REMAJA
JERMAN IKUTI LOMBA PIDATO BERBAHASA INDONESIA
Jakarta, 10/7 (ANTARA) ¿ Enam remaja Jerman berhasil lolos dari babak
penyisihan dalam lomba pidato berbahasa Indonesia yang diikuti 37 orang berasal
dari berbagai negara bagian di seluruh Jerman yang diseleksi di Konstanz,
Perwakilan RI di Frankfurt, Hamburg dan
Berlin.
Babak final Lomba Pidato Bahasa Indonesia
tahun 2013 yang berlangsung di Rumah Budaya Indonesia, Berlin , demikian
Sekretaris Satu Pensosbud KBRI Berkin, Juvinao Ribeiro kepada ANTARA, Rabu.
Dikatakannya dalam babak final lomba pidato
Bahasa Indonesia 2013 menampilkan enam finalis warga Jerman. Mereka adalah peserta terbaik berhasil lolos
dari babak penyisihan yang diikuti 37 orang
berasal dari berbagai negara bagian di seluruh Jerman.
Keenam finalis penutur Jerman asli tersebut
adalah, Fabian Garbe (HTWG Konstanz), Nina Martin (Hamburg), Sarah Schneider
(Universitas Goethe, Frankfurt), Christoph Scholz (Hamburg), Claudia Seise (FU
Berlin) dan Moritz Voigt (HTWG Konstanz)
menampilkan berbagai topik menarik disampaikan dalam bahasa Indonesia yang
fasih dihadapan tidak kurang dari 200 penonton.
Wakil Kepala Perwakilan, Dr. Siswo Pramono
mengakui bangsa Indonesia berhutang banyak pada bahasa Indonesia. Indonesia
terdiri dari 17.000 pulau, 300 kelompok etnik, 700 bahasa, dan 250 juta
penduduk. 45 persen penduduk adalah suku Jawa, namun bahasa nasional bukan
bahasa Jawa.
Justru Bahasa Indonesia berasal dari salah
satu kelompok etnik minoritas yang berbahasa Riau-Malay. Dan Bahasa Indonesia
berfungsi sebagai jembatan budaya yang mempersatukan bangsa dan tanah air, ujar Siswo
Pramono.
Salah satu peserta lomba pidato, Moritz
Voigt dari HTWG Konstanz, misalnya bertutur secara fasih mengenai perbedaan
budaya antara timur dan barat, dengan judul pidato ¿langit dan bumi¿.
Berdasarkan pengalaman pribadinya, saat berlibur di kota Yogyakarta, Moritz
Voigt mengupas secara mendalam perbedaan antara budaya Jawa dan budaya Jerman.
¿Masyarakat Indonesia memiliki budaya yang
penuh kebahagiaan, santun, ramah, luwes dan menerima hidup apa adanya ¿,
demikian tutur Voigt.
Sementara itu, Fabian Garbe (HTWG Konstanz)
menekankan pentingnya pendidikan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Melalui
pendidikan, orang bebas belajar apa saja yang positif dan bergaul dengan bangsa
lain yang berbeda budaya dan lain-lain.
Peserta lainnya Nina Martin , pemudi dari
Hamburg ini mengupas tentang peran bahasa Indonesia sebagai media komunikasi, dengan
menceritakan pengalamannya membuat film pendek tentang kehidupan di Bandung,
namun saat itu tidak bisa bicara bahasa
Indonesia sama sekali.
Dari pengalamannya itu, ia menyadari dengan
belajar bahasa dan dialek setempat ia dapat kerkomunikasi dan menikmati budaya
dan keindahan alam serta keramahan warga kota Bandung. Akhirnya,
ia jatuh cinta dengan Indonesia, dan tekun belajar bahasa Indonesia
sampai sekarang.
Claudia Seise (FU Berlin), mengawali
pidatonya dengan kekagumannya terhadap Indonesia yang memiliki ratusan etnik
dengan kurang lebih 700 bahasa yang berbeda satu sama lain. Bahasa Indonesia
juga diperkaya dengan dialek setiap daerah. Sebagai contoh, sebutan seperti
kakak untuk abang di Aceh, akang di Sunda, mas dan mbak di Jawa, abang dan none
di Jakarta.
Claudia mempunya pengalaman yang unik saat
belajar bahasa Indonesia di Yogyakarta. ¿Saya bahkan belajar bahasa Indonesia
di tempat ¿Angkringan¿. Dari tempat nya belajar dengan berbagai budaya tempat
berkumpulnya berbagai kalangan. ¿Saya juga pernah ketemu Guru Besar dari
Universitas Gajah Mada, bersarung dan bersandal jepit di Angkringan¿, tutur
Claudia.
Pada babak final di Berlin, tiga peserta
lomba berhasil meyakinkan dan memukau dewan juri yang terdiri dari Dr. Wartanto,
Ibu Chiguirta Padmini dan Dimas Abdirama untuk merebut angka tertinggi.
Pemenang utama Lomba Pidato Bahada
Indonesia Tahun 2013 adalah Sdr. Moritz Voigt (HTWG Konstanz) sebagai juara
I, Sdri. Nina Martin (Hamburg) sebagai
juara II, dan Claudia Seise (FU Berlin) sebagai juara III.
Lomba Pidato Bahasa Indonesia ini merupakan
yang kedua kalinya dilaksanakan KBRI Berlin yang sebelumnya dilaksanakan Mei
tahun lalu.
Tanggapan generasi muda Jerman positif
Dubes RI untuk Jerman Dr. Eddy Pratomo menjadikan lomba pidato sebagai program
reguler tahun KBRI Berlin.
Lomba ini diikuti penutur bahasa Jerman
asli yang berasal dari berbagai profesi mencakup berbagai hal misalnya
Indonesia menurut pandangan masyarakat Jerman, serta berbagai topik menarik
lainnya mengenai Indonesia dalam perspektif masyarakat Jerman.
Dewan juri yang diwakili Direktur Pembinaan
Khusus dan Pelatihan, Ditjen Anak Usia Dini Non Formal dan Informal, Dr.
Wartanto, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI mengakui sangat sulit
menentukan para pemenang.
Semua finalis dinilai sangat baik dan layak
disebut pemenang. Dr. Wartanto menghargai pandangan peserta lomba sebagai
masukan untuk pembangunan nasional Indonesia. ¿Kritikan budaya dan belajar
budaya yang berbeda bisa menjadi cambuk untuk kemajuan di Indonesia¿ demikian
Wartanto. (ZG)
(T.H-ZG/B/M. Taufik/M. Taufik) 10-07-2013
04:33:48
Tidak ada komentar:
Posting Komentar