Oleh Zeynita Gibbons
London, 17/4 (Antara) - Penemuan varietas baru Kedelai Indonesia di Madagaskar dapat menjadi satu ikon bersejarah menyambut Peringatan 60 Tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) dan Peringatan 10 Tahun The New Asian-African Strategic Partnership Summit (NAASP).
Kuasa Tetap KBRI Antanarivo, Artanto S Wargadinata kepada Antara London, Jumat, mengharapkan perlu dicarikan nama untuk varietas kedelai yang bersejarah menjelang Peringatan 60 Tahun KAA dan 10 Tahun NAASP itu.
Di Kompleks Kementerian Pertanian Madagaskar-MINAGRI (FIFAMANOR) Antsirabe (160 km dari ibukota Antananarivo) diadakan acara temu lapang kerja sama yang diselenggarakan KBRI Antananarivo bersama Tenaga Ahli Kementan RI (TAKRI) dengan MINAGRI.
Dalam acara temu lapangan itu hadir Tenaga Ahli Kementan RI (TAKRI) Prof Sudaryono dan Dr Heru Kuswantoro, serta Wakil Menteri MINAGRI, Wakil CDR/Kepala Region, ONN/Orgaisasi Nutrisi Nasional, GUANOMAD/Produser pupuk, CFMA (Pusat Pelatihan Mekanik Pertanian MINAGRI), Pengusaha, dan asosiasi petani.
Acara dimulai dengan kunjungan ke demplot uji teknologi bibit kedelai unggul Indonesia di Madagaskar yang beberapa jenisnya siap panen dalam beberapa hari ke depan.
Beberapa jenis kedelai dari Indonesia yang diperkenalkan antara lain Wilis, Burangrang, Demas, Argomulyo, Panderman, Ijenm dan yang baru bagi Madagaskar adalah Detam (Kedelai hitam).
Heru menjelaskan mengenai karakteristik semua percontohan dan prospek penanaman kedelai di Madagaskar. Sementara itu, Prof. Sudaryono menyebutkan hasil tanam dan panen "performance" bagus dan prospektif.
Setelah melakukan tinjauan ke lapangan dilanjutkan dengan diskusi yang pada intinya adanya keinginan kedua pihak untuk meningkatkan kerja sama, baik bilateral maupun regional dalam kerangka IORA dan COI. Kegiatan mendatang bulan Mei atau awal Juni workshop dengan membicarakan pengolahan dan agrobisnis.
Hal yang menarik adalah melalui "pilot project" tersebut telah dihasilkan test laboratorium penelitian penemuan varietas baru kedelai silang Indonesia dan Madagaskar dan menurut Prof Sudaryono bahwa temuan tersebut buian saja menjadi monumen hidup Madagaskara, Indonesia tetapi juga internasional.
Langkah berikutnya adalah pembahasan TAKRI dengan COFFA (Lembaga Litbang MINAGRI).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar