Ekonomi Inggris Bisa Resesi Dalam Dua Tahun Mendatang
London (ANTARA News) - Ekonomi Inggris diperkirakan akan mengalami periode pertumbuhan terendah sepanjang 15 tahun terakhir, dan berisiko mengalami resesi dalam dua tahun ke depan, demikian laporan The Deloitte Economic Review yang dilansir BBC News.
Laporan The Deloitte Economic Review menyebutkan bahwa pasar properti akan mengalami masa suram dimana harga-harga rumah akan melorot sekitar lima persen tahun ini, menyusul kasus Northern Rocks.
"Krisis keuangan global yang diikuti 'credit crunch' telah mengakhiri periode kemudahan kredit yang akhir-akhir ini menjadi landasan bagi cepatnya laju kenaikan harga rumah," ujar Roger Bootle, penasihat ekonomi Deloitte.
George Soros, filantropis miliuner kelahiran Hungaria, saat berbicara di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, pada pekan lalu mengatakan bahwa sangat sulit untuk menghindari resesi ekonomi baik di Amerika Serikat (AS) maupun Inggris.
Harga rumah di Inggris telah terapresiasi sebanyak yang dialami AS. Ada kemiripan diantara keduanya, sehingga Inggris bukan tidak mungkin akan tertular ancaman resesi ekonomi yang tengah menghadang AS saat ini, ujarnya.
Sementara itu, pemerhati perekonomian Inggris asal Indonesia, Muslimin Anwar, berpendapat bahwa Bank Sentral Inggris (Bank of England/BoE) perlu mempertimbangkan secara serius kemungkinan menurunkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin dalam pertemuan Komite Kebijakan Moneter pada tanggal 7 Februari mendatang.
"Pertumbuhan ekonomi Inggris pada tahun ini akan turun menjadi sekitar dua persen dari 3,1 persen tahun lalu," ujar doktor moneter lulusan Brunel University, London.
Ekonom Bank Indonesia berpendapat bahwa BoE merasa khawatir terhadap inflasi, serta pertumbuhannya yang akan menurunkan suku bunga. "Inflasi sejatinya disebabkan oleh meningkatnya harga minyak dan bahan makan. Inflasi inti di Inggris saat ini relatif stabil," ujarnya.
Salah satu penyumbang perlambatan ekonomi Inggris adalah pertumbuhan ekspor Inggris yang diperkirakan tidak akan menggembirakan dikarenakan perlambatan ekonomi di AS, ujar Muslimin
Adanya resesi ekonomi kemungkinan berdampak pada ekspor Indonesia ke Inggris, mantan Mahasiswa Utama Universitas Indonesia (UI) itu mengatakan, "Ada kemungkinan ekspor Indonesia ke negara ini mengalami sedikit penurunan disebabkan pendapatan riil penduduknya yang juga menurun, sehingga mengurangi daya beli."
Namun demikian, Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) London itu berpendapat bahwa ekspor Indonesia ke Inggris masih dapat dipertahankan nilainya, apabila pemerintah Indonesia mampu secara cepat mengatasi permasalahan-permasalahan yang memengaruhi ekspor Indonesia ke Inggris selama ini.
Untuk itu, ia berharap, Pemerintah RI dapat membantu eksportir Indonesia dalam memenuhi "Food Safety Law" yang diberlakukan Uni Eropa (UE) sejak tahun lalu, dengan melakukan diplomasi terhadap ancaman penghentian impor udang Indonesia ke pasar Eropa.
Selain melakukan kerjasama pengembangan sertifikasi standar dan kualitas udang, negosiasi penerapan kuota dan tarif impor udang yang cukup tinggi, penerapan "anti-circumvention" UE terhadap produk tekstil serta alas kaki, dan adanya kampanye anti minyak kelapa sawit di pasar Internasional yang menganggap perkebunan kelapa sawit Indonesia penyebab kerusakan hutan, demikian Muslimin Anwar. (*)
COPYRIGHT © 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar