Jumat, 07 Oktober 2016

PPI

GELAR SEMINAR PAPUA DI INGGRIS
     Zeynita Gibbons

     London, 6/10 (Antara) - Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Birmingham berkolaborasi dengan PPI UK didukung KBRI London menggelar seminar dan workshop tentang Papua dengan tema "Promoting Insiders Views" yang diadakan di University of Birmingham.
           Seminar bertujuan mendorong publikasi tentang Papua dari peneliti Indonesia di Inggris, kata Ketua PPI UK 2015-2016, Media Wahyudi Askar di London, Kamis.
            Narasumber dalam seminar diantaranya  Bupati Kabupaten Puncak, Papua, Willem Wandik, Ketua Gugus Tugas Papua UGM, Bambang Purwoko, Peneliti Senior UNIPA, Willem Burung.
            Selain itu juga hadir Deputi V Kantor Staf Presiden RI, Jaleswari Pramodha Wardhani, peneliti senior Gugus Tugas Papua UGM, Gabriel Lele serta Rio Alberto, mahasiswa asal Wamena yang tengah menempuh program S3 di University of Southampton.
            Dalam paparannya Bupati Willem Wandik mengatakan beberapa capaian dan tantangan pembangunan di Kabupaten Puncak, yang merupakan salah satu kawasan paling terisolir di Papua.
         Minimnya akses transportasi menyebabkan harga kebutuhan sangat tinggi karena pesawat menjadi satu-satunya moda transportasi yang menghubungkan Puncak dengan daerah lainnya.
         Willem Wandik menyampaikan  rasa ke-Indonesia-an masyarakat Papua sebenarnya mulai tumbuh seiring giatnya pembangunan hingga pedalaman Papua. Namun pemberitaan di media massa maupun media sosial seringkali mereduksi semangat tersebut.
        Upaya memperkuat ke-Indonesian masyarakat Papua menurutnya akan lebih berhasil jika masyarakat Papua juga merasakan apa yang dirasakan warga  Indonesia di daerah lainnya, termasuk pendidikan, kesehatan, dan harga-harga kebutuhan pokok yang lebih terjangkau.
          Bambang Purwoko dari Gugus Tugas Papua UGM menegaskan pentingnya dimensi pendidikan untuk mendorong perubahan di Papua. Diperlukan perubahan mindset pendidikan baik dari birokrasi, tenaga pendidik, maupun kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan.
         Senada dengan hal tersebut Willem Burung, peneliti linguistic di University of Oxford,mengatakan  keterbatasan infrastruktur seharusnya tidak  menjadi alasan bagi pengembangan pendidikan.   
     Ketersediaan guru yang handal serta materi dan metode pembelajaran yang kontekstual jauh lebih penting untuk memenuhi kehausan anak Papua akan ilmu pengetahuan.

         Willem mengatakan kebijakan otonomi khusus sedikit banyak telah melemahkan etos kerja dan daya juang masyarakat Papua akibat berbagai pengkhususan yang ada. Menurutnya dampak otonomi khusus terhadap dimensi sosial budaya perlu dikaji .
         Seminar dihadiri Deputi Bidang Politik dan Hukum Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardani dan diikuti mahasiswa Indonesia dari berbagai kota di Inggris. Dalam paparannya Jaleswari mengatakan bahwa memang perlu waktu untuk mengurai persoalan Papua mengingat endapan persoalan sekian lama. Pemerintah sebetulnya melakukan berbagai terobosan konstruktif, termasuk upaya penuntasan isu HAM, namun memang banyak hal sensitive yang tidak mudah dikomunikasikan ke publik.
          Di samping itu, lemahnya governance dan kepemimpinan di tingkat lokal menjadi kendala percepatan perubahan di Papua. Senada dengan hal tersebut, Gabriel Lele, peneliti senior UGM juga menambahkan perlu ada upaya sinkronisasi antara prinsip-prinsip good governance dengan norma-norma dan tradisi yang masih sangat kuat di Papua. Upaya menghadirkan pemerintahan yang akuntabel pada saat yang sama harus bersesuaian dengan tuntutan akan birokrasi yang responsive terhadap kebutuhan masyarakat.
          Pada level operasional, Rio Alberto, mahasiswa asal Wamena yang tengah studi S3 di University of Southampton menegaskan  seringkali upaya dari berbagai pihak seperti NGO, terkendala oleh hal-hal teknis administrative di pemerintahan.
           Beberapa mahasiswa yang berasal dari Provinsi Papua dan Papua Barat turut berperan aktif dalam kegiatan ini, baik sebagai narasumber, moderator, hingga pembawa acara.     
      Media Wahyudi Askar, yang juga penggagas kegiatan mengatakan seminar Papua ini merupakan langkah awal untuk mengkonsolidasikan mahasiswa Indonesia di UK yang memiliki kepedulian terhadap Papua. Selama ini banyak mahasiswa maupun peneliti Indonesia yang semangat untuk turut memikirkan Papua, namun isu Papua cenderung didominasi perspektif politik dan hukum. Oleh karena itu dalam forum PPI-UK juga diresmikan berdirinya Lingkar Studi Papua (LSP). ¿LSP ini bersifat multidisipliner, sehingga pelajar Indonesia di UK dari berbagai bidang ilmu turut berpartisipasi menyumbangkan gagasan dan pemikirannya untuk perubahan yang lebih baik di Papua, demikian Media Wahyudi Askar.

    ***4***
(T.H-ZG/B/M. Yusuf/M. Yusuf) 06-10-2016 06:56:03

Tidak ada komentar: