Sabtu, 09 Februari 2008

SIMBOL KEKUASAAN

KEKUASAAN SIMBOL SOEHARTO MASIH TBERLANGSUNG DI INDONESIA


London, 4/2 (ANTARA) - Berita mengenai mantan Presiden Indonesia yang kedua, M Soeharto yang mendapat liputan mulai sejak ia masuk rumah sakit hinga proses pemakaman menunjukkan sepuluh tahun gerakan reformasi belum mampu menghapus pengaruh politik "Bapak Pembangunan" itu, bahkan serpihan kekuasaan simbolis Soeharto tetap tersebar di mana-mana.


Hal itu diungkapkan Amich Alhumami, mahasiswa doktoral Antropologi Sosial di Universitas Sussex Inggris dalam diskusi online mengenai "Warisan Sistem Nilai Soeharto" yang diselenggarakan Pengurus Muhammadiyah United Kingdom di Birmingham, akhir pekan.


Dikatakannya, kekuasaan simbolis ini menjelma dalam berbagai ungkapan dalam konteks Soeharto yang terwujud seperti senyuman, bahasa tubuh, pangkat jenderal besar, bahkan sekadar frasa pendek "Keluarga Cendana".


"Kekuasaan simbolis ini menyimpan kekuatan pemaksa karena ia memiliki energi dahsyat yang bisa membuat orang lain bersedia tunduk-menyerah (submission) dan taat-mematuhi (obedience)," ujarnya.


Sementara itu mantan wartawan majalah Tempo dan wartawan BBC London, James Lapian mengakui bahwa media massa turut berperan dalam proses tersebut.


"Pada zaman Orde Baru, media banyak memuja-muja Soeharto. Saat ini ketika kebebasan pers sudah terjamin, keadaan tidak lebih baik lagi karena kepentingan ekonomi sekarang jauh lebih penting dari segalanya," ujarnya.


James yang kini menetap di Kerajaan Inggris mensinyalir afiliasi kepemilikan media, terutama elektronik oleh Keluarga Cendana menyebabkan distorsi dalam pemberitaan di sekitar sakit dan meninggalnya Soeharto.


"Kita dipaksa untuk bersimpati dengan Soeharto karena pemberitaan digiring agar kita menyaksikan Soeharto yang tidak berdaya dan patut diberi maaf. Mereka yang mengingatkan berbagai pelanggaran HAM atau korupsi di zaman Soeharto seakan dianggap menyimpan dendam.


Hal ini juga diakibatkan karena wartawan saat ini dikejar-kejar berita. Sehingga orientasi mereka hanya konferensi pers. Konferensi pers menjadi sumber utama pemberitaan. Investigasi oleh media sangat langka, bahkan ketika dilakukan, malah berbalik menjadi bumerang.


Pesimis


Oleh karena itu, James agak pesimis bahwa media dapat memainkan peranan besar untuk mengungkap berbagai warisan pelanggaran HAM dan korupsi Soeharto.


Dalam diskusi yang diikuti berbagai kalangan mahasiswa di Inggris dan Eropa itu dipandu oleh Arianto Sangadji, aktivis LSM di Palu yang saat ini tengah belajar di Birmingham University.

Para peserta diskusi berharap rakyat Indonesia tidak larut dalam suasana simpati dan melupakan berbagai pelanggaran HAM dan korupsi yang sudah terkubur cukup lama.

Dalam kesempatan itu Amich mengingatkan kepada para pemimpin dengan mengutip tulisan Lord Acton, bahwa "great men are almost always bad men," karena itu para pemimpin agar berbuat yang sebaiknya untuk rakyat, karena bila tidak menjabat lagi, mereka akan dikenang sebagai orang yang bijak.


Sementara itu Viza Ramadhani dari Muhammadiyah United Kingdom mengatakan bahwa diskusi tersebut merupakan awal dari sarasehan Satu Dekade Reformasi yang akan diselenggarakan tanggal, 6 Maret mendatang di gedung KBRI di London.


Dalam sarasehatn tersebut pengurus Muhammadiyah Inggris akan menghadirkan sejumlah pembicara dari Indonesia seperti Prof. Dr. H.M Din Syamsuddin, Ketua PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Ryas Rasyid dari DPR RI, Dr. Rizal Sukma dari CSIS, Prof. Dr. Dewi Fortuna Anwar, dari LIPI dan The Habibie Center, Clara Yuwono dari CSIS dan Budiman Kastaman dari BI London. (T.H-ZG/B/M007/M007) 04-02-2008 10:28:13

Tidak ada komentar: