D0130308003128 13-MAR-08 PLK JKT
DELEGASI INDONESIA HARGAI LAPORAN KUNJUNGAN KERJA HAM PBB
London, 13/3 (ANTARA) - Delegasi Indonesia menghargai semangat kerjasama yang ditunjukan Pelapor Khusus Pembela HAM saat melakukan kunjungan kerja ke Indonesia Juni tahun lalu melalui pertemuan dan konsultasi dengan segenap pemangku kepentingan (stakeholders) di Indonesia.
Pernyataan disampaikan Delegasi RI saat menanggapi laporan kunjungan Pelapor Khusus Pembela PBB Hina Jilani pada Sesi ke-7 sidang Dewan HAM PBB di Jenewa.
Delegasi Indonesia juga menyampaikan apresiasi terhadap pengakuan Hina Jilani atas kemajuan yang telah dicapai di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam berkaitan dengan situasi dan kondisi HAM.
Menurut Yasmi Adriansyah, Sekretaris Kedua PTRI Jenewa kepada ANTARA di London, Kamis, berkaitan dengan ruang lingkup dan isi dari laporan Hina Jilani, Delegasi Indonesia memahami keterbatasan waktu yang dimiliki yang bersangkutan dalam menjalankan mandatnya di Indonesia.
Pelapor Khusus melakukan penelitian mendalam terhadap situasi dan keadaan Pembela HAM di Indonesia.
Selain itu, Delegasi Indonesia juga berpandangan bahwa adanya informasi yang tidak akurat dalam laporan yang bersangkutan disebabkan oleh pengumpulan data yang kurang komprehensif.
Namun demikian, kata Yasmi Adriansyah, Delegasi RI menegaskan bahwa Indonesia tidak ragu untuk mengakui bahwa perlindungan terhadap pembela HAM di Tanah Air masih perlu diperbaiki.
Dalam konteks tersebut, Delegasi RI menyatakan, Pemerintah tengah memperkuat jaringan pembela HAM mengingat pentingnya peranan mereka dalam implementasi Rancangan HAM Nasional.
Sebagai contoh, dari 476 jumlah kota dan kabupaten di Indonesia, Pemerintah telah membentuk 436 komisi pelaksanaan Rancangan HAM Nasional di tingkat propinsi, kota dan kecamatan.
Hal tersebut merupakan bukti bahwa pembela HAM merupakan bagian dari mekanisme nasional dalam memperkuat implementasi Rancangan HAM Nasional.
Selain itu, Pemeritah memberlakukan UU No.13 tahun 2006 mengenai perlindungan saksi dan korban. Sebagai tindak lanjut dari pemberlakuan UU No. 13 tahun 2006.
Pemerintah bersama DPR akan membentuk institusi untuk perlindungan saksi dan korban dimana anggotanya terdiri dari perwakilan dari Pemerintah, lembaga dan institusi non-pemerintah serta dari kalangan civitas akademika.
Delegasi Indonesia dalam sidang itu juga memberikan gambaran bahwa dalam upaya memperkuat perlindungan terhadap pembela HAM, Pemerintah bersama DPR telah menetapkan UU No.2 tahun 2008 mengenai Partai Politik, yang menetapkan bahwa 30% keanggotaan partai politik harus dialokasikan kepada wanita/perempuan.
Hal ini berlaku bagi keanggotaan dewan pengurus partai politik pada tingkat pusat, propinsi dan kabupaten.
Kebijakan "affirmative action" dalam pemajuan partisipasi wanita/perempuan dalam politik dan formulasi kebijakan umum dimaksudkan untuk memberikan jaminan pembela HAM wanita/perempuan untuk dapat berperan aktif dalam upaya pemajuan HAM di Indonesia.
Menurut Yasmi Adriansyah, perkembangan ini merupakan bukti bahwa Pemerintah menerapkan kebijakan yang ditujukan pada peningkatan perlindungan terhadap pembela HAM konsisten dengan visi perintah yang tercantum dalam pembangunan nasional 2004-2009.
Delegasi Indoensia menegaskan komitmen dalam memperkuat perangkat hukum, undang-undang dan institusi bagi perlindungan pembela HAM serta Pemerintah Indonesia senantiasa terbuka melakukan dialog dan kerjasama melalui mekanisme HAM dalam rangka peningkatan kerjasama internasional, bantuan teknis serta pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia.
(T/ZG)(T.H-ZG/B/S023/S023) 13-03-2008 18:27:28
Tidak ada komentar:
Posting Komentar