Sabtu, 05 April 2008

CHAIRUL ANWAR UNGKAP PERISTIWA RAWAGEDE

D0050408000204 05-APR-08 PUM JKT

CHAIRUL ANWAR UNGKAP PERISTIWA RAWAGEDE DALAM SAJAK KARAWANG BEKASI

Oleh Zeynita Gibbons


London, 5/4 (ANTARA) - Luka lama yang digoreskan oleh tentara Belanda bagi masyarakat Rawagede , masih terus membekas dan tidak pernah akan hilang.


Bahkan setelah 61 tahun berlalu para pencari kebenaran terus berjuang agar Belanda mengakui Kemerdekaan Indonesia dan mengganti kerugian yang dialami masyarakat Rawagede.


Pembantaian Rawagede adalah peristiwa pembantaian penduduk desa Rawagede, di antara Karawang dan Bekasi oleh tentara Belanda pada tanggal 9 Desember 1947 sewaktu melancarkan agresi militer pertama. Sejumlah 431 penduduk menjadi korban pembantaian ini.


Peristiwa inilah yang menjadi inspirasi dari sajak terkenal Chairil Anwar berjudul "Karawang Bekasi", juga memberi inspirasi bagi Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda (K.U.K.B.) yang berdomisili di Belanda untuk berjuang dan bahkan tidak akan berhenti sebelum adanya pengakuan dari Pemerintah Belanda.


Ketua Yayasan K.U.K.B. Jeffry M. Pondaag kepada ANTARA London mengatakan bahwa ia bersama para pengurus yayasan yang berdomisili di Belanda yang pada tanggal 4 April genap berusia setahun ini akan terus membantu perjuangan para korban Rawagede.


"Bu Imi yang menjadi salah satu korban menjadi simbol yayasan K.U.K.B. karena menyaksikan suaminya dibunuh di depan matanya," ujar Jeffry.


Kini Bu Imi saksi sejarah masuk rumah sakit karena menderita penyakit ginjal dan yayasan K.U.K.B. berusaha mencari dana untuk membantu.


Sebelumnya Yayasan K.U.K.B. membantu Sa'hi seorang korban hidup dari Rawagede untuk mengoperasi matanya yang pada saat peristiwa Rawagede itu, Sa'hi yang di tembak pura pura mati sementara sang ayah menjadi korban.


Perjuangan panjang yayasan K.U.K.B. yang situsnya diluncurkan tanggal 4 April diantaranya dengan melayangkan petisi kepada Parlemen Belanda di Den Haag pada 11 Desember 2007.


Menurut Jeffry, petisi yang mereka layangkan itu pada 31 Januari lalu dibahas dalam Komisi Khusus oleh Parlemen Belanda (Tweede Kamer) yang dalam sidang tersebut Menteri Luar Negeri Belanda Maxime Verhagen mengakui tentara Belanda mengeksekusi masyarakat Rawagede tanpa hukum.


Pengakuan Menteri Luar Negeri Belanda Maxime Verhagen sesuai dengan jawaban kepada Krista van Velzen juru bicara luar negeri Partai SP (Sosial Partai), ujar Jeffry M Pondang yang ikut dalam sidang Komisi khusus Belanda bersama rekannya dari yayasan K.U.K.B. serta dua bekas tentara Belanda dan organisasi NGO (non governmental organization) dari Belanda.


Menurut dia, belum pernah ada dalam sejarah Belanda maupun Indonesia satu organisasi menyerahkan petisi kepada parlemen Belanda setelah 60 tahun peristiwa pembantaian Rawagede pada tanggal 9 Desember 1947 yang merupakan masalah HAM Berat .


Sejarah Rawagede

Peristiwa yang terjadi di Rawagede 9 Desember 1947, dimana tentara Belanda membantai sebanyak 431 penduduk Rawagede (Bekasi) yang hingga kini terus membekas pada sebagian besar masyarakat Rawagede.


Di Sulawesi Selatan bahkan jumlah korban pembunuhan oleh tentara Belanda lebih banyak lagi yang dalam sejarah Indonesia tercatat kurang lebih 40.000 jiwa.


Kedua peristiwa tersebut merupakan kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan karena jelas melanggar Konvensi Jenewa yaitu pembunuhan penduduk sipil (non combatant), ujar Jeffry.


Ia mengatakan bahwa masih banyak peristiwa kejahatan tentara Belanda terhadap rakyat sipil di Indonesia pada periode 1945-1950 yang tidak tertera didalam buku sejarah. Seperti kejadian pembantaian di Kali Progo, Temanggung di Jawa Tengah dan Bandar Buat di Sumatra.


Pembentukan yayasan K.U.K.B. ini diinspirasi dari organisasi serupa yang dibentuk 4 April tahun 1990 yang bernama "Stichting Japanse Ereschulden" (Yayasan Utang Kehormatan Jepang) di Negeri Belanda.


Yayasan orang Belanda ini menuntut Jepang untuk melunasi Hutang Kehormatan yang dilakukan oleh Jepang pada saat PD II dengan pemaksaan wanita wanita Hindia Belanda sebagai wanita penghibur (troostmeisjes).


Menurut Jeffry, yayasan K.U.K.B. bukan sekedar menuntut Belanda mengganti kerugian yang diderita warga Rawagede, tetapi yang penting adalah agar Pemerintah Belanda mengakui secara juridis Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, dan meminta maaf atas pelanggaran HAM berat dan kejahatan atas kemanusiaan.


Mengganti kerugian bukan berarti karena sosial atau kasihan tetapi karena kehormatan dan apa yang dirusak seperti rumah di bakar atau suami di bunuh, ini harus diganti, ujarnya.


Selama ini Pemerintah Belanda, menurut Jerffy mengakui Kemerdekaan Indonesia adalah 27 Desember 1949 dan bukan 17 Agustus 1945.

"Bila mereka mengakui berarti tentara Belanda KNIL dan KL sia sia melakukan agresi militer I dan II. Para veteran atau keluarga akan menuntut pemerintahnya yang berarti Belanda menyerang secara ilegal," ujarnya.


Selama Belanda tidak mengakui secara juridis Kemerdekaan Indonesia berarti kedutaan Belanda di Jakarta tidak sah, dan ini terungkap saat mantan perdana menteri Ben Bot berkunjung ke Indonesia dan mengatakan " We are in the wrong side of the history" ?

Negeri Belanda, sebagai negara yang sangat taat akan hukum, seharusnya merasa janggal untuk bekerja sama dengan Negara Indonesia yang secara juridis (sampai detik ini) tidak diakui eksistensinya, ujarnya.

Sesuai dengan Undang Undang Dasar 1945 yang dianut Republik Indonesia sebagai dasar landasan hukum ketatanegaraan, maka Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah pada tanggal 17 Agustus 1945. Jadi bukan pada saat "pelimpahan kekuasaan" 27 Desember 1949.


Bahkan, selama ini rakyat dan pemimpin Indonesia tidak menyadari, bahwa tidak satu kali pun Duta Besar Belanda yang menghadiri Peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI yang setiap tahun dilakukan tanggal 17 Agustus di Istana Merdeka dan dihadiri para Diplomat luar negeri, ujarnya.


Pengakuan Pemerintah Belanda, pada 27 Desember 1949 sebagai hari kemerdekaan RI, berdasarkan adanya istilah "melimpahkan kedaulatan" (Soevereniteitsoverdracht) yang dilakukan Ratu Juliana kepada Perdana Menteri RIS Mohammad Hatta di Paleis op de Dam di Amsterdam, Belanda.


Peristiwa yang paralel dilakukan di Batavia/Jakarta, di mana Hoge Vertegenwoordiger van de Kroon (Wakil Tinggi Mahkota) Lovink "menyerahkan kedaulatan" kepada Wakil Perdana Menteri RIS Hamengku Buwono IX.


Senjata makan tuan

Organisasi yang dalam bahasa Belanda disebut Stichting Komitee Nederlandse Ereschulden atau yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda. bertujuan untuk membantu masyarakat Rawagede yang mengalami kerugian.


Menurut Jeffry ada filosofi pemikiran dasar dalam membuat nama dan juga tanggal berdirinya K.U.K.B. yaitu yang pertama untuk "memukul" Belanda dengan senjata nya sendiri.


"Mereka menuntut Jepang, sebaliknya kenapa kita tidak bisa menuntut Belanda", tegasnya.


Tanggal berdirinya yaitu 5 Mei 2005, tanggal dimana Belanda bebas (Merdeka) dari kependudukan Jerman tanggal 5 Mei 1945. Memberi petisi pada tanggal 15 Agustus 2007 di kedutaan Belanda di Jakarta ini karena, pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang kapitulasi karena dua atom bom di Hiroshima dan Nagasaki.


Jepang menyerahkan kekuasaan kepada sekutu bukan kepada Belanda. Kekuasaan Belanda pada tahun 1942 di serahkan kepada Jepang.


Menurut Jeffry di pilihnya tanggal 5 Mei sebagai tanggal berdirinya K.U.K.B. merupakan sebuah sindiran kepada Belanda. Pada tanggal tersebut Belanda telah bebas dari kependudukan Jerman yang hanya lima tahun menjajah Belanda.


Belanda sangat gembira dan senang sebagai orang bebas. Tetapi dia sendiri menjajah bangsa Indonesia selama ratusan tahun, ujarnya.


Seharusnya Belanda bisa merasakan bagaimana rasa "senang" telah bebas dari penjajahan dan bagaimana penderitaan orang yang terjajah itu. Apalagi Belanda menjajah Indonesia secara mental dan fisik.


Maka lahirlah ide membuat Komite Utang Kehormatan Belanda (Comite Nederlandse Ereschulden) di jalan Kimia nomer 2.


Organisasi ini sejak 04 april 2007 secara resmi menjadi yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda (stichting Comite Nederlandse Ereschulden, yayasan K.U.K.B.) Tempat legalisasi secara notariel di lakukan di kantor Notaris R. Ottens di Veenendaal, Nederland oleh Jeffry Marcel Pondaag, Dr. Purbobaskoro Hadinoto dan Yosephina Serendeng Spd.


Tujuan kegiatan yayasan K.U.K.B. bukanlah untuk membalas dendam, melainkan untuk mewujudkan suatu rekonsiliasi yang bermartabat (Reconciliation with dignity) antara bangsa Indonesia dan bangsa Belanda, ujar Jeffry.


Tujuan rekonsiliasi ini juga disampaikan kepada Bert Koenders dan Angelien Eijsink, anggota Parlemen dari Partij van de Arbeid, ketika pimpinan KUKB bertemu dengan di Gedung Parlemen Belanda pada Desember 2005 lalu.


Berpihak ke Indonesia

Menurut Jeffry, adalah suatu kenyataan, bahwa disukai atau tidak hubungan Indonesia dengan Belanda telah terjalin lebih dari 400 tahun.


Selain banyak sisi negatif bagi bangsa yang terjajah, tak perlu dipungkiri, bahwa juga ada sisi positif dari masa penjajahan Belanda, yang di beberapa daerah berlangsung lebih dari 300 tahun.


Banyak orang Belanda yang sejak lebih dari 100 tahun lalu membela pribumi seperti Dr. Theodor van Deventer, Eduard Douwes Dekker (Multatuli), Hendricus Sneevliet, Prof. Wim Wertheim.


Mereka berjuang di pihak Indonesia secara politis seperti Dr. Francois Eugene Douwes Dekker (Setia Budi), dan bahkan dalam perjuangan fisik seperti yang dilakukan H. Poncke Princen dan Jan Glissenaar, veteran Belanda yang menyesal dan sudah meminta maaf.


Di Belanda sendiri banyak orang Belanda yang tetap bersimpati kepada bangsa Indonesia dan terbuka untuk berdialog secara jujur mengenai masa lalu hubungan Indonesia-Belanda, terutama generasi muda yang menyatakan mereka tidak mempunyai beban.


Namun Pemerintah Belanda sendiri sebagai institusi, hingga saat ini tetap tidak mau mengakui kemerdekaan Republik Indonesia adalah 17 Agustus 1945.


Pada saat Menlu Ben Bot mengadakan kunjungan ke Jakarta tahun 2005, masalah tersebut juga digarisbawahi dalam wawancara Menlu Ben Bot di Televisi Indonesia di mana dia mengatakan, bahwa: ? ... and recognition is something you can only do once ? so the transfer of sovereignty took place in 1949??.(U-ZG/B/Z003)(T.H-ZG/B/Z003/Z003) 05-04-2008 16:06:27

2 komentar:

batarahutagalung mengatakan...

Sebagai pendiri Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB), saya perlu meralat informasi ini.
Ide mendirikan KUKB bukan di Jl. Kimia No. 2. Itu rumahnya wartawati Belanda Step Vaessen. KUKB didirikan di Gedung Joang '45, Jl. Menteng Raya 31, Jakarta oleh aktifis Komite Nasional Pembela Martabat Bangsa Indonesia (KNPMBI), di mana saya sebagai ketuanya.
Saya juga diangkat menjadi Ketua KUKB.
Jeffry Pondaag dari Belanda minta menjadi anggota KUKB tanggal 8 Mei 2005.
Tanggal 27 Mei 2005 saya memberi mandat kepada J Pondaag sebagai Repersentatif KUKB di Belanda. Tanggal 18 Desember 2005 di Wisma Indonesia, Den Haag, saya meresmikan KUKB Cabang Belanda dan mengangkat J. Pondaag sebagai Ketua KUKB Cabang Belanda dan Charles Surjandi sebagai sekretaris. Lihat weblogs http://batarahutagalung.blogspot.com dan http://indonesiadutch.blogspot.com. Demikian koreksi dari saya.
Batara R Hutagalung. Email: batara44rh@yahoo.com

Unknown mengatakan...

Dukung dan Ikuti Long March Karawang-Bekasi dalam rangka memperingati Hari Pahlawan 10 November 2012 yang diselenggarakan oleh Gerakan Fajar Nusantara dan DHN 45 https://www.facebook.com/KarawangBekasi10.11.12