Rabu, 09 Agustus 2017

B ERN

LAGU "O SOLE MIO" DENGAN IRINGAN ANGKLUNG DI BERN
     Zeynita Gibbons

  London, 9/8 (Antara) - Lagu Italia "O Sole Mio," dengan iringan alat musik angklung yang dibawakan  warga Swiss bersama diaspora Indonesia, serta perwakilan KBRI Bern, bergema dihadapan ratusan pengunjung mancanegara di ruang pertemuan Dreifaltigkeitskirche, Bern, Selasa malam.
          Konser angklung di bawah pimpinan Lia Fossati, warga Indonesia yang lama tinggal di Swiss diadakan dalam rangka pekan budaya dunia yang diadakan pengurus gereja Dreifaltigkeit di Bern, demikian Sekretaris Pertama Pensosbud KBRI Bern Sasanti Nordewati kepada Antara London, Rabu.
         Lia Fossati juga mengajak penonton memainkan alat musik angklung interaktif dan membagikan angklung kepada penonton dengan membawakan lagu Morning Has Broken dari pemusik legendaris dunia Cat Stevens.
         Para penonton dengan antusias mengikuti arahan Lia. Tidak hanya pandai memimpin angklung, Lia sehari-hari berprofesi sebagai guru SD itu, membawakan tarian tradisional Jawa Tengah. 
      Selain lagu O Sole Mio dari Italia,Lia Fossati juga menampilkan lagu Swiss Hemmige dan Ayo Mama  yang dibawakan   pemain angklung yang baru berlatih hanya dua jam sebelumnya.
         Di bawah pimpinan Lia Fossati, warga Indonesia yang telah lama tinggal di Swiss, alunan musik dari bambu itu mampu menarik perhatian  penonton. Tidak hanya mengajak masyarakat dunia  melestarikan angklung, permainan angklung yang dinamis  juga menjadi pengobar semangat kebersamaan. Angklung merupakan alat musik yang mampu mempersatukan masyarakat dari segala penjuru dunia dengan latar belakang yang berbeda¿, ujar Lia Fossati yang juga pendiri perkumpulan Amukarta, wadah promosi seni budaya Indonesia di Swiss.
       Karena itu,tidak heran, UNESCO menetapkan angklung asal Indonesia sebagai warisan budaya duni November 2010 silam, ujarnya.
          Seorang pengurus, Rene Setz, tertarik menjadikan Indonesia sebagai negara yang turut dipromosikan dalam acara tersebut. Rene pernah tinggal selama setahun di Indonesia awal tahun 1980an. Meskipun sudah 30 tahun lamanya, kenangannya akan kuliner dan kebudayaan Indonesia tidak dapat terlupakan.
       "Saya ingat betul bagaimana saya terkesima akan arsitektur tradisional Indonesia, alunan musik gamelan dan kelezatan mie goreng di Indonesia," ujar Rene.
     Selain konser angklung, pada malam hari itu, kuliner Indonesia juga turut dipromosikan. Rene Setz bersama pengurus lainnya  memasak mie goreng khas Indonesia.
       "Meskipun tidak seenak mie goreng di Indonesia, setidaknya kami  berupaya," ujar Rene. Sebagai penutup panitia menampilkan film  Opera Jawa. Koleksi Film milik  perpustakaan di Bern, Kornhaus Bibiliothek. Film yang sarat akan budaya Indonesia mampu menarik perhatian  penonton, yang menonton hingga selesai pada pukul 11.00 malam.
        Acara konser angklung dan pemutaran film Indonesia terbuka untuk umum dan gratis. Mayoritas pengunjung yang datang ke acara ini pernah mengunjungi Indonesia dan mencintai Indonesia.

       "Saya sangat mencintai Indonesia dan sangat tertarik akan budayanya. Oleh karena itu, saya sangat antusias datang ke acara ini," ujar Therese  pengunjung yang juga sangat ingin belajar Bahasa Indonesia sebelum kembali berlibur ke Indonesia tahun depan. ***4****

Tz/c/a011
(T.H-ZG/C/A.F. Firman/A.F. Firman) 09-08-2017 18:12:18

Tidak ada komentar: