap dengan gaya klenteng.


Saat saya ke Xian untuk berkunjung ke Terakota worrior saya pun berkunjung ke mesjid yang berada di komplek kota tua Xian.Dinding papan didalam mesjid bertuliskan huruf Arab.


Saking tuanya medjid Xian juga menarik wisatawan mancanegara karena bentuk dan arsitektur campuran antara budaya muslim dan tradional china.


Komplek mesjid raya Xian yang merupakan mesjid tertua berusia 650 tahun yang berada di antara bangunan pasar  dipintu masuk terdapat loket penjual tiket masuk.


Saat saya berkunjung, kepada petugas saya katakan kalo saya ingin sholat. Sang bapak pun menyebut Malaysia, bapak itu pikir kami dari Malaysia, secara spontan kami pun menyebut Indonesia.


Kenapa ya bapak itu pikir kita dari Malaysia, kami ingin bertanya namun bahasa menjadi kendala karena orang China umumnya tidak berbahasa Inggris.


Ya sudahlah yang penting kami bisa sholat di medjid tua ini dan mengagumi keindahan bangunan yang bergaya klenteng itu.


Thanks ya Allah, saya bisa merasakan kasih Mu di China ini dan bersyukur betapa beruntungnya saya. Thanks ya daddy hadiah ulang tahun terindah mengunjungi brenden plus jalan-jalan di Xian dan Beijing tentunya untuk menuntut ilmu kehidupan pengalaman yang sangat berharga.(zg)