Selasa, 28 Maret 2017

SOAS

MAHASISWA DI UK SERUKAN MEDIA AGEN PERDAMAIAN
     Zeynita Gibbons

    London, 22/3 (Antara) - Mahasiswa Indonesia yang tengah menuntut ilmu di Kerajaan Inggris menyerukan agar media di Tanah Air dapat menjadi 'agen perdamaian' dengan berperan dalam mendorong perdamaian dan toleransi serta sebaliknya mencegah berkembangnya konflik dan intoleransi.
         Demikian kesimpulan "Indonesia Talk" yang digelar Lingkar Studi Cendekia United Kingdom bekerja sama dengan Indonesian Society School of Oriental and African Studies (SOAS) bertempat di kampus SOAS University of London, demikian koordinator Lingkar Studi Cendekia, Zaki Arrobi, kepada Antara London, Rabu.
         Diskusi menghadirkan dua pembicara utama, yakni Irfan Amalee, CEO Penerbit Mizan dan Inisiator Peace Generation, gerakan perdamian untuk anak-anak muda, dan Anton Alifandi, mantan wartawan the Jakarta Post dan BBC yang menetap di London dengan moderator Aghnia Adzkia, mahasiswi Indonesia yang sedang mengambil program Master of Digital Media di University of Goldsmith London.
         Diskusi ini adalah ikhtiar mahasiswa Indonesia untuk ikut serta mendorong media agar lebih berperan dalam menjaga perdamaian dan toleransi di Indonesia, selain menjadi agen perdamaian, ujar Zaki Arrobi, yang tengah menuntut ilmu di Essex University.
         Irfan Amalee, menceritakan pengalamannya bekerja membangun perdamaian dan memutus lingkaran kekerasan di kalangan anak muda melalui Peace Generation di Asia Tenggara.
         Peace Generation didirikan untuk memutus siklus kekerasan terutama pada anak-anak muda yang rawan dimanipulasi ideologi ekstrimisme dan paham-paham yang tertutup, ujar penulis prolific yang tinggal di Bandung.
         Irfan yang berkunjung ke Inggris mewakili Mizan Publisher untuk menghadiri London Book Fair sebelumnya juga sempat memberikan ceramah tentang media dan perdamaian di Oxford University dan Leeds University.
         Sementara itu Anton Alifandi, menekankan generasi muda Indonesia yang mencintai perdamaian dan kemajemukan harus bekerja lebih keras untuk menghadapi `perang informasi' yang sedang terjadi. "Kita harus memproduksi lebih banyak media dan informasi yang berorientasi pada pesan-pesan perdamaian dan toleransi, jika tidak ruang publik kita akan sesak dengan `fake news', `hoax', dan provokasi-provokasi negatif lainnya," demikian mantan jurnalis di BBC London itu. (ZG) ***4***
(T.H-ZG/B/T. Susilo/T. Susilo) 22-03-2017 07:05:59

Tidak ada komentar: