ENGAMAT: ACFTA BISA JADI PELUANG
London, 21/2 (ANTARA) - Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) seharusnya bisa dimanfaatkan sebagai peluang oleh pelaku usaha di Indonesia, kata seorang pemerhati ekonomi.
Dalam diskusi online Indonesia in Motion bertema "Introspeksi Paska Krisis untuk Jadi Bangsa yang Percaya Diri" di London Sabtu, Dwityapoetra Besar mengakui memang ada juga industri yang diuntungkan dengan perjanjian ini.
lebih lanjut Dwityapoetra mengatakan produk ekspor Indonesia tidak terancam karena berbeda dari China, sementara industri yang berpotensi meraih keuntungan adalah industri jasa, konstruksi, infrastruktur dan manufaktur.
Mahasiswa program S3 Cass Business School City University of London itu menjelaskan industri yang tergantung dengan bahan baku dari negara lain akan memperoleh keuntungan dari perjanjian perdagangan bebas.
Menurut Dwityapeotra, Indonesia bisa mengekspor bahan baku seperti CPO, kayu, karet, gas dan LNG ke China sementara China akan mengekspor bahan baku industri murah yang dibutuhkan Indonesia.
"Namun untuk bisa mendapatkan berbagai keuntungan ini, Indonesia perlu mengembangkan infrastruktur di seluruh daerah khususnya listrik, jalan, dan pelabuhan," ujarnya.
Ia mengakui saat ini memang belum semua industri di Indonesia sudah siap bersaing.
Dwityapoetra mengatakan, sektor industri yang sepertinya belum siap tersebut antara lain adalah tekstil, petrokimia, sepatu, elektronik, baja, suku cadang kendaraan, makanan dan minuman, jasa, dan furnitur.
"Ini yang harus kita identifikasi, dipertahankan dan dikembangkan apabila perlu dengan negosiasi dagang yang solid dan kuat," ujarnya. "Jangan sampai kita tidak paham kelemahan dan kelebihan kita sehingga industri kita akan mati dan timbul PHK dengan adanya perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China."
Moderator diskusi online Indonesia in Motion Ilham Hadiana mengatakan ACFTA memang tidak melulu soal kerugian.
Ini justru tantangan bagi Indonesia untuk mengubah kerugian jadi keuntungan dan menambah keuntungan dari keunggulan komparatif yang sudah dimiliki Indonesia.
Dikatakannya, industri Indonesia juga mempunyai keuntungan karena bisa mendapatkan mesin-mesin produksi yang lebih murah dan diharapkan output yang dilepas ke pasar juga jadi jauh lebih murah.
Ini dengan syarat industri nasional bisa efisien dalam penggunaan komponen biaya yang lain, ujar Ilham, mahasiswa di Birmingham University.
Menurut dia, dari sisi penerimaan negara, terdapat kecenderungan ACFTA akan menguntungkan.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang selama ini mempunyai pengaruh signifikan terhadap penerimaan pemerintah adalah BUMN sektor pertambangan, jasa keuangan, perbankan, dan telekomunikasi. Proporsinya 91 persen dari penerimaan pemerintah atas laba BUMN.
"BUMN tersebut membutuhkan impor barang modal yang cukup signifikan dan dapat menjual sebagian produknya ke pasar China," ujar Ilham.
Koordinator Indonesia in Motion, Muhammad Badaruddin mengatakan diskusi itu merupakan sarana untuk menyinergikan berbagai keahlian para mahasiswa, pakar, dan profesional asal Indonesia di Inggris dan Eropa.
"Kami ingin memberi kontribusi positif terhadap pembangunan demokrasi. Diskusi ini akan dilaksanakan secara berkala dengan tema yang beragam," ujarnya.
(T.ZG/B/M016)
(T.H-ZG/B/M016/B/M016) 21-02-2010 00:52:11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar