Dokter muda Indonesia bertugas di garis depan covid-19 di London
News ID: 1122644
London (ANTARA) -
Seorang dokter muda Indonesia masih berkutat di garis depan rumah sakit di kota London dalam melayani para penderita Covid-19 yang jumlah kematiannya masih terus meningkat.
Sepertinya pandemi Covid-19 di Inggris masih belum tahu kapan akan berakhirnya dan masih belum ketahuan kenapa korban covid-19 di Inggris setinggi ini, ujar dokter Ardito Widjono (26) kepada Antara London, Sabtu.
Musti ada inquiry dan data yang benar dulu. Kemunkinan karena lockdown measure terlalu lambat atau ineffective tapi itu baru spekulasi saja, ujar Dito demikian putra pertama pasangan Argo Onny Widjono dan Endang Nurdin yang lama menetap di London, Inggris biasa disapa.
Orang tua mana yang tidak merasa khawatir dan stress anaknya yang bertugas di garis depan covic-19 di Inggris yang tidak tahu kapan berakhirnya.
“Bukan khawatir lagi mbak, stress banget. Takut dia ketularan dengan APD yang terbatas apalagi Dito kan harus bertugas di garis depan covid-19,” ujar Endang yang bekerja di BBC Indonesia London kepada Antara London, Sabtu.
Dikatakannya apalagi rumah sakit tempat Dito bertugas rumah sakit Barnet di London utara, salah satu rumah sakit yang dijadikan rumah sakit khusus merawat pasien pasien covid sejak akhir Maret lalu saat kasus covid-19 di Inggris baru sekitar 17 ribu dengan jumlah meninggal sekitar 1.000 orang.
Jadi para dokter, termasuk Dito mengalami beban yang sedemikian rupa, termasuk menyaksikan banyak pasien meninggal, mengontak atau menelpon keluarga, ujar Endang lagi.
Dito yang berhasil menyelesaikan pendidikan pada tahun 2017 di kedokteran Kings' College London, awalnya bertugas di bagian ortopedi atau bedah tulang, terus dokter dari semua unit, dokter junior dan senior ditarik untuk bertugas di covid emergency.
Untungnya para dokter yang bertugas di rumah sakit Barnet, khusus covid-19 mendapat tempat tinggal semacam mess di dekat rumah sakit. Supaya mereka tidak menulari keluarga.
“Biasanya Dito berani pulang setelah dia tidur dulu setelah dinas malam dan memastikan diri tidak demam trus mandi, dan baru pulang ke rumah meskipun tidak terlalu jauh, ujar Endang.
Dokter Dito bercerita tentang tugas nya di fronline covid-19 di rumah sakit Barnet yang menjadi rumah sakit khusus merawat pasien covid-19 di London.
Menjelang akhir Maret 2020, setelah menghabiskan empat bulan bekerja di bedah ortopedi, saya menerima email dari direktur medis rumah sakit menjelaskan bahwa saya akan dipindahtugaskan ke bagian darurat yang dimulai pada minggu berikutnya.
Dikatakan tidak saja dirinya yang dikirim ke bagian gawat darurat tetapi juga sebagian besar dokter junior di rumah sakit, semua ditarik dari berbagai spesialisasi medis dan bedah untuk membentuk satu tenaga kerja bersatu melawan COVID-19.
Dikatakan meskipun pemberitahuan sangat singkat, membuat perubahan mendadak pada rencana pribadi dokter Dito dan juga hilangnya kesempatan yang dijadwalkan dalam unit kecelakaan dan darurat.
Meskipun saya senang dengan kepindahan tersebut dan saya merasa bisa berada di tempat yang paling dibutuhkan dan saya bangga akan dapat menggunakan keterampilan saya untuk membantu para penderita penyakit yang belum ada obatnya, ujar Dito yang pernah sukses mengelar promosi Indonesia dalam balutan Indonesia Weekend, di Potters Fields dengan latar Tower Bridge di depan kantor Mayor atau walikota London
Lebih lanjut Dito mengatakan tugas nya di fronline covid-19 ini bertepatan dengan minggu pertama dari rota darurat persis saat puncak kasus di Inggris.
Dikatakannya pada hari pertama bertugas baru terasa seperti memasuki briefing militer sebelum pergi ke pertempuran.
Dikatakan lusinan dokter junior dan senior berkerumun di ruang serah terima untuk merumuskan rencana kehadiran kami. Banyak dari kita belum pernah melihat pasien dengan Covid-19 sebelumnya dan , beberapa dari kita tidak bekerja di bangsal medis selama bertahun-tahun.
Namun demikian, sebagian besar bersemangat untuk menghadapi tantangan sekali seumur hidup ini, ujar Dito yang pernah menjadi komentator Sepak Bola Liga Premier, bahasa Indonesia.
“Kami dialokasikan dengan rapi ke bangsal khusus di email yang telah mereka kirimkan sebelumnya, tetapi kenyataannya tidak senyaman itu. Hingga sepertiga dari tenaga kerja dokter melakukan isolasi sendiri karena dugaan Covid-19 atau dengan anggota rumah tangga yang sakit.
Akibatnya, setiap pagi ada perombakan besar untuk menyumbat kesenjangan dalam kepegawaian dan memastikan bahwa setiap lingkungan memiliki staf yang sebaik mungkin.
Menurut Dito, saat ia berjalan melewati lingkungan setiap hari ia merasakan ketegangan dari rekan-rekannya. Ada perasaan bahaya potensial di balik setiap pintu ke kamar atau pintu pasien dengan Covid-19 dan masih ada ketidakpastian perasaan tentang spesifikasi alat pelindung diri (APD).
Masker bedah IIR yang tahan cairan atau masker FFP3 uji fit? Kacamata plastik atau pelindung wajah penuh? Celemek atau gaun bedah? Panduan untuk APD terus berkembang dan pembaruan tampaknya datang setiap beberapa hari.
Dikatakannya setiap informasi baru yang diberikan mengenai PPE tampaknya hanya menambah kebingungan dan ada juga rasa frustrasi yang berkembang seputar kekurangan APD. Terlepas dari situasi APD, kami semua bertekad untuk memberikan pasien kami perawatan terbaik, ujar yang meraih sarjana imaging sciences di tahun 2015 yang memingkinkan untuk mahasiswa kedokteran yang ingin gelar ganda.
Dito yang akhirnya lulus kedokteran Kings' College London pada tahun 2017 sempat bertugas selama satu tahun di University College Hospital, London dan sejak January di Barnet Hospital dan pada akhir Maret khusus Covid-19.
Dito yang sempat jadi pengurus PPI UK dan pengurus YIPA Young Indonesian professionals association mulai terbiasa merawat pasien Covid-19 dan seperti kebiasaan setelah beberapa hari pertama. “Kami merasa lega mendapati bahwa sebagian besar pasien kami membaik dan akhirnya dipulangkan. Tetapi bagi mereka yang memburuk, itu adalah pilihan yang sulit antara eskalasi ke perawatan intensif atau tinggal di bangsal untuk paliasi - memastikan mereka bisa senyaman mungkin meskipun datang ke akhir hidup mereka.
Menurut Dito, ambang batas untuk memasuki perawatan intensif untuk ventilasi sekarang jauh lebih tinggi daripada sebelumnya pasien yang lebih muda untuk bertahan hidup lebih disukai ada sayangnya sejumlah besar pasien meninggal di bangsal yang sebelum pandemi menjadi perawatan intensif .
Dito pun mengakui jumlah kematiannya tidak seperti apa pun yang pernah dialami sebelumnya dalam kariernya. “Kami menelepon kerabat pasien setiap hari untuk memperbaruinya tentang perkembangan dan mencoba memberikan kepastian.
Hal ini cukup sulit, tetapi menyampaikan berita bahwa seorang pasien meninggal telepon beberapa kali sehari, hampir setiap hari, merupakan beban yang memilukan, demikian Dito yang saat hari Raya Idul Fitri bisa berlebaran bersama ayahbunda dan adik perempuannya.
Dito pun tidak tahu akan berakhir nya pada awal adrenalin bekerja cukup keras terutama bekerja di garis depan membuat stress dan kekhawatiran. Meskipun beberapa hari sudah terasa luar biasa, tidak ada cara untuk mengetahui apakah kami sudah berada di puncak atau apakah kenaikan kasus baru saja dimulai.
Ada ketakutan yang ada di mana-mana untuk menangkap virus dan menularkannya kepada orang yang Anda cintai, sementara beban emosional untuk memanggil kerabat yang berduka dan putus asa tidak pernah menjadi lebih mudah. Saya sering menghabiskan malam hari berdoa untuk mengakhiri semua ini, namun mengetahui dengan sangat baik bahwa pandemi terburuk akan berakhir, ujar Dito yang sejak kecil bercita-cita menjadi dokter pada waktu ia berusia balita saat meliat omanya meninggal. Dia ingat moment, karena Opanya seorang dokter.
Pada saat usia 9 tahun dia bertanya, kenapa mama tidak mengobat oma dan opa dengan benar. Sejak saat itu dia bilang saya akan menjadi dokter, kenang Endang tentang putra nya yang pada saat ILUNI dokter UI, tahun 2005, Dito pun sempat bertemu dengan rekan-rekan opanya yang akhirnya mengantarkan dokter Dito bertugas di fronline covid-19 di Kerajaan Inggris yang bersama rekannya Keelan Shaw, pada tahun 2018, Dito membentuk badan amal terdaftar di UKuntuk kesehatan anak-anak yatim di Uganda. (ZG)
Seorang dokter muda Indonesia masih berkutat di garis depan rumah sakit di kota London dalam melayani para penderita Covid-19 yang jumlah kematiannya masih terus meningkat.
Sepertinya pandemi Covid-19 di Inggris masih belum tahu kapan akan berakhirnya dan masih belum ketahuan kenapa korban covid-19 di Inggris setinggi ini, ujar dokter Ardito Widjono (26) kepada Antara London, Sabtu.
Musti ada inquiry dan data yang benar dulu. Kemunkinan karena lockdown measure terlalu lambat atau ineffective tapi itu baru spekulasi saja, ujar Dito demikian putra pertama pasangan Argo Onny Widjono dan Endang Nurdin yang lama menetap di London, Inggris biasa disapa.
Orang tua mana yang tidak merasa khawatir dan stress anaknya yang bertugas di garis depan covic-19 di Inggris yang tidak tahu kapan berakhirnya.
“Bukan khawatir lagi mbak, stress banget. Takut dia ketularan dengan APD yang terbatas apalagi Dito kan harus bertugas di garis depan covid-19,” ujar Endang yang bekerja di BBC Indonesia London kepada Antara London, Sabtu.
Dikatakannya apalagi rumah sakit tempat Dito bertugas rumah sakit Barnet di London utara, salah satu rumah sakit yang dijadikan rumah sakit khusus merawat pasien pasien covid sejak akhir Maret lalu saat kasus covid-19 di Inggris baru sekitar 17 ribu dengan jumlah meninggal sekitar 1.000 orang.
Jadi para dokter, termasuk Dito mengalami beban yang sedemikian rupa, termasuk menyaksikan banyak pasien meninggal, mengontak atau menelpon keluarga, ujar Endang lagi.
Dito yang berhasil menyelesaikan pendidikan pada tahun 2017 di kedokteran Kings' College London, awalnya bertugas di bagian ortopedi atau bedah tulang, terus dokter dari semua unit, dokter junior dan senior ditarik untuk bertugas di covid emergency.
Untungnya para dokter yang bertugas di rumah sakit Barnet, khusus covid-19 mendapat tempat tinggal semacam mess di dekat rumah sakit. Supaya mereka tidak menulari keluarga.
“Biasanya Dito berani pulang setelah dia tidur dulu setelah dinas malam dan memastikan diri tidak demam trus mandi, dan baru pulang ke rumah meskipun tidak terlalu jauh, ujar Endang.
Dokter Dito bercerita tentang tugas nya di fronline covid-19 di rumah sakit Barnet yang menjadi rumah sakit khusus merawat pasien covid-19 di London.
Menjelang akhir Maret 2020, setelah menghabiskan empat bulan bekerja di bedah ortopedi, saya menerima email dari direktur medis rumah sakit menjelaskan bahwa saya akan dipindahtugaskan ke bagian darurat yang dimulai pada minggu berikutnya.
Dikatakan tidak saja dirinya yang dikirim ke bagian gawat darurat tetapi juga sebagian besar dokter junior di rumah sakit, semua ditarik dari berbagai spesialisasi medis dan bedah untuk membentuk satu tenaga kerja bersatu melawan COVID-19.
Dikatakan meskipun pemberitahuan sangat singkat, membuat perubahan mendadak pada rencana pribadi dokter Dito dan juga hilangnya kesempatan yang dijadwalkan dalam unit kecelakaan dan darurat.
Meskipun saya senang dengan kepindahan tersebut dan saya merasa bisa berada di tempat yang paling dibutuhkan dan saya bangga akan dapat menggunakan keterampilan saya untuk membantu para penderita penyakit yang belum ada obatnya, ujar Dito yang pernah sukses mengelar promosi Indonesia dalam balutan Indonesia Weekend, di Potters Fields dengan latar Tower Bridge di depan kantor Mayor atau walikota London
Lebih lanjut Dito mengatakan tugas nya di fronline covid-19 ini bertepatan dengan minggu pertama dari rota darurat persis saat puncak kasus di Inggris.
Dikatakannya pada hari pertama bertugas baru terasa seperti memasuki briefing militer sebelum pergi ke pertempuran.
Dikatakan lusinan dokter junior dan senior berkerumun di ruang serah terima untuk merumuskan rencana kehadiran kami. Banyak dari kita belum pernah melihat pasien dengan Covid-19 sebelumnya dan , beberapa dari kita tidak bekerja di bangsal medis selama bertahun-tahun.
Namun demikian, sebagian besar bersemangat untuk menghadapi tantangan sekali seumur hidup ini, ujar Dito yang pernah menjadi komentator Sepak Bola Liga Premier, bahasa Indonesia.
“Kami dialokasikan dengan rapi ke bangsal khusus di email yang telah mereka kirimkan sebelumnya, tetapi kenyataannya tidak senyaman itu. Hingga sepertiga dari tenaga kerja dokter melakukan isolasi sendiri karena dugaan Covid-19 atau dengan anggota rumah tangga yang sakit.
Akibatnya, setiap pagi ada perombakan besar untuk menyumbat kesenjangan dalam kepegawaian dan memastikan bahwa setiap lingkungan memiliki staf yang sebaik mungkin.
Menurut Dito, saat ia berjalan melewati lingkungan setiap hari ia merasakan ketegangan dari rekan-rekannya. Ada perasaan bahaya potensial di balik setiap pintu ke kamar atau pintu pasien dengan Covid-19 dan masih ada ketidakpastian perasaan tentang spesifikasi alat pelindung diri (APD).
Masker bedah IIR yang tahan cairan atau masker FFP3 uji fit? Kacamata plastik atau pelindung wajah penuh? Celemek atau gaun bedah? Panduan untuk APD terus berkembang dan pembaruan tampaknya datang setiap beberapa hari.
Dikatakannya setiap informasi baru yang diberikan mengenai PPE tampaknya hanya menambah kebingungan dan ada juga rasa frustrasi yang berkembang seputar kekurangan APD. Terlepas dari situasi APD, kami semua bertekad untuk memberikan pasien kami perawatan terbaik, ujar yang meraih sarjana imaging sciences di tahun 2015 yang memingkinkan untuk mahasiswa kedokteran yang ingin gelar ganda.
Dito yang akhirnya lulus kedokteran Kings' College London pada tahun 2017 sempat bertugas selama satu tahun di University College Hospital, London dan sejak January di Barnet Hospital dan pada akhir Maret khusus Covid-19.
Dito yang sempat jadi pengurus PPI UK dan pengurus YIPA Young Indonesian professionals association mulai terbiasa merawat pasien Covid-19 dan seperti kebiasaan setelah beberapa hari pertama. “Kami merasa lega mendapati bahwa sebagian besar pasien kami membaik dan akhirnya dipulangkan. Tetapi bagi mereka yang memburuk, itu adalah pilihan yang sulit antara eskalasi ke perawatan intensif atau tinggal di bangsal untuk paliasi - memastikan mereka bisa senyaman mungkin meskipun datang ke akhir hidup mereka.
Menurut Dito, ambang batas untuk memasuki perawatan intensif untuk ventilasi sekarang jauh lebih tinggi daripada sebelumnya pasien yang lebih muda untuk bertahan hidup lebih disukai ada sayangnya sejumlah besar pasien meninggal di bangsal yang sebelum pandemi menjadi perawatan intensif .
Dito pun mengakui jumlah kematiannya tidak seperti apa pun yang pernah dialami sebelumnya dalam kariernya. “Kami menelepon kerabat pasien setiap hari untuk memperbaruinya tentang perkembangan dan mencoba memberikan kepastian.
Hal ini cukup sulit, tetapi menyampaikan berita bahwa seorang pasien meninggal telepon beberapa kali sehari, hampir setiap hari, merupakan beban yang memilukan, demikian Dito yang saat hari Raya Idul Fitri bisa berlebaran bersama ayahbunda dan adik perempuannya.
Dito pun tidak tahu akan berakhir nya pada awal adrenalin bekerja cukup keras terutama bekerja di garis depan membuat stress dan kekhawatiran. Meskipun beberapa hari sudah terasa luar biasa, tidak ada cara untuk mengetahui apakah kami sudah berada di puncak atau apakah kenaikan kasus baru saja dimulai.
Ada ketakutan yang ada di mana-mana untuk menangkap virus dan menularkannya kepada orang yang Anda cintai, sementara beban emosional untuk memanggil kerabat yang berduka dan putus asa tidak pernah menjadi lebih mudah. Saya sering menghabiskan malam hari berdoa untuk mengakhiri semua ini, namun mengetahui dengan sangat baik bahwa pandemi terburuk akan berakhir, ujar Dito yang sejak kecil bercita-cita menjadi dokter pada waktu ia berusia balita saat meliat omanya meninggal. Dia ingat moment, karena Opanya seorang dokter.
Pada saat usia 9 tahun dia bertanya, kenapa mama tidak mengobat oma dan opa dengan benar. Sejak saat itu dia bilang saya akan menjadi dokter, kenang Endang tentang putra nya yang pada saat ILUNI dokter UI, tahun 2005, Dito pun sempat bertemu dengan rekan-rekan opanya yang akhirnya mengantarkan dokter Dito bertugas di fronline covid-19 di Kerajaan Inggris yang bersama rekannya Keelan Shaw, pada tahun 2018, Dito membentuk badan amal terdaftar di UKuntuk kesehatan anak-anak yatim di Uganda. (ZG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar