Selasa, 28 Februari 2017

BELANDA

DESENTRALISASI MUNCUL SEBAGAI BUAH ASPIRASI RAKYAT
     Zeynita Gibbons

    London,25/2 (Antara) - Desentralisasi muncul sebagai buah dari aspirasi rakyat yang ingin mengeksistensikan keberadaan daerahnya sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) agar tak melulu konsep Jakarta atau Jawa-sentris yang ditawarkan.
         Hal itu diungkapkan Elizabeth Pisani, jurnalis dan epidemiologist berkebangsaan United Kingdom dan Amerika Serikat dalam diskusi Lingkar Inspirasi.
          Diskusi tersebut diselenggarakan oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda dan PPI Amsterdam. Hadir Wakil Kepala Perwakilan KBRI di Belanda, Ibnu W. Wahyutomo, di gedung Vrije Universiteit, Amsterdam.
         Ketua PPI Amsterdam, Fahmi Fathurrahman, kepada Antara London, Sabtu, menungkapkan diskusi bertemakan Understanding Indonesia: Exploring Decentralization in a Highly Pluralistic Nation mengundang Elizabeth Pisani sebagai narasumber yang memiliki ketertarikan terhadap Indonesia sejak mengawali karir di kantor berita international Reuters di London.
          Elizabeth Pisani mengemukakan pengetahuan serta pemikirannya mengenai desentralisasi di Indonesia, dimulai dari sejarah hingga sisi positif dan negatif pemberlakuan otonomi daerah bagi masyarakat.
          Dalam sudut pandang Elizabeth, desentralisasi muncul sebagai buah dari aspirasi rakyat yang ingin mengeksistensikan keberadaan daerahnya sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) agar tak melulu konsep Jakarta atau Jawa-sentris yang ditawarkan. Alasan lainnya ialah demi peningkatan ekonomi terkait pemberdayaan sumber daya alam dan manusia yang dimiliki daerah tersebut.
           Dikatakannya sebelum era reformasi dimulai tahun 1999, Indonesia memiliki sekitar 295 kabupaten dan kota. Kini, Indonesia memiliki 514 kabupaten dan kota dengan sistem pemilihan kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh warga.
          Setiap kepala daerah memiliki gaya kepemimpinan masing-masing. Hal positif dari adanya desentralisasi inilah yang kemudian mampu memunculkan kepala-kepala daerah yang potensial dan beragam.
          Sementara itu dalam kaitannya dengan masyarakat yang pluralis, Elizabeth berkata, "Frase `putra-putri daerah" dan "pendatang" sering "ku dengar selama aku berkeliling ke pelosok di Indonesia".
          Pluralisme yang tengah terjadi hingga level daerah ini, menurutnya, merupakan kesempatan besar dari segi peningkatan perekonomian. Namun, sesungguhnya yang terjadi saat ini masih banyaknya daerah yang porsi keterlibatan dalam perekonomian antara warga lokal dan pendatang tidak terintegrasi dengan baik dibandingkan kota besar.
           Dengan level pendidikan yang berbeda, kesempatan bisnis dicemaskan akan lebih bertumpu kepada pendatang. Hal ini tentunya merupakan tantangan yang patut disorot, demikian Elizabeth Pisani.
          Dua pembicara lain dalam diskusi yaitu Fredrick Dermawan Purba (PhD Candidate - Medical Psychology and Psychotherapy, Erasmus Medical Center Rotterdam), mengupas penelitiannya tentang kualitas kehidupan masyarakat Indonesia pada beberapa regional  termasuk masyarakat yang tinggal di pinggir Kali Ciliwung.
         Retna Hanani (PhD Candidate - Social Science, Universiteit van Amsterdam) mengangkat topik pelayanan kesehatan dan peningkatan kesejahteraan sebagai isu "primadona" pada kampanye pemilihan kepala daerah dalam beberapa tahun terakhir. ****4****
(T.H-ZG/B/E.S. Syafei/E.S. Syafei) 25-02-2017 06:36:10

Tidak ada komentar: