London (ANTARA) - Peluncuran buku From the Spice Islands to Cape Town: The Life and Times of Tuan Guru oleh jurnalis Afrika Selatan Shafiq Morton mengingatkan bangsa Indonesia terhadap tokoh besar dari Tidore, Maluku Utara yang menjadi penanda hubungan antara Indonesia dan Afrika Selatan.
Hal itu disampaikan Dubes RI di Pretoria, Afrika Selatan, Salman Al Farisi dalam keterangannya, Selasa, terkait peluncuran buku tentang Tuan Guru yang bernama asli Imam Abdullah Qadhi Abdus Salam di Cape Town, Afsel, Minggu (17/3).
Dubes Salman menghadiri acara peluncuran buku itu atas undangan Lembaga Waqaf Afrika Selatan, Awqaf SA dan berharap buku ini semakin memperkaya ingatan publik atas keterkaitan sejarah yang kuat dan pentingnya hubungan antara Indonesia dan Afrika Selatan.
Penerbitan buku ini adalah bagian dari proyek the Awqaf’s Leaders and Legacies Project yang bertujuan merawat ingatan atas tokoh besar pemimpin umat.
Tuan Guru, sosok yang diabadikan dalam buku ini adalah ulama keturunan Indonesia yang mendakwahkan Islam di Afrika Selatan. Tuan Guru Imam Abdullah Qadhi Abdussalam lahir di Tidore pada tahun 1712, dan meninggal di Cape Town pada tahun 1807 pada usia 95 tahun.
Tuan Guru tiba di Cape Town dengan kapal VOC, Zeepard, pada tahun 1780 ketika berusia 68 tahun. Belanda mengirimnya ke Cape Town untuk menghalangi interaksinya dengan Inggris, musuh bebuyutan Belanda pada era kolonialisme.
Dalam pengasingan, Tuan Guru mendirikan madrasah pertama di Afsel pada tahun 1793, dan tidak lama setelah itu, membangun masjid pertama di Afrika Selatan, Masjid ul-Awwal. Tuan Guru yang Hafiz Quran, menuliskan kembali Al Quran dari hafalannya saat dipenjara di Pulau Robben selama dua kali.
Ulama besar ini juga menulis karya lain Ma'rifat wal Iman wal Islam (Pengetahuan Iman dan Agama) setebal 613 halaman, yang menjadi panduan Muslim di Cape Town untuk belajar Islam. Tuan Guru sangat dihormati di Afrika Selatan.
Pendatang Muslim telah menjadi bagian dari perjuangan nasional di Afrika Selatan terhadap belenggu kolonialisme. Nama tahanan politik kolonialisme seperti Tuan Guru, Syekh Yusuf, Hadjie Matarim, dan lainnya menjadi simbol perjuangan melawan kesewenangan Belanda dan Inggris.
Dubes Salman Al Farisi menyampaikan selamat kepada penulis buku yang telah secara artikulatif menyelami kembali hidup dan kontribusi Tuan Guru bagi Afrika Selatan. Dubes meyakini buku ini akan memperkaya pengetahuan kedua bangsa.
Penulis buku Shafiq Morton, jurnalis foto, editor, dan presenter radio/TV memiliki pengalaman puluhan tahun dan memenangkan berbagai penghargaan meliput berbagai topik seperti kampanye anti-apartheid, pembebasan Nelson Mandela, dan pemilihan umum Afsel 1994.
Tahun 2008, Morton memenangkan Penghargaan Vodacom National Awardkategori media komunitas dan penghargaan regional pada tahun 2010.
Karya-karya penulis sebelumnya termasuk Notebooks from Makkah and Madinah (a Saudi Arabian travelogue), Surfing behind the Wall, My Palestinian Journey, dan A Mercy to All.
KBRI Pretoria dan KJRI Cape Town mendukung penuh pelaksanaan kegiatan peluncuran buku “From the Spice Islands to Cape Town: The Life and Times of Tuan Guru”. Acara peluncuran buku tersebut menyemarakkan rangkaian kegiatan peringatan 25 tahun hubungan diplomatik RI-Afrika Selatan sepanjang tahun 2019.
Baca juga: KBRI perluas pasar produk Indonesia di Afrika Selatan
Baca juga: Din Syamsuddin: Indonesia - Afrika Selatan perlu kerja sama bidang keagamaan
Hal itu disampaikan Dubes RI di Pretoria, Afrika Selatan, Salman Al Farisi dalam keterangannya, Selasa, terkait peluncuran buku tentang Tuan Guru yang bernama asli Imam Abdullah Qadhi Abdus Salam di Cape Town, Afsel, Minggu (17/3).
Dubes Salman menghadiri acara peluncuran buku itu atas undangan Lembaga Waqaf Afrika Selatan, Awqaf SA dan berharap buku ini semakin memperkaya ingatan publik atas keterkaitan sejarah yang kuat dan pentingnya hubungan antara Indonesia dan Afrika Selatan.
Penerbitan buku ini adalah bagian dari proyek the Awqaf’s Leaders and Legacies Project yang bertujuan merawat ingatan atas tokoh besar pemimpin umat.
Tuan Guru, sosok yang diabadikan dalam buku ini adalah ulama keturunan Indonesia yang mendakwahkan Islam di Afrika Selatan. Tuan Guru Imam Abdullah Qadhi Abdussalam lahir di Tidore pada tahun 1712, dan meninggal di Cape Town pada tahun 1807 pada usia 95 tahun.
Tuan Guru tiba di Cape Town dengan kapal VOC, Zeepard, pada tahun 1780 ketika berusia 68 tahun. Belanda mengirimnya ke Cape Town untuk menghalangi interaksinya dengan Inggris, musuh bebuyutan Belanda pada era kolonialisme.
Dalam pengasingan, Tuan Guru mendirikan madrasah pertama di Afsel pada tahun 1793, dan tidak lama setelah itu, membangun masjid pertama di Afrika Selatan, Masjid ul-Awwal. Tuan Guru yang Hafiz Quran, menuliskan kembali Al Quran dari hafalannya saat dipenjara di Pulau Robben selama dua kali.
Ulama besar ini juga menulis karya lain Ma'rifat wal Iman wal Islam (Pengetahuan Iman dan Agama) setebal 613 halaman, yang menjadi panduan Muslim di Cape Town untuk belajar Islam. Tuan Guru sangat dihormati di Afrika Selatan.
Pendatang Muslim telah menjadi bagian dari perjuangan nasional di Afrika Selatan terhadap belenggu kolonialisme. Nama tahanan politik kolonialisme seperti Tuan Guru, Syekh Yusuf, Hadjie Matarim, dan lainnya menjadi simbol perjuangan melawan kesewenangan Belanda dan Inggris.
Dubes Salman Al Farisi menyampaikan selamat kepada penulis buku yang telah secara artikulatif menyelami kembali hidup dan kontribusi Tuan Guru bagi Afrika Selatan. Dubes meyakini buku ini akan memperkaya pengetahuan kedua bangsa.
Penulis buku Shafiq Morton, jurnalis foto, editor, dan presenter radio/TV memiliki pengalaman puluhan tahun dan memenangkan berbagai penghargaan meliput berbagai topik seperti kampanye anti-apartheid, pembebasan Nelson Mandela, dan pemilihan umum Afsel 1994.
Tahun 2008, Morton memenangkan Penghargaan Vodacom National Awardkategori media komunitas dan penghargaan regional pada tahun 2010.
Karya-karya penulis sebelumnya termasuk Notebooks from Makkah and Madinah (a Saudi Arabian travelogue), Surfing behind the Wall, My Palestinian Journey, dan A Mercy to All.
KBRI Pretoria dan KJRI Cape Town mendukung penuh pelaksanaan kegiatan peluncuran buku “From the Spice Islands to Cape Town: The Life and Times of Tuan Guru”. Acara peluncuran buku tersebut menyemarakkan rangkaian kegiatan peringatan 25 tahun hubungan diplomatik RI-Afrika Selatan sepanjang tahun 2019.
Baca juga: KBRI perluas pasar produk Indonesia di Afrika Selatan
Baca juga: Din Syamsuddin: Indonesia - Afrika Selatan perlu kerja sama bidang keagamaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar