INDONESIA ANGGOTA SATGAS PERUBAHAN IKLIM
London, 14/1 (ANTARA) - Indonesia yang diwakili Prof. Dr. Emil Salim terpilih menjadi salah satu dari 15 anggota Satgas tingkat tinggi untuk menindaklanjuti Konferensi Iklim Dunia ketiga yang berlangsung di Jenewa.
Sekretaris Pertama PTRI Jenewa, Muhsin Syihab, kepada koresponden Antara London, Kamis, mengatakan Emil Salim menjadi anggota "High Level Task force on Global Framework for Climate Services" (HLTGFCS) pada pertemuan Intergovernmental Meeting (IGM) di Jenewa belum lama ini.
Tugas utama IGM sebagaimana dimandatkan oleh Deklarasi World Climate Conference (WCC-3), yang diadakan di Jenewa, September lalu adalah menyusun Terms of Reference bagi HLT dan memilih anggota-anggota HLT.
Menurut Muhsin Syihab, Sekjen WMO, Michel Jarraud, menyatakan 15 nama yang dipilih adalah pakar dan praktisi yang memiliki reputasi internasional di berbagai bidang terkait dengan pembangunan berkelanjutan serta pelestarian lingkungan.
Anggota HLTGFCS lainnya, antara lain Jan Egeland, mantan wakil Sekjen PBB untuk masalah-masalah kemanusiaan, Joaquim Alberto Chissano, mantan Presiden Mozambique, Ricardo Froilan Lagos Escobar, mantan Presiden Chile, serta beberapa nama besar lainnya.
Tugas utama HLT adalah menyusun Terms of Reference GFCS yang akan dilaporkan dalam 12 bulan mendatang kepada negara-negara anggota WMO untuk selanjutnya dibahas dan dimintakan persetujuan Kongres WMO pada tahun 2011.
"Terpilihnya Emil Salim sebagai anggota HLTGFCS menambah daftar keberhasilan diplomasi Indonesia di forum-forum multilateral," kata Dubes/ Wakil Tetap RI di Jenewa, Dian Triansyah Djani.
Dikatakannya keberhasilan ini merupakan buah koordinasi yang baik antara PTRI Jenewa dengan instansi terkait di dalam negeri guna memperoleh dukungan luas masyarakat internasional.
Sementara dalam upaya penggalangan dukungan, Dubes Djani melalui berbagai pertemuan dengan Sekjen WMO dan utusan tetap asing di Jenewa, meyakinkan berbagai pihak bahwa Emil Salim dengan reputasi, pengalaman, dan keahliannya di bidang lingkungan dan pembangunan berkelanjutan dapat memberi kontribusi penting dalam proses penjabaran GFCS.
Pembentukan GFCS itu disetujui WCC-3 untuk mengarahkan pengembangan pelayanan informasi tentang lingkungan, khususnya prediksi kecenderungan iklim, climate-risk management, adaptasi, fenomena perubahan iklim serta untuk menjembatani kesenjangan informasi yang dimiliki "provider" dan pengguna.
Bagi Indonesia yang mempunyai banyak pengalaman serta kepentingan dalam menanggulangi bencana alam, GFCS memiliki arti yang sangat besar khususnya untuk meningkatkan kemampuan mengantisipasi dan menanggulangi kemungkinan terjadinya bencana.
GFCS juga dapat digunakan untuk menopang proses pembangunan di berbagai sektor yang terkait dengan iklim.
Pada sesi pleno IGM yang dipimpin Presiden WMO, Kepala BMKG, Dr. Sri Woro B. Harijono selaku Ketua Delegasi RI di IGM, ditekankan pentingnya upaya peningkatan kapasitas dan bantuan teknologi kepada negara berkembang dalam implementasi GFCS yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi, guna mengurangi kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang.
Selain itu, ditekankan juga pentingnya memasukkan dimensi kelautan dalam GFCS, mengingat stabilitas lingkungan dan iklim banyak dipengaruhi kondisi kelautan.
Ketua Delegasi RI bersama Ketua Delegasi Kanada memimpin sesi drafting Terms of Reference tugas pokok dan fungsi HLT.
(ZG/
(T.H-ZG/B/A027/A027) 14-01-2010 23:40:40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar