Rabu, 23 Januari 2008

DOWNING STREET TALK



PM INGGRIS GELAR "DOWNING STREET TALK" ATASI KREDIT BERMASALAH


London, 23/1 (ANTARA) - Perdana Menteri Inggris Gordon Brown beserta jajarannya, pada Selasa malam lalu, melakukan pertemuan darurat guna menenangkan pasar seiring upaya pemerintah di seluruh dunia meyakinkan para penanam modal yang sedang panik.


Pemerintah Inggris telah mengadakan koordinasi dengan mitranya dari Jerman, Perancis dan Italia, dalam suatu pembicaraan yang dinamakan "Downing Street Talks" untuk mendiskusikan peranan dan upaya perbankan dalam mengatasi kredit bermasalah dengan cepat, demikian media Inggris Financial Times, Rabu menyoroti krisis yang terjadi.


Untuk menghindari terulangnya krisis kredit saat ini, Perdana Menteri menghimbau perlunya meningkatkan transparansi sistem perbankan, koordinasi antarpembuat kebijakan nasional, meninjau ulang peranan agen pembuat rating kredit, dan memperkuat pengelolaan risiko likuiditas.


Sikap pemerintah Inggris ini diambil setelah menyaksikan hari-hari yang menegangkan dalam perdagangan di pasar global yang mendorong Bank sentral AS melakukan pemangkasan suku bunganya secara mendadak.


Sementara itu, Gubernur Bank Sentral Inggris, Mervyn King, di hadapan anggota Institute of Directors di Bristol, Selasa lalu, mewanti-wanti kemungkinan negara itu mengalami tantangan ekonomi paling berat semenjak tahun 1997 dan memperkirakan bahwa aktivitas ekonomi mungkin akan melambat "cukup tajam" dalam jangka pendek.


Menurut King, Inggris akan menghadapi "a period of above-target inflation and a marked slowing in growth", suatu masa dimana di satu sisi inflasi berada di atas target dan di sisi lain ekonomi mengalami perlambatan.


Pernyataan tersebut juga dipicu oleh tindakan Bank Sentral AS, Federal Reserve, yang secara tak terduga memangkas suku bunganya sebesar 75 basis poin, dari 4,25 persen menjadi 3,5 persen Selasa lalu untuk menolong perekonomian AS dari ancaman resesi.


Tak akan ikuti Fed

Meskipun demikian, pengamat ekonomi Muslimin Anwar menilai Bank of England tak bakal mengikuti jejak Bank Sentral AS, memajukan jadwal Pertemuan Komite Kebijakan Moneternya (MPC) untuk menetapkan arah suku bunga dari posisi saat ini di 5,5 persen. Pertemuan Komite itu menurut rencana akan dilangsungkan sesuai jadwal pada tanggal 6 dan 7 Februari mendatang.


Menurut Doktor Moneter lulusan Brunel University, London, faktor gangguan yang dimaksud adalah harga energi yang meroket, harga makanan yang meningkat tajam, harga impor yang selangit disebabkan oleh nilai tukar yang melemah. Kesemuanya memberi kontribusi tekanan terhadap inflasi sampai di atas target 2 persen, tambah ekonom bank Indonesia ini.


Dengan mempertimbangkan bahwa suku bunga dan inflasi di Inggris saat ini sudah cukup rendah dan masih mampu menghadapi gejolak ekonomi dunia, Doktor Moneter lulusan Brunel University, London ini memperkirakan suku bunga tidak akan mengalami perubahan.


Kalaupun berubah, mantan mahasiswa Utama Universitas Indonesia ini lebih memilih perubahan ke bawah secara minimal. "Paling besar sebanyak 25 basis poin sebagaimana yang dilakukan pada bulan Desember lalu," ujar Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim (ICMI) London.


Hal ini dilakukan karena Gubernur Bank sentral Inggris memberikan perhatian yang besar dalam menjaga target inflasinya. Ia tak yakin kalau suku bunga acuan negara Inggris tersebut akan turun terlalu drastis, sebagaimana yang ditempuh oleh Federal Reserves. (U-ZG)(T.H-ZG/B/B012/B012) 23-01-2008 19:47:59

Tidak ada komentar: