London (ANTARA News) - Orang-orang memenuhi jalan dan rela mengantre selama berjam-jam untuk mendapat kesempatan tawar menawar di toko-toko terbaik Inggris selama Boxing Day, ritual tradisi sehari setelah Natal.

Antrean pebelanja di pusat-pusat pertokoan Oxford Street London seperti Selfridges dan Westfield menjadi pemandangan umum selama Boxing Day.

"Saya datang pukul 06.00 pagi, tapi ternyata sudah banyak yang mengantre di pintu masuk Next," kata Atu Rosalina Sagita, mantan pebulutangkis Indonesia yang kini menetap di Colchester.

Atu datang bersama rekannya dari Prancis yang khusus datang untuk berburu barang obral. Mereka sudah berusaha datang pagi untuk mendapat kesempatan membeli barang obral, tapi ternyata orang-orang sudah mengantri sejak subuh.

Bahkan sebagian orang sudah datang mengantre di Westfield Stratford City - London sejak semalam.

Perancang busana Indonesia Priyo Oktaviano pun tak mau ketinggalan memanfaatkan peluang untuk mendapatkan barang bagus dengan harga bagus selama Boxing Day.

Pemilik lini busana siap pakai Spous itu sengaja terbang dari Indonesia bersama rekannya Indri Satiya Handayani untuk menikmati tradisi obral penjualan sehari setelah Natal di London, berbaur dengan para pebelanja Inggris dan wisatawan manca negara.

"Teman saya yang sudah belanja. Saya baru lihat-lihat saja," kata Priyo yang selama di London menginap di Mandarin Oriental Hotel, yang berseberangan dengan megamal Harvey Nichols.

Jutaan pemburu diskon memadati pusat-pusat perbelanjaan London dan wilayah Inggris yang lain. Toko-toko sudah membuka pintu pukul 06:00 GMT dan memberikan potongan harga hingga 70 persen.

Bahkan aksi mogok kerja ratusan pegawai layanan kereta bawah tanah di London tidak menghalangi mereka memburu produk fesyen merek ternama dengan harga diskon.

Toko terkemuka di Chelshire Oak yang sering dikunjungi para pejabat dari Indonesia juga penuh pengunjung. "Semua baju dan sepatu branded ngumpul di sini!" kata Maharani Yusro yang datang dari Colchester bersama keluarga untuk memburu barang diskon.

Menurut survei, konsumen di Inggris menghabiskan hampir tiga milyar poundsterling atau sekitar Rp46,6 triliun dalam satu hari selama Boxing Day. Itu belum termasuk nilai pembelian konsumen yang berbelanja daring sejak Natal.


Perilaku konsumen

Menurut Febriantina Dewi, yang sering mengamati perilaku konsumen, fenomena berburu barang obral dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk di antaranya faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologi.

Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor yang sedang menyelesaikan pendidikan di Wageningen University, Belanda, itu kemudian mengutip tipe belanja konsumen menurut Laurie Babin dari University of Southern Mississipi, Amerika Serikat.

Menurut Laurie, ada dua tipe belanja konsumen yakni tipe hedonic dan tipe utilitarian.

Dalam buku berjudul "The Effect of Motivation to Process on Consumers` Satisfaction Reactions", dia menyatakan bahwa tipe hedonic menjadikan belanja sebagai ajang rekreasi dan mendapatkan pengalaman berbelanja yang berkualitas.

Penulis Morris B. Holbrook dan Elizabeth C. Hirschman dalam buku "The Experimential Aspects of Consumption: Consumer Fantasies, Feelings, and Fun" menyebut keterlibatan faktor kesenangan dan main-main dalam tipe belanja konsumen hedonic.

Febriantina mengatakan, saat tujuan berbelanja adalah untuk pengalaman yang menyenangkan maka pembelian cenderung dilakukan tanpa perencanaan dan kadang impulsif.

"Pembelian kado Natal merupakan suatu pengalaman yang menyenangkan bagi konsumen yang dapat memandu konsumen ke belanja hedonic," katanya.

Konsumsi hedonic, menurut dia, meliputi aspek perilaku yang berhubungan dengan multi-sensory, fantasi dan emosi yang dikendalikan oleh kesenangan seperti pendekatan etis yang disebut Hirschman dan Holbrook dalam bukunya.

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara gairah dengan konsumsi hedonic, yang membuat gerai belanja menjadi tempat yang sangat menarik untuk menghabiskan waktu.

Sementara tipe belanja konsumen utilitarian lebih mengacu pada aspek kegunaan dan manfaat. Konsumen dengan tipe ini biasa membeli barang secara rasional, hanya membeli sesuai dengan kebutuhan.

Konsumen tipe utilitarian juga tidak begitu terpengaruh dengan segala bujukan yang dilancarkan oleh pemasar.

Selain itu ada faktor situasional yang mempengaruhi pembelian, yakni faktor eksternal di lingkungan belanja yang menarik konsumen melakukan pembelian. Termasuk di dalamnya, menurut Febriantina, aspek lingkungan fisik dan ruang seperti warna, suara, cahaya, cuaca dan pengaturan ruang.

Bagi pemasar, lingkungan fisik merupakan wilayah yang dapat mereka "manipulasi" sedemikian rupa untuk menghadirkan stimulus yang bisa mempengaruhi perilaku konsumen.

Itu sebabnya, misalnya saat menjelang Natal seperti ini, semua toko akan saling berlomba menarik perhatian konsumen untuk mampir ke toko dengan berbagai dekorasi dan iming-iming diskon, katanya.

Mereka memasang tulisan "diskon" berukuruan besar di depan toko, menghias toko dengan hiasan Natal yang gemerlap, serta mengundang sekelompok anak-anak sekolah untuk menyanyikan lagu-lagu Natal untuk menarik konsumen masuk dan membuat mereka betah tinggal lama di toko.

Ia menambahkan, selain itu juga ada faktor lingkungan sosial  yang mempengaruhi aktivitas konsumen. Interaksi personal saat berbelanja kadang memicu pembelian. Bahkan raut wajah gembira seseorang yang mengantre untuk membayar bisa menularkan antusiasme kepada konsumen lain untuk melakukan pembelian.

(ZG)