Dubes buka pameran “Bali behind the scenes” di Amsterdam
News ID: 793306
London (ANTARA) -
Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda, I Gusti Agung Wesaka Puja secara resmi membuka pameran ‘Bali Behind the Scenes’ dihadiri ratusan orang yang memadati aula museum Tropenmuseum dengan antusias menikmati pameran perdana yang digelar di Tropenmuseum, Amsterdam, Kamis (13/2).
Pameran ‘Bali Behind the Scenes’ berlangsung di Tropenmuseum mulai 14 Februari hingga 10 Januari 2021, ujar Counsellor Fungsi Pensosbud KBRI Den Haag, Fery Iswandy kepada Antara London, Sabtu.
Dalam acara pembukaan ditampilkan tarian Condong diiringi dengan musik khas Bali, undangan yang hadir seketika memusatkan perhatian atas panggung.
Namun rupanya ini bukan penampilan tari sebagaimana biasa karena di sela-sela tarian, penari terus-menerus dililit dengan plastik, berikut dengan gamelan, gong, dan kendang. Tempo semakin intens hingga klimaksnya, penari menangis dan tidak lagi mampu bergerak sama sekali. Pembukaan pameran yang dramatis dan refleks mendapat riuh tepuk tangan dari hadirin.
Selanjutnya di hadapan lebih dari 700 undangan, Dubes I Gusti A. Wesaka Puja menyampaikan sambutan menyinggung sekala dan niskala, yakni sebuah filosofi masyarakat Bali tentang yang ‘tampak dan tidak tampak’ oleh mata telanjang. Menjadi luar biasa ketika seseorang mampu ‘melihat’ yang tidak tampak tersebut, seperti bagaimana para seniman dan kontributor pameran menggali apa yang terjadi dengan Bali di tengah popularitasnya sebagai sebuah destinasi pariwisata.
Dubes Puja mengapresiasi segenap tim di balik ‘Bali Behind the Scenes’ yang mempersembahkan pameran yang spektakuler.“Seni dan kreativitas mengubah dunia lebih cepat daripada politik,” ujar Dubes
Menurutnya, permasalahan sampah plastik dapat menghambat seni dan kreativitas tersebut bagi masyarakat Bali. Dengan demikian, Dubes mengajak hadirin untuk bersama-sama menjaga agar kualitas seni dan kreativitas tetap tinggi dan sekaligus menjadikan Bali konsisten sebagai tempat yang didambakan sebagaimana dahulu pseniman Belanda Rudolf Bonnet mengagumi Bali.
Beragam jenis karya yang telah dikurasi secara ketat dipamerkan. Adapun karya-karya tersebut tidak hanya menyuguhkan pengunjung dengan estetika, tetapi secara tidak sadar memicu pertanyaan reflektif yang membuka diskusi baru.
Pameran ‘Bali Behind the Scenes’ menonjolkan sisi dinamis kebudayaan Bali yang dapat dilacak sejak masa pendudukan Belanda. Salah satu koleksi yang ditampilkan peninggalan benda bersejarah bekas Kerajaan Badung, Tabanan, dan Klungkung yang menjadi saksi bisu atas pemerintahan kolonial di pulau ini.
Imajinasi tentang Bali tempo dulu juga dibentuk melalui foto-foto lawas yang menjadi bagian dari pameran. Berbicara mengenai dinamika, dalam pameran ini seniman dan aktivis Bali Made Bayak menyoroti persoalan sampah plastik melalui seni plastikologi-nya.
Sementara itu, pemuka agama Hindu Ida Dalem Parama Diksita menunjukkan bagaimana melestarikan tradisi dan ritual yang telah lama ada. Sedangkan I Dewa Ayu Putu Evayanti, yang bekerja di industri pariwisata, fokus bagaimana ia melihat masa depan sebuah pulau di tengah pembangunan dan urbanisasi.
Ketika menyoroti pariwisata dunia, mustahil rasanya tidak membawa nama Bali ke dalam pembicaraan. Alam yang permai, tradisi unik nan sakral, serta keramahan yang ditawarkan selama bertahun-tahun berhasil memikat hati wisatawan hingga menjadikan Pulau Dewata sebagai destinasi populer, bahkan salah satu yang paling digemari di seluruh dunia. (ZG)
Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda, I Gusti Agung Wesaka Puja secara resmi membuka pameran ‘Bali Behind the Scenes’ dihadiri ratusan orang yang memadati aula museum Tropenmuseum dengan antusias menikmati pameran perdana yang digelar di Tropenmuseum, Amsterdam, Kamis (13/2).
Pameran ‘Bali Behind the Scenes’ berlangsung di Tropenmuseum mulai 14 Februari hingga 10 Januari 2021, ujar Counsellor Fungsi Pensosbud KBRI Den Haag, Fery Iswandy kepada Antara London, Sabtu.
Dalam acara pembukaan ditampilkan tarian Condong diiringi dengan musik khas Bali, undangan yang hadir seketika memusatkan perhatian atas panggung.
Namun rupanya ini bukan penampilan tari sebagaimana biasa karena di sela-sela tarian, penari terus-menerus dililit dengan plastik, berikut dengan gamelan, gong, dan kendang. Tempo semakin intens hingga klimaksnya, penari menangis dan tidak lagi mampu bergerak sama sekali. Pembukaan pameran yang dramatis dan refleks mendapat riuh tepuk tangan dari hadirin.
Selanjutnya di hadapan lebih dari 700 undangan, Dubes I Gusti A. Wesaka Puja menyampaikan sambutan menyinggung sekala dan niskala, yakni sebuah filosofi masyarakat Bali tentang yang ‘tampak dan tidak tampak’ oleh mata telanjang. Menjadi luar biasa ketika seseorang mampu ‘melihat’ yang tidak tampak tersebut, seperti bagaimana para seniman dan kontributor pameran menggali apa yang terjadi dengan Bali di tengah popularitasnya sebagai sebuah destinasi pariwisata.
Dubes Puja mengapresiasi segenap tim di balik ‘Bali Behind the Scenes’ yang mempersembahkan pameran yang spektakuler.“Seni dan kreativitas mengubah dunia lebih cepat daripada politik,” ujar Dubes
Menurutnya, permasalahan sampah plastik dapat menghambat seni dan kreativitas tersebut bagi masyarakat Bali. Dengan demikian, Dubes mengajak hadirin untuk bersama-sama menjaga agar kualitas seni dan kreativitas tetap tinggi dan sekaligus menjadikan Bali konsisten sebagai tempat yang didambakan sebagaimana dahulu pseniman Belanda Rudolf Bonnet mengagumi Bali.
Beragam jenis karya yang telah dikurasi secara ketat dipamerkan. Adapun karya-karya tersebut tidak hanya menyuguhkan pengunjung dengan estetika, tetapi secara tidak sadar memicu pertanyaan reflektif yang membuka diskusi baru.
Pameran ‘Bali Behind the Scenes’ menonjolkan sisi dinamis kebudayaan Bali yang dapat dilacak sejak masa pendudukan Belanda. Salah satu koleksi yang ditampilkan peninggalan benda bersejarah bekas Kerajaan Badung, Tabanan, dan Klungkung yang menjadi saksi bisu atas pemerintahan kolonial di pulau ini.
Imajinasi tentang Bali tempo dulu juga dibentuk melalui foto-foto lawas yang menjadi bagian dari pameran. Berbicara mengenai dinamika, dalam pameran ini seniman dan aktivis Bali Made Bayak menyoroti persoalan sampah plastik melalui seni plastikologi-nya.
Sementara itu, pemuka agama Hindu Ida Dalem Parama Diksita menunjukkan bagaimana melestarikan tradisi dan ritual yang telah lama ada. Sedangkan I Dewa Ayu Putu Evayanti, yang bekerja di industri pariwisata, fokus bagaimana ia melihat masa depan sebuah pulau di tengah pembangunan dan urbanisasi.
Ketika menyoroti pariwisata dunia, mustahil rasanya tidak membawa nama Bali ke dalam pembicaraan. Alam yang permai, tradisi unik nan sakral, serta keramahan yang ditawarkan selama bertahun-tahun berhasil memikat hati wisatawan hingga menjadikan Pulau Dewata sebagai destinasi populer, bahkan salah satu yang paling digemari di seluruh dunia. (ZG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar