IKON HADIRKAN SUASANA
INDONESIA DITENGAH KOTA LONDON
Oleh Zeynita G
London, 21/10
(Antara) - Sebanyak 12 anak Inggris berusia delapan hingga 10 tahun
yang sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia muncul di panggung
di London dan bersenandung "Becak, becak tolong bawa saya..."
dengan aksen kental Inggris.
All Saint's
Children Choir di bawah pimpinan Luke Green hanya berlatih sekitar
tiga bulan namun dari pentas utama, berhasil memukau 200-an penonton,
warga Inggris bercampur dengan warga Indonesa dalam Festival tahunan
Indonesia kontemporer (IKON) yang digelar ARTiUK di SOAS,
University of London, akhir pekan lalu.
IKON yang
diadakan untuk ke tiga kalinya diresmikan Dubes RI untuk Kerajan
Inggris , T.M. Hamzah Thayeb menghadirkan suasana Indonesia di London
berhasil menarik perhatian masyarakat Indonesia dan juga warga
Inggris yang ada di London , demikian Direktur ARTiUK, Felicia
Nayoan-Siregar kepada Antara London, Senin.
Dubes T.M.
Hamzah Thayeb menyampaikan penghargaannya dan terima kasih kepada
para pengunjung Indonesia Kontemporer 2013.
"Seni dan
budaya merupakan salah satu upaya diplomasi yang efektif,"
ujarnya.
Usai
menyampaikan sambutan, Dubes Thayeb berbaur dengan para penonton
Inggris dan perantau Indonesia di aula utama menyaksikan fashion show
yang menampilkan rancangan kontemporer Leny McDonnell yang berbasis
corak tekstil tradisional Indonesia.
Felicia
Nayoan-Siregar mengatakan berbagai kekayaan Indonesia ditampilkan
dalam Indonesia Kontemporer diminati komunitas diluar masyarakat
Indonesia.
"Minat
yang tinggi seperti ini memaksa saya untuk langsung merencanakan
Indonesia Kontemporer 2014 walau lelah untuk persiapan tahun ini
belum pulih," ujarnya.
Dikatakannya
Indonesia kontemporer yang digelar lembaga nonprofit ARTiUK bekerja
sama dengan Centre of South East Asian Studies -University of London,
acara ini didukung penuh KBRI serta BKPM London.
Menurut
Felicia, IKON juga bertujuan mengenalkan keragaman budaya Indonesia
ke panggung internasional dan sekaligus mendukung warga Inggris yang
terinspirasi oleh seni budaya Indonesia.
Sementara itu
Ketua Centre of South East Asian Studies SOAS,Dr Carol Tan
mengharapkan Indonesia Kontemporer melembaga sebagai acara seni dan
budaya Indonesia di London.
"Ini
merupakan tahun yang ketiga dan saya harapkan terus berlangsung,"
katanya.
Suasana
Tanah Abang
Suasana pasar Tanah
Abang tiba-tiba terasa hadir di pusat kota London dengan hadirnya
sebanyak 16 warung makanan menjual beragam makanan mulai dari
rendang, tempe, ayam pedas, sate, bakso, soto, rujak, bubur sumsum,
pempek, dan berbagai makanan kering.
Sejumlah
kerajinan tangan dan tekstil Indonesia ikut dipajang dan dijual.
Suasana pasar Tanah Abang tiba-tiba terasa hadir di pusat kota
London.
Perantau yang
kangen Indonesia maupun warga Inggris yang suka berpetualang kuliner
pun membawa tas plastik berisi bumbu dan kopi sase serta kerupuk.
Sementara itu
Diane Gaffney, memamerkan koleksinya dan sekaligus membuka sesi dan
tanya jawab di ruang diskusi, yang juga diramaikan dengan pembahasan
tentang arsitektur dan seni di Indonesia dengan pembicara arsitek
Indonesia Daliana Suryawinata dan periset tekstil Inggris, Lesley
Pullen.
Pemeran kain
antik tradisional koleksi pribadi Lesley dan Diccon Pulen dari
Lampung dan Palembang memukau warga Indonesia yang merasa belum
pernah melihatnya.
Seorang
peneliti tekstil Batak asal Belanda, Sandra Niessen juga hadir
menuturkan pengalamnya dalam penelitian ulos di tanah Batak.
Presentasinya disusul dengan film pembuatan ulos berjudul Rangsa ni
tenun.
Dalam festival
Indonesia juga tampil Jagat Gamelan yang beranggotakan segala usia
campuran warga Inggris dan Indonesia . Kelompok amatir dari London
yang beranggotakan anak sekolah, mahasiswa, karyawan, maupun ibu
rumah tangga ini sudah beberapa kali tampil di pentas umum dan sudah
memiliki pendukung setia yang memenuhi aula utama.
Penampilan dua
jago tari topeng Bali terbaik di Inggris Tiffany Strawson dan
Margaret Coldiron, membuat penonton tertawa lepas saat menampilkan
kisah klasik dunia Barat, Red Riding Hood.
Acara puncak
diisi dengan penampilan kelompok tari Indonesia kontemporer asal
Australia yang baru menyelesaikan tur di Eropa daratan. Lima penari
antara lain mempertontonkan tari kipas yang dikemas dengan gerakan
yang lebih cepat dan sentuhan modernitas untuk pakaiannya.
Dan menutup
kehadiran bumi Indonesia di London, giliran para hadirin yang mengisi
panggung dengan tarian bersama Poco-poco. Tua muda, laki perempuan,
Inggris dan Indonesia, berjilbab maupun berok mini sama-sama
melintasi batas-batas budaya untuk menikmati satu seni Indonesia.
***4***
(ZG/b/a011)
arnaz
(T.H-ZG/B/A.F.
Firman/A.F. Firman) 21-10-2013 06:51:19