SENI KONTEMPORER INDONESIA DI GALERY SAATCHI LONDON
Oleh Zeynita Gibbons
Sekelompok bayi yang dibalut kain putih bergelantungan dan di bawah kakinya terdapat pisau tajam menyambut pengunjung pameran "Indonesian Eye: Fantasies & Realities", yang berlangsung di lantai dua Saatchi Gallery London, galeri karya seni terkenal di jantung kota London.
Sekumpulan bayi karya seni kontemporer Haris Purnomo (55) kelahiran Klaten, menarik perhatian banyak pengunjung galeri yang dikenal sebagai pusat pertunjukkan seni kontemporer.
"Tidak kurang dari 700 sampai 1000 orang berkunjung menyaksikan pameran seni kontemporer Indonesia setiap harinya," ujar Adhyani Noer Indrati, mahasiswa Indonesia yang menjadi volunter selama pameran berlangsung kepada koresponden Antara London, baru baru ini.
Sebanyak 41 karya seni kontempor karya 18 seniman Indonesia yang menampilkan kombinasi seni lukisan, patung dan instalasi berhasil memukau pengunjung yang datang dari berbagai Negara serta masyarakat seni di Kerajaan Inggris.
"Its amazing," komentar Elizabeth Howard Moore, dosen di Reader Art & Archaeology of Southeast Asia SOAS, London ketika diminta komentarnya mengenai karya seni kontemporer seniman Indonesia yang dipamerkan sejak akhir Agustus lalu.
Elizabeth Moore mengakui bahwa ia sangat terpesona dengan karya seni kontemporer seniman Indonesia yang tidak dibayangkannya sebelumnya yang begitu menarik dan penuh dengan kejutan. "Saya akan mengajak murid murid saya untuk menyaksikan pameran," ujarnya lagi.
Selain karya Haris Purnomo yang berjudul "Waiting for the Signal," yang menampilkan sekumpulan bayi bayi terbang yang menjadi inspirasinya.
"Pisau tajam di bawah kaki bayi itu menyiratkan kegalauan anak lurah di sebuah desa kecil di kabupaten Klaten, Jawa Tengah, juga terdapat karya seniman Indonesia lainnya," kata Haris.
Haris Purnomo, yang namanya belakangan ini terus melejit melampaui nama-nama seniman di Indonesia maupun manca Negara, setelah memenangkan penghargaan seni The Schoeni Public Vote Prize, Sovereign Asian Art Award, Hongkong, tahun 2007.
Sementara itu seniman Jompet Kuswidananto (35) dari Jogyakarta yang belajar seni dari masyarakat di lingkungannya menampilkan karya kontemporer berupa sepatu sepasukan serdadu dengan senapan dan topi seperti yang biasa digunakan pasukan keraton menampilkan bayangan dari jaman kolonial Hindia Belanda.
Sedangkan tiga karya Rudi Mantofani (38) kelahiran Padang, Sumatera Barat yang berdomisili di Jogyakarta, memperlihatkan dunia jatuh ke bumi .
"The World Falling onto the Earth", memperlihatkan bola dunia yang tergeletak di tengah sawah serta "The Earth and the World", berupa bola dunia yang berbentuk bangku serta enam gitar yang digabungkan menjadi satu berwarna kuning menunjukkan elemen kesamaan dari suara gitar.
Rudi yang berhasil dalam memperkenalkan aspek-aspek tak terduga ke dalam karyanya dan selalu melihat dari sudut pandang positif, karena ia percaya bahwa energi positif mentransmisikan nilai-nilai positif , merupakan seniman kontemporer Indonesia layak diperhitungkan.
Pengunjung mancanegara
Para pengunjung gallery Saatchi yang datang dari berbagai Negara diantaranya Jerman, Perancis, Spanyol dan bahkan dari Amerika Serikat, itu memberikan pujian kepada karya seni kontemporer seniman Indonesia yang karyanya disajikan oleh Prudential Indonesia.
Dari buku tamu yang disediakan panitia tercatat pengunjung yang datang berasal tidak saja dari Inggris tetapi juga dari Italia, Austria, Spanyol, Polandia, Italia serta Moskow yang menulis kan kesan kesannya seperti inspiratif, sangat menarik, luar biasa dan menakjubkan.
Director Corporate Marketing and Communications Prudential, Nini Sumohandoyo kepada koresponden Antara London mengakui meskipun Prudential bergerak di industri asuransi, namun sangat peduli dengan dunia seni.
Salah satunya dengan mengelar pameran seni bertaraf internasional dengan tema "Indonesia Eye: Fantasies & Realities", di Saatchi Gallery yang sangat prestisius di berada di tengah kota London dan banyak dikunjungi oleh seniman dunia.
"Indonesia Eye: Fantasies & Realities", merupakan pameran terbesar karya seni rupa kontemporer Indonesia yang pertama di Inggris yang diprakasai David dan Serenella Ciclitira digelar oleh Parallel Contemporary Art , merupakan tim pemrakarsa kesuksesan pameran Korean Eye yang juga berlangsung di Saatchi Gallery.
Direktur Saatchi Gallery London, Nigel Hurst merasa bangga bahwa Saatchi Gallery dipilih untuk menjadi venue pameran karya seni kontemporer Indonesia yang belum banyak dikenal di Inggris.
"Kekayaan dan keindahan seni kontemporer Indonesia selama ini kurang terekspose ke masyarakat di luar negeri terutama di London," ujarnya.
Diharapkan melalui pameran ini maka para pemerhati dan kolektor seni dunia akan lebih dapat memahami dan mengapresiasi kekayaan budaya Indonesia," ujar Nigel Hurst.
Duta Besar RI untuk Kerajaan Inggris Raya dan Republik Irlandia, Yuri Thamrin mengakui pameran Indonesian Eye merupakan suatu wadah yang baik dan sangat mendukung berbagai program seni budaya yang telah dilakukan oleh KBRI London selama ini.
Pameran ini dapat mendorong "Friends of Indonesia", lebih mengapresiasi mengenai kekayaan kesenian dan kebudayaan Indonesia serta mengundang para pengunjung untuk berwisata langsung ke Indonesia untuk menikmati kekayaaan seni budaya dan wisata secara langsung.
Pameran Indonesian Eye mendapat ekspose di kalangan seni Inggris dan tercantum dalam puluhan website seni Inggris seperti Art Knowledge News, Times of Art, TimeOut London, Art News Worldwide dan bahkan The Guardian menuliskan laporan mengenai pameran di edisi weekend.
Pameran yang menampilkan 41 hasil karya seni kontemporer dari 18 seniman Indonesia yang diseleksi dari sekitar 500 artis seni kontemporer di Indonesia yang sebelumnya telah diselenggarakan di Jakarta bertempat di Ciputra Artpreneur Centre.
Ke 18 seniman yang menampilkan karyanya di Saatchi Gallery adalah Nindityo Adipurnomo, Samsul Arifin, Ay Tjoe Christine, Andy Dewantoro, Heri Dono, Eddie Hara, Mella Jaarsma, Jompet Kuswidananto, Rudi Mantofani, Wiyoga Muhardanto, Edo Pillu, Julius Ariadhitya Pramuhendra, Angki Purbandono, Haris Purnomo, Agung Mangu Putra, Wedhar Riyadi dan Farhan Siki, Handiwirman Saputra.
Karya seni mereka dipilih tim kuratorial internasional yang terdiri dari kurator dan Co-founder Seni Kontemporer Paralel, Serenella Ciclitira dan Profesor Tamu Cina Akademi Seni di Hangzhou, Tsong-zung Chang serta Direktur Galeri TZ Hanart di Hong Kong bersama CEO Saatchi Gallery, Nigel Hurst.
Sementara tiga kurator dari Indonesia yang ikut membantu terdiri atas Jim Supangkat, kritikus dan kurator kepala CP Foundation, Jakarta, Asmudo Jono Irianto, kurator independen dan Farah Wardani, Direktur Eksekutif Indonesian Visual Art Archive (IVAA).
Galleri Saatchi yang yang dibuka kembali pada bulan Oktober 2008, telah menarik lebih dari 1,25 juta pengunjung, termasuk 1.800 kelompok sekolah, pada tahun pertama sejak pindah ke Chelsea.
Saatchi Online telah juga menjadi karya bebas global selama lebih dari 140.000 seniman, yang memuat profil mereka dan bekerja secara online.
***6***
(ZG/B/Z003)
(T.H-ZG/B/Z003/Z003) 01-10-2011 10:11:11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar