Oleh Zeynita Gibbons
London, 17/11 (Antara) - Perusahaan yang menangani masalah nuklir di Rusia, Rosatom menyatakan siap berinvestasi di Indonesia sekaligus menjadi penampung limbah radioaktif, jika Indonesia siap membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Hal itu diungkapkan Direktur Pengembangan Bisnis Rosatom, Dr. Anna Kudryatseva kepada Delegasi Komisi VII DPR RI yang dipimpin Tamsil Linrung, dalam siaran pers KBRI Moskow yang diterima Antara London, Selasa.
Delegasi Komisi VII DPR RI yang membidangi Energi Sumberdaya Mineral, Ristek dan Lingkungan Hidup mengadakan kunjungan kerja ke Rusia, selama 11-14 14 November 2015.
Selain melakukan pertemuan dengan perusahaan yang menangani masalah nuklir di Rusia, Rosatom, delegasi Komisi VII DPR RI tersebut juga mengadakan pertemuan dengan perusahaan alumunium RusAl dan Vi-Holding di Moskow.
Tamsil Linrung yang didampingi beberapa anggota Komisi VII dan pejabat KBRI Moskow, menjelaskan kebutuhan energi Indonesia diproyeksikan meningkat hingga tahun 2019, namun alternatif penggunaan nuklir untuk pembangkit listrik masih memerlukan keputusan politik.
"Masih banyak masyarakat Indonesia yang khawatir terhadap PLTN karena beberapa wilayah di Indonesia rawan bencana alam. Belum lagi persoalan limbah radioaktif yang dihasilkan. Karenanya pembangkit listrik tenaga batubara sejauh ini masih menjadi pilihan jangka pendek," ujarnya.
Direktur Pengembangan Bisnis Rosatom, Dr. Anna Kudryatseva, menjelaskan pengalaman dan keunggulan teknologi Rosatom dalam membangun dan mengelola PLTN. Dalam beberapa tahun ke depan Rosatom akan membangun 80 PLTN di Rusia dan di beberapa negara.
"Semua reaktor Rosatom adalah produk evolusi, bukan revolusi, maka sangat aman dan dapat dipercaya," ujar Anna Kudyratseva.
Sementara itu dalam pertemuan dengan Vi- Holding dan Rusal, delegasi Komisi VII DPR diterima Chairman of the Board Vi-Holding, Valery N Krasnov dan Kepala Kantor Perwakilan Vi Holding di Jakarta Alexander Popov.
Valery Krasnov menjelaskan aktifitas Vi-Holding di bidang penambangan nikel di Indonesia. Terkait larangan ekspor mineral mentah , Vi-Holding siap mendukung program dan akan membangun smelter pengolahan biji nikel di Sulawesi Tenggara berkapasitas 15 ribu ton/tahun menggunakan teknologi Rusia yang efektif dan hemat listrik.
"Rencana investasi disampaikan kepada Presiden RI, sejumlah Menteri, dan Kepala Daerah. Nilai investasi diperkirakan 100 juta dolar AS dan direncanakan mulai dilaksanakan tahun 2017," ujar Valery Krasnov.
Sementara itu dalam pertemuan di perusahaan alumunium terbesar di dunia, RusAl, delegasi Komisi VII DPR diterima Direktur Utama, Oleg Mukhamedshin yang menjelaskan dari berbagai proyek RusAl di Amerika Latin, Australia, Eropa dan Asia, selama tahun 2014 RusAl memproduksi 3,6 juta ton aluminium.
RusAl juga menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara tujuan utama investasi. Kerjasama RusAl dengan Indonesia telah berlangsung sekitar 10 tahun dengan BUMN Inalum dalam bentuk penambangan bauksit dan pengolahan menjadi alumina dan produk aluminium khususnya.
"Meski kini terdapat pembatasan ekspor bahan mentah, kami tetap antusias bekerjasama dengan Indonesia dalam pengolahan mineral menjadi produk aluminium. Proyek pengolahan bahan pertambangan RusAl sangat memperhatikan lingkungan hidup setempat", ujar Oleg Mukhamedsin. (ZG)****3****
(T.H-ZG/B/R. Sinaga/R. Sinaga) 17-11-2015 16:21:13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar