WARGA SWISS GELAR PAMERAN SONGKET MINANG
Zeynita Gibbons
London, 17/4 (Antara) - Pasangan suami istri asal Swiss, Bernhard dan Erika Bart serta Trini Tambu, wanita minang asal Koto Gadang, Sumatera Barat, menggelar pameran puluhan kain songket Minangkabau di, Lyssach, Swiss, pada akhir pekan lalu.
London, 17/4 (Antara) - Pasangan suami istri asal Swiss, Bernhard dan Erika Bart serta Trini Tambu, wanita minang asal Koto Gadang, Sumatera Barat, menggelar pameran puluhan kain songket Minangkabau di, Lyssach, Swiss, pada akhir pekan lalu.
Pameran kain songket yang digelar pertama kalinya di Swiss, itu bertajuk "Gold and Silk: the Revitalization of the Songket weaving in West Sumatra", demikian keterangan KBRI Bern yang diterima Antara London, Senin.
Dubes Indonesia untuk Konfederasi Swiss dan Keharyapatihan Liechtenstein, Muliaman Dharmansyah Hadad, menyampaikan penghargaan pada Bernhard dan Erika Bart atas upaya melestarikan dan mempromosikan Budaya Indonesia khususnya Songket Minangkabau, yang tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat Indonesia, tapi menjadi jembatan budaya bagi Indonesia dan Swiss.
Bernhard Bart (71), merupakan arsitek Swiss, mendedikasikan lebih dari dua puluh tahun hidupnya merestorasi kembali motif Songket lama Sumatera Barat.
Bernhard Bart (71), merupakan arsitek Swiss, mendedikasikan lebih dari dua puluh tahun hidupnya merestorasi kembali motif Songket lama Sumatera Barat.
Kecintaannya terhadap Songket dimulai tahun 1996, ketika pertama kali mengunjungi Sumatera Barat belajar Bahasa Indonesia. Bernhard yang acapkali melanglang buana dan menyukai kerajinan tangan, menambatkan hatinya pada tenun Songket Sumatera Barat, khususnya Songket asal Koto Gadang.
Di mata Bernhard, Songket tidak hanya sekedar seulas kain, namun Songket merupakan bagian dari sejarah dan ritual adat masyarakat Minangkabau. Dahulu kala, masyarakat Minangkabau tidak menulis filosofi hidup dan budayanya di atas secarik kertas, namun diturunkan dari generasi ke generasi melalui karya ukir dan tenun Songket.
"Meneliti Songket merupakan hal menyenangkan, karena Songket dengan motif paling sederhana pun memiliki makna filosofis dan budaya, yang sangat menarik untuk dipelajari", ujar Erika Bart.
Di mata Bernhard, Songket tidak hanya sekedar seulas kain, namun Songket merupakan bagian dari sejarah dan ritual adat masyarakat Minangkabau. Dahulu kala, masyarakat Minangkabau tidak menulis filosofi hidup dan budayanya di atas secarik kertas, namun diturunkan dari generasi ke generasi melalui karya ukir dan tenun Songket.
"Meneliti Songket merupakan hal menyenangkan, karena Songket dengan motif paling sederhana pun memiliki makna filosofis dan budaya, yang sangat menarik untuk dipelajari", ujar Erika Bart.
Bernhard dan Erika Bart dengan antusias menjelaskan berbagai motif Songket asal Sumatera Barat di depan kurang lebih seratus pengunjung yang menghadiri pembukaan pameran ini.
Pengunjung mayoritas warga Swiss dan juga internasional dengan berbagai latar belakang antara lain pecinta seni, pengamat fashion dan komunitas diplomatik mengagumi Songket hasil karya Bernhard Bart, yang tidak hanya indah dilihat, namun juga memiliki nilai seni yang tinggi dan memiliki makna sejarah.
Kecintaannya terhadap Songket membuatnya mendirikan studio Songket di Sumatera Barat pada 2005. Bernhard sadar Songket dengan motif dan teknik tradisional akan punah apabila tidak dilestarikan.
Dengan tekun ia mempelajari berbagai motif Songket dan teknik menenun Songket dengan alat tenun tradisional. Baginya, membuat Songket membutuhkan perhitungan yang cermat, layaknya arsitek membuat desain membangun rumah.
Songket karya Bernhard Bart berhasil mendapatkan penghargaan UNESCO Award of Excellence for Handicrafts se-Asia Tenggara dan Asia Selatan.
Pada 2016, Bernhard mengadakan pameran Songket bertajuk "Queen of Textile: One Root, One Heritage" diadakan di luar Indonesia, yaitu di Kuala Lumpur, Malaysia.
***4***
(ZG)
(T.H-ZG/B/E. Sujatmiko/E. Sujatmiko) 17-04-2018 00:57:29
***4***
(ZG)
(T.H-ZG/B/E. Sujatmiko/E. Sujatmiko) 17-04-2018 00:57:29
Tidak ada komentar:
Posting Komentar