Selasa, 02 Agustus 2011

SEPARATISME

KBRI LONDON: SEMINAR PAPUA HANYA USUNG SEPARATISME

London, 3/8 (ANTARA) - Seminar yang diadakan International Lawyers for West Papua (ILWP) di Universitas Oxford Inggris ditengarai hanya untuk media provokasi di Papua dengan tujuan mengusung agenda pemisahan kedua provinsi di Papua ketimbang diskusi ilmiah yang terbuka.

Demikian dikemukakan Kepala Fungsi Penerangan Sosial Budaya KBRI London, Herry Sudradjat kepada koresponden Antara London, Selasa malam menanggapi penyelenggaraan konferensi mengenai Papua yang bertajuk "West Papua: the Road to Freedom" yang diadakan , Selasa siang.

Dari 200 kapasitas tempat duduk yang hadir diperkirakan hanya 70 orang yang 15 di antaranya masyarakat Papua yang berada di Belanda.

Menurut Herry Sudradjat, para pembicara yang diundang pada konferensi tersebut sudah sangat jelas dipilih secara selektif guna mengusung agenda separatisme di Papua ketimbang perdamaian dan kesejahteraan di Papua.

Sementara tokoh-tokoh di Papua yang mempunyai pandangan yang berbeda tidak di undang untuk berbicara di forum tersebut.

"Tokoh-tokoh seperti Franz Albert Joku dan Nick Messet di Papua yang jelas-jelas mempunyai perhatian yang besar terhadap kedamaian dan kesejahteraan masyarakat di Papua malahan tidak diberi kesempatan untuk bicara," demikian disampaikan Herry Sudradjat.

Menurut Herry Sudradjat, dalam sebuah forum diskusi ilmiah, tentunya perbedaan pandangan dan dialog merupakan suatu hal yang biasa. Namun penyelenggara forum ini sepertinya tidak terbiasa dengan diskursus ilmiah dan ingin menghindari pendapat yang berbeda dari agenda mereka.

Penyelenggaraan konferensi yang diusung oleh kelompok Free West Papua Campaign (FWPC) tersebut telah menghadirkan pembicara-pembicara seperti John Saltford, akademisi Inggris pengarang buku "autonomy of betrayal", Benny Wenda pemimpin FWPC, Ralph Regenvaru, Menteri Kehakiman Vanuatu serta beberapa pembicara lainnya.

Sementara dari Propinsi Papua telah diundang untuk berbicara melalui video-link di konferensi tersebut yaitu Dr. Benny Giay dan Pendeta Sofyan Yoman.

Menurut sumber salah seorang peserta yang hadir pada konferensi tersebut, konferensi yang diselenggarakan di East School of the Examination Schools yang merupakan bagian dari Universitas Oxford dihadiri oleh sekitar 70 orang peserta dari 200 kapasitas gedung dan 15 orang diantaranya warga Papua yang tinggal di Belanda, konferensi baru mulai pukul 14.00.

Para pembicara pada umumnya menyampaikan pendapat yang senada yaitu menggugat keabsahan penyelenggaraan Pepera yang dinilai tidak sah berdasarkan hukum internasional mengenai referendum.***3***

(ZG)/C/A011
(T.H-ZG/C/A011/A011) 03-08-2011 09:09:14

Tidak ada komentar: