Diaspora Indonesia miliki Day Care London
News ID: 1660120
London (ANTARA) - Setelah bekerja di Montessori Nursery selama dua tahun, akhirnya diaspora Indonesia menetap di London, Inggris memutuskan untuk membuka sendiri tempat penitipan anak atau lebih dikenal dengan profesi sebagai childminder.
Dian Pangestuti Neilson, ibu tiga putra berangkat dewasa hasil pernikahannya dengan James Neilson itu mantap menjadi pengasuh anak-anak di Inggris dengan membuka day care.
Sejak tahun 2015 Dian Pengestuti pun merintis bisnis day care di rumahnya di daerah Enfield, Utara London, mengasuh anak-anak yang orang tuanya harus bekerja di luar rumah.
“Saya memutuskan menjadi childminder karena bisa bekerja dirumah, dan lebih fleksibel sambil mengurusi anak-anak,” ujar Dian kepada Antara London, Senin.
Menurut Dian, membuka usaha penitipan anak berusia dibawah lima tahun (balita) di Inggris ternyata tidak semudah yang dibayangkannya.
“Anak yang saya urusi berusia mulai dari delapan bulan hingga lima tahun,” ujar Dian.
Tidak heran ikatan bathin Dian dengan anak yang diasuhnya sangat besar dan bahkan melebihi kedua orang tua sang anak.
Bagaimana tidak setiap pagi sang anak diantar ke rumah Dian yang bergaya victorian tiga lantai dan Dian pun mengasuh dan memberikan makan anak asuhannya bagaimana anak sendiri.
Awalnya memang tidak mudah bagi keluarga di Inggris menitipkan anaknya kepada Dian sebagai perempuan asing
Childmainder.
Pengalaman bekerja di Nursery Montessori memberikan keuntungan untuk Dian bekerja sebagai childminder, karena sudah terbiasa dengan aturan yang sudah ditetapkan pemerintah bagaimana mendidik anak-anak balita.
Kualifikasi untuk bekerja di Montessori Nursery, diperlukan
pendidikan Level 3 Diploma for the Children and Young People’s Workforce” yang bisa kerja di sekolah, nursery, playgroups, children centre, ujar Dian.
Setelah mengurus pendaftaran di
Ofsted, Kantor Standar dalam Pendidikan, Layanan dan Keterampilan Anak di Inggris, dengan proses yang cukup berbelit, akhirnya Dian mulai bekerja sebagai childminder pada September 2015.
Selama pandemi, day care Dian tetap terbuka karena orang tua anak adalah pekerja esensial.
“Alasan mereka itu karena kedua orangtua bekerja dan jarak tinggal dengan nenek atau kakek jauh dan tidak memungkinkan untuk menitipkan anaknya,” ujar Dian.
Sekarang saya hanya mengurusi dua anak, karena kondisi Covid. “Saat ini saya tidak ingin mencari anak lagi untuk saya urusi,” ujar Dian yang dulu bekerja sebagai Personal Assistant (PA) di perusahaan asing di Jakarta,
Biar bagaimanapun Dian juga ingin melindungi keluarga sendiri, karena rumah menjadi tempatnya bekerja dan beresiko untuk terinfeksi akan tetap ada.
Setelah ketiga anak nya mulai dewasa, Dian pun pada tahun 2012 memutuskan
belajar di Barnet and Southgate college, lalu bekerja di Montessori Nursery selama dua tahun dan akhirnya memutuskan untuk menjadi childminder.
Dian yang menikah dengan James Neilson pada tahun 1999 di masjid Rawamangun, langsung diboyong sang suami ke Inggris.
Bercerita pengalaman menjadi childminder, Dian mengaku banyak suka dan duka. Apalagi bayi yang dititipkan berusia dibawah lima tahun.
Pada saatnya anak meneruskan sekolah dan mengucapkan selamat tinggal ada perasaan sedih karena sang anak setiap hari bersama. “Saya mengetahui perkembangan sang anak setiap hari,” ujarnya.
Orangtua sang anak memberikan kartu dengan kado atau voucher sebagai rasa terima kasih kepada saya selama anaknya dibawah pengurusan saya,ujar Dian.
Mereka menulis pesan yang cukup terharu, ada bilang bahwa saya adalah bagian hidup dari anak-anak mereka, karena mereka tumbuh bersama sama.
“Saya bersyukur dari awal bekerja selalu menemukan orangtua yang baik dalam arti bisa diajak bekerja sama,” ujarnya.
Bercerita suka duka bekerja sebagai childminder, Dian mengaku sebenarnya banyak sukanya, karena saya memang sangat suka dengan anak-anak kecil,
Bagi saya mempelajari dan memperhatikan mereka berkembang dari tidak dapat berbicara atau berjalan itu adalah sangat luar biasa.
“Saya selalu bersama mereka di saat mereka tumbuh,” ujar Dian dan menjadi saksi ketika anak yang diurusi mulai menapakan kakinya dan mampu berjalan satu atau dua langkah disaat orangtuanya, khususnya ibunya kehilangan moment itu. Atau anak mulai bicara satu atau dua kata.
Dukanya, ketika ada masalah dengan orangtua, misalnya keterlambatan menjemput yang terus menerus, atau jam men drop anak kerumah saya yang sering terlambat (karena saya masih mengantar anak-anak ke sekolah).
Kadang masalah kecil pembayaran yang disepakati dan masih ada pelanggaran dari orangtua.
Dian mengaku menjadi childminder sebenarnya cukup beresiko, misalnya anak mendapatkan kecelakaan di rumah childminder, karena tidak ada saksi.
Apalagi anak yang belum mampu bicara, childminder berusaha memberikan laporan yang sebenarnya kepada orangtua dan berharap orangtua dapat menerimanya.
Bekerja sebagai childminder memiliki banyak tanggung jawab dan harus dilakukan sendiri, misalnya membuat laporan anak, atau bahkan laporan pemasukan yang harus dilaporkan ke HMRC/Inland Revenue atau Badan Usaha Pajak Inggris.(ZG)
Dian Pangestuti Neilson, ibu tiga putra berangkat dewasa hasil pernikahannya dengan James Neilson itu mantap menjadi pengasuh anak-anak di Inggris dengan membuka day care.
Sejak tahun 2015 Dian Pengestuti pun merintis bisnis day care di rumahnya di daerah Enfield, Utara London, mengasuh anak-anak yang orang tuanya harus bekerja di luar rumah.
“Saya memutuskan menjadi childminder karena bisa bekerja dirumah, dan lebih fleksibel sambil mengurusi anak-anak,” ujar Dian kepada Antara London, Senin.
Menurut Dian, membuka usaha penitipan anak berusia dibawah lima tahun (balita) di Inggris ternyata tidak semudah yang dibayangkannya.
“Anak yang saya urusi berusia mulai dari delapan bulan hingga lima tahun,” ujar Dian.
Tidak heran ikatan bathin Dian dengan anak yang diasuhnya sangat besar dan bahkan melebihi kedua orang tua sang anak.
Bagaimana tidak setiap pagi sang anak diantar ke rumah Dian yang bergaya victorian tiga lantai dan Dian pun mengasuh dan memberikan makan anak asuhannya bagaimana anak sendiri.
Awalnya memang tidak mudah bagi keluarga di Inggris menitipkan anaknya kepada Dian sebagai perempuan asing
Childmainder.
Pengalaman bekerja di Nursery Montessori memberikan keuntungan untuk Dian bekerja sebagai childminder, karena sudah terbiasa dengan aturan yang sudah ditetapkan pemerintah bagaimana mendidik anak-anak balita.
Kualifikasi untuk bekerja di Montessori Nursery, diperlukan
pendidikan Level 3 Diploma for the Children and Young People’s Workforce” yang bisa kerja di sekolah, nursery, playgroups, children centre, ujar Dian.
Setelah mengurus pendaftaran di
Ofsted, Kantor Standar dalam Pendidikan, Layanan dan Keterampilan Anak di Inggris, dengan proses yang cukup berbelit, akhirnya Dian mulai bekerja sebagai childminder pada September 2015.
Selama pandemi, day care Dian tetap terbuka karena orang tua anak adalah pekerja esensial.
“Alasan mereka itu karena kedua orangtua bekerja dan jarak tinggal dengan nenek atau kakek jauh dan tidak memungkinkan untuk menitipkan anaknya,” ujar Dian.
Sekarang saya hanya mengurusi dua anak, karena kondisi Covid. “Saat ini saya tidak ingin mencari anak lagi untuk saya urusi,” ujar Dian yang dulu bekerja sebagai Personal Assistant (PA) di perusahaan asing di Jakarta,
Biar bagaimanapun Dian juga ingin melindungi keluarga sendiri, karena rumah menjadi tempatnya bekerja dan beresiko untuk terinfeksi akan tetap ada.
Setelah ketiga anak nya mulai dewasa, Dian pun pada tahun 2012 memutuskan
belajar di Barnet and Southgate college, lalu bekerja di Montessori Nursery selama dua tahun dan akhirnya memutuskan untuk menjadi childminder.
Dian yang menikah dengan James Neilson pada tahun 1999 di masjid Rawamangun, langsung diboyong sang suami ke Inggris.
Bercerita pengalaman menjadi childminder, Dian mengaku banyak suka dan duka. Apalagi bayi yang dititipkan berusia dibawah lima tahun.
Pada saatnya anak meneruskan sekolah dan mengucapkan selamat tinggal ada perasaan sedih karena sang anak setiap hari bersama. “Saya mengetahui perkembangan sang anak setiap hari,” ujarnya.
Orangtua sang anak memberikan kartu dengan kado atau voucher sebagai rasa terima kasih kepada saya selama anaknya dibawah pengurusan saya,ujar Dian.
Mereka menulis pesan yang cukup terharu, ada bilang bahwa saya adalah bagian hidup dari anak-anak mereka, karena mereka tumbuh bersama sama.
“Saya bersyukur dari awal bekerja selalu menemukan orangtua yang baik dalam arti bisa diajak bekerja sama,” ujarnya.
Bercerita suka duka bekerja sebagai childminder, Dian mengaku sebenarnya banyak sukanya, karena saya memang sangat suka dengan anak-anak kecil,
Bagi saya mempelajari dan memperhatikan mereka berkembang dari tidak dapat berbicara atau berjalan itu adalah sangat luar biasa.
“Saya selalu bersama mereka di saat mereka tumbuh,” ujar Dian dan menjadi saksi ketika anak yang diurusi mulai menapakan kakinya dan mampu berjalan satu atau dua langkah disaat orangtuanya, khususnya ibunya kehilangan moment itu. Atau anak mulai bicara satu atau dua kata.
Dukanya, ketika ada masalah dengan orangtua, misalnya keterlambatan menjemput yang terus menerus, atau jam men drop anak kerumah saya yang sering terlambat (karena saya masih mengantar anak-anak ke sekolah).
Kadang masalah kecil pembayaran yang disepakati dan masih ada pelanggaran dari orangtua.
Dian mengaku menjadi childminder sebenarnya cukup beresiko, misalnya anak mendapatkan kecelakaan di rumah childminder, karena tidak ada saksi.
Apalagi anak yang belum mampu bicara, childminder berusaha memberikan laporan yang sebenarnya kepada orangtua dan berharap orangtua dapat menerimanya.
Bekerja sebagai childminder memiliki banyak tanggung jawab dan harus dilakukan sendiri, misalnya membuat laporan anak, atau bahkan laporan pemasukan yang harus dilaporkan ke HMRC/Inland Revenue atau Badan Usaha Pajak Inggris.(ZG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar