Zeynita Gibbons
London, 2/12 (Antara) - Amnesty International menyambut baik pembentukan panitia seleksi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk memilih para calon komisioner Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh.
"Kami percaya perkembangan ini merupakan langkah kecil tetapi penting menuju penyelesaian impunitas bagi kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) selama konflik Aceh," demikian Deputy Director - Campaigns Southeast Asia and Pacific Regional Office Amnesty International, Josef Roy Benedict kepada Antara London, Rabu.
Menurut Amnesty yang berkedudukan di London, pada 21 November, parlemen Aceh mengumumkan pembentukan lima anggota panitia seleksi bagi KKR Aceh, terdiri dua lelaki dan tiga perempuan, yang kebanyakan adalah aktivis HAM terkemuka.
Mereka adalah Ifdhal Kasim, Faisal Hadi, Samsidar, Surayya Kamaruzzaman, dan Nurjannah Nitura. Tim ini diberikan mandat untuk mengajukan 21 calon komisioner, dalam waktu satu bulan, kepada DPRA yang akan memilih tujuh orang di antaranya. KKR Aceh itu diperkirakan akan bekerja antara tahun 2016 hingga 2021.
Amnesty International merekomendasikan kepada panitia seleksi dan pihak berwenang yang terlibat dalam seleksi komisioner komisi kebenaran tersebut. Mereka harus dipilih berdasarkan kompetensi di bidang HAM dan bidang-bidang lainnya, terbukti independen, dan dikenal imparsial.
Komposisi komisi kebenaran juga harus merefleksikan keseimbangan antara lelaki dan perempuan, dan mencerminkan masyarakat secara luas.
Pembentukan komisi kebenaran penting untuk memahami keadaan yang mengarahkan pada pelanggaran HAM di masa lalu, belajar dari masa lalu untuk memastikan kejahatan tersebut tidak akan dilakukan lagi dan memastikan berbagi pengalaman masa lalu diakui.
Amnesty International menyerukan kepada pemerintah pusat untuk memperluas dukungannya bagi pembentukan komisi kebenaran sesuai dengan hukum dan standar-standar internasional, dan juga langkah lainnya untuk memastikan kebenaran, keadilan, dan reparasi bagi para korban konflik dan keluarganya.
Pembentukan komisi kebenaran di Aceh merupakan satu elemen kunci dari perjanjian damai Helsinki 2005 yang mengakhiri 29 tahun konflik di Aceh. Telah terdapat sejumlah inisiatif oleh pihak berwenang dan Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) menginvestigasi pelanggaran HAM yang dilakukan di berbagai tahapan masa konflik.
Indonesia memiliki kewajiban di bawah hukum internasional untuk menyediakan keadilan, kebenaran, dan reparasi bagi para korban dan keluarga mereka. Menyelesaikan kejahatan masa lalu semacam ini di Aceh tidak hanya berkontribusi untuk menyembuhkan luka dari masyarakat sipil, tetapi juga membantu memperkuat supremasi hukum di negeri ini, dan juga menjamin proses perdamaian jangka panjang.
Amnesty International juga menyerukan negara-negara Uni Eropa dan ASEAN untuk mendukung pembentukan komisi kebenaran agar MoU Helsinki 2005 antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) diimplementasikan secara penuh. (ZG) *****2*****
(T.H-ZG/B/T. Susilo/T. Susilo) 02-12-2015 07:39:05
Tidak ada komentar:
Posting Komentar