Nasib pekerja ilegal Indonesia di Inggris
News ID: 1139776
London (ANTARA) -
Para pekerja domestik asal Indonesia yang mengadu nasib di Inggris khususnya dalam situasi pandemi covid-19 di Inggris mengalami masalah yang cukup pelik, apalagi tidak memiliki ijin tinggal dan ijin kerja yang valid dan tentunya juga tidak bisa kembali ke Indonesia karena kondisi keuangan yang tidak memungkinkan.
Saat ini yang kami catat untuk illegal workers kurang lebih 46 orang, ujar Siti Wahida yang menjadi pembina Indonesian Networking Development United Kingdom (INDUK) yang menjadi wadah pekerja domestik Indonesia yang ada di Inggris kepada Antara London, Sabtu.
Dikatakan karena lockdown yang masih berlangsung hingga saat dengan adanya pandemi Corona, otomatis mereka kehilangan penghasilan.
Sementara simpanan mereka juga sudah hampir habis untuk bertahan hidup dan membayar sewa tempat tinggal. Bahkan mereka, tinggal berenam dalam satu kamar, ujar Ketua Induk Ani M Madyasin.
Dalam laman Facebook Induk, yang diposting Ani Madyasin menyebutkan saat ini ada beberapa saudara sebangsa yang sedang mengalami masalah yang cukup pelik. Mereka tidak memiliki ijin tinggal /kerja yang valid. Mereka tidak bisa pulang ke Indonesia karena kondisi keuangan yang tidak memungkinkan. Karena lockdown dan pandemi Corona ini, kehilangan penghasilan. Sementara simpanan mereka juga sudah hampir habis untuk bertahan hidup dan membayar sewa tempat tinggal. Mereka, berenam tinggal dalam satu kamar.
Dalam postingan itu Induk mengajak dan mengetuk hati
rekan-rekan yang memiliki kelonggaran untuk mengulurkan tangan membantu.
Sebagian warga negara Indonesia yang bekerja di sektor informal di Inggris kehilangan pekerjaan seketika, tatkala pemerintah memberlakukan lockdown atau karantina wilayah untuk mengendalikan penyebaran virus corona sejak tanggal 23 Maret lalu.
Mereka langsung terdampak terutama adalah pekerja harian di sektor rumah tangga dan restoran. Pemilik restoran memilih menutup tempat usaha setelah ditetapkan hanya boleh melayani pesan antar dan pesan dibawa pulang.
Jasa pekerja rumah tangga juga tidak banyak diperlukan lagi, sebab majikan rata-rata bekerja di rumah, anak-anak mereka tidak pergi ke sekolah. Bahkan ada pula majikan yang kehilangan pekerjaan. Otomatis tak ada lagi mata pencaharian yang selama ini menjadi sumber penghidupan mereka di Inggris dan juga keluarga besar mereka di Indonesia.
“Saya yang turun di lapangan, seperti menghubungi mereka dan bertanya keadaan mereka dan kadang saya tanya Apa yang mereka butuhkan bisa kita belikan contoh nya obat sakit kepala , atau kadang saya tanya mereka masih punya makanan, itu menjadi tugas saya sebagai sekretaris di LazisNu, badan yang dibentuk Pengurus NU di Inggris, ujar Siti Wahida.
Menurut Siti, para pembina, pengurus dan ketua LazisNu bekerja membantu para pekerja ilegal worker. Alhamdullilah saat ini sudah ada enam orang yang sudah kembali bekerja.
LazisNu yang diketuai Dr . Taufik Widjanarko meminta bantuan dari para voluntir untuk membelikan serta
mengantarkan ke alamat para pekerja ilegal worker , dan juga langsung mentransfer bagi mereka yang punya rekening untuk belanja sendiri.
“Kita kasih list apa yang harus dibeli dan Alhamdulillah mereka pun belanja sesuai list. Hal itu sangat memudahkan tugas kami , karena jarak yang jauh dan situasi lockdown tentunya sangat sulit,” ujarnya.
Masalah pekerja ilegal tidak saja ada di Inggris tapi di berbagai negara besar di dunia seperti di Amerika dan juga di Belanda, ujar warga Indonesia yang menetap di Inggris, Eddy Gada Manurung.
Eddy yang pernah bekerja di Industri pesawat terbang Nusantara mengaku pernah menjadi ilegal worker di Amerika sebelum menetap di Bristol, Inggris.
Walaupun Inggris tidak menjadi tujuan pengiriman tenaga kerja Indonesia secara resmi, namun banyak warga Indonesia bekerja sebagai pekerja domestik atau di restoran dan toko-toko kecil.
Mereka biasanya masuk ke Inggris dibawa majikan dari negara-negara Timur Tengah dan Asia. Belakangan terdapat sejumlah WNI yang masuk dengan menggunakan visa turis, tetapi bertujuan bekerja.
Menurut Data KBRI London menunjukkan jumlah warga Indonesia terdaftar di Inggris mencapai 9.362 orang dari jumlah itu terdapat sekitar 250 orang bekerja di sektor domestik. KBRI memperkirakan mereka yang tidak terdaftar berjumlah sekitar 150 orang, meskipun perkiraan lain menempatkan angkanya lebih tinggi.
Sementara Eddy Gada Manurung mengatakan sebagai orang Indonesia di UK, ingin warga Indonesia menjadi warga yang baik. Namun tidak semua mampu tidak tergoda melakulan hal-hal yang melanggar hukum. Khususnya illegal worker.
Menurut Eddy, ilegal worker adalah mereka yang memiliki legal entrance dan tidak bisa bekerja, tapi mereka bekerja.
Ada juga yang memiliki illegal entrance dan bekerja. Kedua kategori pada akhirnya melakukan kesalahan pada hukum immigrasi negara setempat.
Dikatakan hal itu bisa terjadi karena banyak hal mnyebabkan itu dilakukan mereka, tapi secara general adalah karena ingin hidup lebih layak, layak kesejahteraan, layak dalam hak dan kewajiban, demikian Eddy Manurung yang pernah bekerja di PT. IPTN.
Perusahaan pesawat terbang di Bandung mengurangi karyawannya, dan ia ditawarkan pensiun dini. Akhir 1999, Eddy mengambil tawaran idan dengan uang pensiun dini yang ia terima melakukan backpacking ke USA
pada Maret 2000.
Eddy mengamati masalah ilegal worker menyebutkan umumnya pemerintah setempat sebenarnya tahu ada praktek illegal worker hanya saja di negara maju, hanya sedikit yang mau mempekerjakan illegal worker dengan imbalan yang kecil.
Negara maju ingin semua bisnis di negaranya berjalan dengan lancar dan mengerti keadaan manusia dari negara lain. Sejauh masih mendukung roda ekonomi mereka, mereka akan tutup mata, demikian Eddy Manurung yang pernah bekerja disatu perusahaan software di UK. (ZG)
Para pekerja domestik asal Indonesia yang mengadu nasib di Inggris khususnya dalam situasi pandemi covid-19 di Inggris mengalami masalah yang cukup pelik, apalagi tidak memiliki ijin tinggal dan ijin kerja yang valid dan tentunya juga tidak bisa kembali ke Indonesia karena kondisi keuangan yang tidak memungkinkan.
Saat ini yang kami catat untuk illegal workers kurang lebih 46 orang, ujar Siti Wahida yang menjadi pembina Indonesian Networking Development United Kingdom (INDUK) yang menjadi wadah pekerja domestik Indonesia yang ada di Inggris kepada Antara London, Sabtu.
Dikatakan karena lockdown yang masih berlangsung hingga saat dengan adanya pandemi Corona, otomatis mereka kehilangan penghasilan.
Sementara simpanan mereka juga sudah hampir habis untuk bertahan hidup dan membayar sewa tempat tinggal. Bahkan mereka, tinggal berenam dalam satu kamar, ujar Ketua Induk Ani M Madyasin.
Dalam laman Facebook Induk, yang diposting Ani Madyasin menyebutkan saat ini ada beberapa saudara sebangsa yang sedang mengalami masalah yang cukup pelik. Mereka tidak memiliki ijin tinggal /kerja yang valid. Mereka tidak bisa pulang ke Indonesia karena kondisi keuangan yang tidak memungkinkan. Karena lockdown dan pandemi Corona ini, kehilangan penghasilan. Sementara simpanan mereka juga sudah hampir habis untuk bertahan hidup dan membayar sewa tempat tinggal. Mereka, berenam tinggal dalam satu kamar.
Dalam postingan itu Induk mengajak dan mengetuk hati
rekan-rekan yang memiliki kelonggaran untuk mengulurkan tangan membantu.
Sebagian warga negara Indonesia yang bekerja di sektor informal di Inggris kehilangan pekerjaan seketika, tatkala pemerintah memberlakukan lockdown atau karantina wilayah untuk mengendalikan penyebaran virus corona sejak tanggal 23 Maret lalu.
Mereka langsung terdampak terutama adalah pekerja harian di sektor rumah tangga dan restoran. Pemilik restoran memilih menutup tempat usaha setelah ditetapkan hanya boleh melayani pesan antar dan pesan dibawa pulang.
Jasa pekerja rumah tangga juga tidak banyak diperlukan lagi, sebab majikan rata-rata bekerja di rumah, anak-anak mereka tidak pergi ke sekolah. Bahkan ada pula majikan yang kehilangan pekerjaan. Otomatis tak ada lagi mata pencaharian yang selama ini menjadi sumber penghidupan mereka di Inggris dan juga keluarga besar mereka di Indonesia.
“Saya yang turun di lapangan, seperti menghubungi mereka dan bertanya keadaan mereka dan kadang saya tanya Apa yang mereka butuhkan bisa kita belikan contoh nya obat sakit kepala , atau kadang saya tanya mereka masih punya makanan, itu menjadi tugas saya sebagai sekretaris di LazisNu, badan yang dibentuk Pengurus NU di Inggris, ujar Siti Wahida.
Menurut Siti, para pembina, pengurus dan ketua LazisNu bekerja membantu para pekerja ilegal worker. Alhamdullilah saat ini sudah ada enam orang yang sudah kembali bekerja.
LazisNu yang diketuai Dr . Taufik Widjanarko meminta bantuan dari para voluntir untuk membelikan serta
mengantarkan ke alamat para pekerja ilegal worker , dan juga langsung mentransfer bagi mereka yang punya rekening untuk belanja sendiri.
“Kita kasih list apa yang harus dibeli dan Alhamdulillah mereka pun belanja sesuai list. Hal itu sangat memudahkan tugas kami , karena jarak yang jauh dan situasi lockdown tentunya sangat sulit,” ujarnya.
Masalah pekerja ilegal tidak saja ada di Inggris tapi di berbagai negara besar di dunia seperti di Amerika dan juga di Belanda, ujar warga Indonesia yang menetap di Inggris, Eddy Gada Manurung.
Eddy yang pernah bekerja di Industri pesawat terbang Nusantara mengaku pernah menjadi ilegal worker di Amerika sebelum menetap di Bristol, Inggris.
Walaupun Inggris tidak menjadi tujuan pengiriman tenaga kerja Indonesia secara resmi, namun banyak warga Indonesia bekerja sebagai pekerja domestik atau di restoran dan toko-toko kecil.
Mereka biasanya masuk ke Inggris dibawa majikan dari negara-negara Timur Tengah dan Asia. Belakangan terdapat sejumlah WNI yang masuk dengan menggunakan visa turis, tetapi bertujuan bekerja.
Menurut Data KBRI London menunjukkan jumlah warga Indonesia terdaftar di Inggris mencapai 9.362 orang dari jumlah itu terdapat sekitar 250 orang bekerja di sektor domestik. KBRI memperkirakan mereka yang tidak terdaftar berjumlah sekitar 150 orang, meskipun perkiraan lain menempatkan angkanya lebih tinggi.
Sementara Eddy Gada Manurung mengatakan sebagai orang Indonesia di UK, ingin warga Indonesia menjadi warga yang baik. Namun tidak semua mampu tidak tergoda melakulan hal-hal yang melanggar hukum. Khususnya illegal worker.
Menurut Eddy, ilegal worker adalah mereka yang memiliki legal entrance dan tidak bisa bekerja, tapi mereka bekerja.
Ada juga yang memiliki illegal entrance dan bekerja. Kedua kategori pada akhirnya melakukan kesalahan pada hukum immigrasi negara setempat.
Dikatakan hal itu bisa terjadi karena banyak hal mnyebabkan itu dilakukan mereka, tapi secara general adalah karena ingin hidup lebih layak, layak kesejahteraan, layak dalam hak dan kewajiban, demikian Eddy Manurung yang pernah bekerja di PT. IPTN.
Perusahaan pesawat terbang di Bandung mengurangi karyawannya, dan ia ditawarkan pensiun dini. Akhir 1999, Eddy mengambil tawaran idan dengan uang pensiun dini yang ia terima melakukan backpacking ke USA
pada Maret 2000.
Eddy mengamati masalah ilegal worker menyebutkan umumnya pemerintah setempat sebenarnya tahu ada praktek illegal worker hanya saja di negara maju, hanya sedikit yang mau mempekerjakan illegal worker dengan imbalan yang kecil.
Negara maju ingin semua bisnis di negaranya berjalan dengan lancar dan mengerti keadaan manusia dari negara lain. Sejauh masih mendukung roda ekonomi mereka, mereka akan tutup mata, demikian Eddy Manurung yang pernah bekerja disatu perusahaan software di UK. (ZG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar