Selasa, 13 Desember 2011

KORBAN RAWAGEDE

GANTI RUGI KORBAN RAWAGEDE SANGAT TERLAMBAT

London, 13/12 (ANTARA) ? Sejarahwan Belanda Jean van de Kok mengakui bahwa ganti rugi yang diberikan Pemerintah Belanda untuk korban peristiwa pembantaian Rawagede oleh tentara Belanda 64 tahun lalu sudah sangat terlambat.

?Ganti rugi diberikan 64 tahun setelah kejadian, tentu saja sangat terlambat,? ujar dosen dan peneliti universitas Groningen dan Leiden di Belanda kepada Koresponden ANTARA London sehubungan dengan pengasilan Denhaag memvonis pemerintah Belanda untuk memberi ganti rugi untuk para korban Rawagede, Selasa.


Pertengahan September lalu, pengadilan Den Haag memvonis negara Belanda bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh keluarga korban pembantaian di Rawagede. Untuk itu negara harus membayar ganti rugi kepada tujuh janda korban.


Pemerintah Belanda pun secara resmi meminta maaf atas aksi militernya pada tahun 1947 yang menyebabkan jatuhnya korban sipil di Desa Balongsari, Kecamatan Rawagede, Karawang, Jawa Barat.


Duta Besar Belanda untuk Indonesia Tjeerd de Zwaan saat mengikuti acara peringatan 64 tahun Tragedi Pembantaian Rawagede di Desa Balongsari menyampaikan permintaan maaf Pemerintah Belanda atas tragedi tersebut.


Zwaan mengatakan peristiwa Rawagede merupakan hal yang menyedihkan dan sebuah contoh mencolok tentang bagaimana hubungan antara Indonesia dan Belanda pada masa itu (tahun 1947) berjalan ke arah yang keliru.


Menurut Jean van de Kok, memang ada vonis yang meminta ganti rugi ini dari pengadilan, namun pemerintah Belanda bisa saja naik banding. Namun Pemerintah Belanda memutuskan tidak naik banding, tetapi minta maaf serta memberi ganti rugi.


Menurut pengamat masalah Belanda dan hubungan Indonesia- Belanda, sikap ini boleh dikatakan sikap baru, sampai sekarang lobi veteran Belanda yang pernah bertugas di Indonesia selama perang kemerdekaan menolak.


?Lobi mereka kuat sekali dan mendapat dukungan berbagai kalangan, terutama politik sayap kanan, Termasuk juga pangeran Bernhard, mendiang suami Ratu Juliana, ? ujar Jean van de Kok.


Dikatakannya para veteran itu sekarang sudah banyak yang meninggal, jadi kelompok mereka semakin kecil.


Selain itu juga adanya lobi yang cukup kuat adalah warga Indo Belanda yang pada tahun 50an abad lalu dipaksa Presiden Soekarno meninggalkan Indonesia.


Generasi kedua dan ketiga kelompok ini kini bersikap positif terhadap Indonesia, ujar pria kelahiran Semarang yang sejak tahun 1989 bergabung dengan Radio Nederland.


Menurut pengasuh acara tentang Belanda-Indonesia, Belanda memperlihatkan rasa kemanusiaannya dengan kesediaan mereka memenuhi tuntutan korban kejahatan perang di Rawagede tahun 1947.


Menurut Jean, lulusan sejarah, antropologi dan seni rupa di Belanda mengatakan dalam sejarah Belanda-Indonesia berbagai kasus pelanggaran HAM terjadi, Rawagede hanya satu dari sekian peristiwa.


Sebagai sejarawan saya heran buku sejarah sekolah di Belanda, hampir tidak diisi dengan sejarah masa silam yang negatif. Kompeni dagang VOC diagung-agungkan sebagai multinasional yang berhasil membawa kekayaan ke Belanda dengan petualangan berani.


Mantan Perdana Menteri Belanda Jan Peter Balkenende, menyebutkan bahwa Mentalitas VOC ini patut dicontoh, demikian Jean van de Kok. (ZG)

(T.H-ZG/B/M009/M009) 13-12-2011 19:14:07

1 komentar:

Unknown mengatakan...

yah begitulah kalau para penjajah, mereka akan diisi dengan berbagai rekayasa yang menggemberikan dalam buku sejarahnya. Padahal penuh dengan masa yang kelam dan kekejaman. Ulasan diatasn sangat menarik, terima kasih.

Salam,
olivia dewi