HANA SATRIYO: KDRT JUGA BERDAMPAK PADA ANAK
|
Zeynita Gibbons
London, 15/12 (Antara) - Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tidak saja berdampak kepada sang korban yang biasanya sang istri tetapi juga pada anak-anak yang turut merasa ketakutan, kebingungan, dan terguncang dan tumbuh perasaan bersalah karena menganggap diri menjadi penyebab munculnya kekerasan.
Hal itu disampaikan aktivis dan ahli gender dan demokrasi, Hana A Satriyo, pada seminar bertema Mengenal Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang diadakan dalam rangka perayaan HUT Dharma Wanita Persatuan (DWP) ke-18, di gedung KBRI London, 30 Great Peter Street, London, Kamis siang.
Perayaan HUT DWP ke-18 sekaligus acara pertemuan bulanan Dharma Wanita Persatuan KBRI London dihadiri sekitar 100 anggota DWP KBRI London tidak saja dari kalangan istri pegawai negeri di KBRI London juga masyarakat dan diaspora Indonesia yang lama tinggal di Inggris.
Lebih lanjut Hana A.Satriyo, yang juga istri Dubes RI di London Rizal Sukma mengatakan dampak KDRT pada anak laki-laki biasanya menunjukkan perilaku memberontak dan agresif. Sedangkan dampak jangka panjang pada anak laki-laki adalah meniru perilaku kekerasan dilakukan oleh ayahnya, ujarnya.
Sementara pada anak perempuan umumnya cenderung menyendiri dan tidak mau bergaul. Dampak jangka panjang pada anak perempuan adalah cenderung menerima kekerasan sebagai suatu hal yang wajar.
Pada awal seminar, Hana A Satriyo menjelaskan mengenai KDRT yang terdapat dalam UU no 23 tahun 2004 disebutkan KDRT adalah perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Dikatakannya, korban KDRT dalam lingkup rumah tangga juga meliputi suami, isteri, dan anak (dalam pernikahan yang sah menurut hukum); Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga yang menetap dalam rumah tangga atau orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
Ia juga menjelaskan kekerasan yang mungkin dialami dapat berupa kekerasan fisik, yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat, seperti didorong, dipukul, dijambak, ditendang, ditampar dan lainnya.
Sementara Kekerasan psikis, yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang, seperti dihina, dicaci, diancam, dilarang berhubungan dengan keluarga atau teman.
Menurut Hana A Satriyo, kekerasan seksual, diantaranya pemaksaan hubungan seksual, dipaksa untuk terus melahirkan, atau pemaksaan hubungan seksual dengan tujuan komersial (melacurkan¿ istri).
Dikatakannya, banyak pertanyaan dasar untuk mengenali KDRT seperti sang suami Sangat pencemburu, "Penuntut" Selalu ingin tahu detail kegiatan harian "kita" .
Hana mengacu pada kasus kematian seorang dokter yang dilakukan oleh sang suami merupakan KDRT sangat mengejutkan dan mengemparkan.
Dalam akhir paparannya Hana A Satriyo menyebutkan beberapa hal yang bisa dilakukan untuk membantu korban KDRT diantaranya mencoba bicara dengan mereka di tempat yang aman dan nyaman.
"Kita bisa memahami hambatan yang membuat sulit korban KDRT untuk melepaskan diri," demikian ibu dua remaja putri yang berangkat dewasa.****4****
b/a011 (T.H-ZG/B/A.F. Firman/A.F. Firman) 15-12-2017 07:02:21b |
Blog ini berisi liputan dan berita serta artikel sekitar kejadian yang ada hubungannya diplomasi Indonesia di luar negeri khususnya wilayah Eropa yang saya kirim dan dimuat di LKBN Antara. Terima kasih untuk seluruh nara sumber diplomat yang memberikan kontribusi kepada saya sebagai koresponden LKBN Antara di Kerajaan Inggris dan juga mencakup wilayah Eropa
Rabu, 27 Desember 2017
LONDON
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar