Jumat, 25 Januari 2008

ERA BARU RI SWEDIA

Linggawaty Hakim: Hubungan RI dan Swedia Masuki Era Baru


Stockholm (ANTARA News) – Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Kerajaan Swedia dan Republik Latvia, Linggawaty Hakim, mengemukakan bahwa hubungan di antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Swedia memasuki era baru, setelah selesainya masalah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) melalui Perjanjian Helsinski, Finlandia, pada 15 Agustus 2005.

Dalam wawancara khusus dengan Wartawan ANTARA News, Zeynitta Gibbons, di ruang kerjanya pada Jumat (25/1) di Sysslomansgatan 18 - 1tr, 112 41 Stockholm-Swedia, Linggawaty Hakim menyatakan, keberadaan Duta Besar RI di Stockholm sejak November 2006 telah memberikan kesempatan bagi kedua negara untuk memulai kembali upaya peningkatan hubungan bilateral di berbagai bidang secara lebih maksimal.

"Berbagai rencana kerjasama dalam upaya meningkatkan hubungan bilateral Indonesia-Swedia telah mulai digulirkan," ujar peraih Master of International Law dari University of Stockholm, Swedia, itu.

Sebagai salah satu langkah kongkret, menurut diplomat karir Departemen Luar Negeri (Deplu) RI tersebut, dilakukannya proses pembentukan Dialog Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia-Swedia yang menekankan aksi nyata (concrete action), antara lain dengan pertukaran pengalaman di antara kedua negara untuk memajukan dan mempromosikan HAM.

Diakuinya bahwa dengan pembentukan Dialog HAM tersebut akan dapat mengordinasikan segala bentuk bantuan dan kerjasama di antara kedua negara yang selama ini dilaksanakan oleh berbagai lembaga, seperti Swedish International Development Agency (SIDA) dan Roul Wallenberg Institute (RWI).

Berkaitan dengan itu, menurut dia, diharapkan hasilnya akan dapat lebih terfokus dan bermanfaat sesuai dengan prioritas dan kebutuhan Indonesia.

Menurut Linggawati, citra Indonesia di Swedia terus membaik seiring dengan perkembangan positif kondisi politik dan keamanan di Indonesia. Berbagai kunjungan yang dilakukan oleh pejabat tinggi dan juga ditingkat teknis dari berbagai lembaga maupun instansi pemerintah dari Indonesia dan Swedia dalam frekuensi yang cukup tinggi mencerminkan peningkatan hubungan tersebut.

Ia mengemukakan, Swedia memandang Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki peran penting di kawasan Asia Tenggaran dan dapat menjadi mitra bagi upaya mempromosikan kepentingan Swedia di kawasan tersebut.

Linggawaty, yang pernah bertugas di Perwakilan Tetap RI untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, mengatakan bahwa potensi dan peluang kerjasama Indonesia-Swedia masih sangat besar dan dapat lebih dikembangkan di berbagai bidang untuk kepentingan kedua negara.

Di bidang ekonomi, menurut mantan Kepala Bidang Politik (Kabidpol) Perwakilan RI untuk Uni Eropa (UE) yang berkedudukan di Brussels (Belgia) itu, adanya perhatian yang sangat besar dari kalangan kedua negara. "Beberapa perusahaan Swedia telah kembali memandang Indonesia sebagai negara tujuan dalam mengembangkan investasi mereka," ujarnya.

Saat ini terdapat sebanyak 44 perusahaan Swedia yang membuka kantor cabang di Indonesia, ujar Linggawaty, yang mantan Direktur Organisasi Internasional Non-PBB untuk Bidang Ekonomi dan Pembangunan, dan Direktur Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang di Deplu RI.

Tidak hanya itu, alumnus Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) di Bandung itu menyatakan, perusahaan besar dari Swedia, seperti Ericsson bahkan telah menempatkan Indonesia sebagai negara tujuan investasi dan pasar ketiga terbesar di dunia setelah Cina dan India.

"Perluasan kegiatan industri dan investasi Ericsson selama tahun 2007 merupakan cerminan keseriusan dari Swedia," ujarnya.

Selain itu, Swedia juga memiliki perusahaan kelas dunia yang menanamkan modalnya di Indonesia, seperti Scanoil yang mengembangkan pusat energi alternatif "bio fuel" dari biji buah pohon jarak bernilai investasi mencapai 300 juta dolar Amerika Serikat (AS).

Keputusan kedua perusahaan besar Swedia itu diharapkan akan membuka jalan bagi perusahaan perusahaan Swedia lainnya untuk melakukan langkah yang sama, kata Linggawaty, yang pernah bertugas di KBRI Stockholm periode 1988–1991.

Salah seorang perempuan diplomat senior dari Deplu RI itu menambahkan, perbaikan citra Indonesia di Swedia secara umum juga tercermin dari peningkatan jumlah wisatawan Swedia yang datang ke Indonesia jumlahnya cukup besar selama 2007. (*)

Copyright © 2008 ANTARA

Tidak ada komentar: