TENAGA PERAWAT
INDONESIA BERUPAYA TEMBUS JERMAN
Oleh Zeynita
Gibbons
Jakarta, 19/7
(Antara) - Delapan tenaga perawat Indonesia asal Tasikmalaya saat ini
tengah mengikuti pendidikan dan pelatihan di Rumah Sakit Marienhaus
Klinikum, Jerman, dalam upaya menembus pasar tenaga kerja di bidang
keperawatan di negara tersebut.
Pelaksanaan
diklat merupakan kerja sama antara Politeknik Tasikmalaya, RS
Marienhaus Klinikum, Universitas Kejuruan (Applied Sciences)
Hochschule Koblenz yang difasilitasi perusahaan konsultan Jerman HMP
Consulting, dan didukung Pemkot Tasikmalaya, Pusat Pendidikan dan
Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan RI serta KBRI
Berlin.
Counsellor
Pensosbud KBRI Berlin Ayodhia G.L. Kalake kepada Antara, Jumat,
menjelaskan bahwa kedelapan tenaga perawat Tasikmalaya tersebut
mengikuti program diklat yang tersebar di RS Marienhaus Klinikum,
yaitu di kota Bitburg, Bad Münster, dan di Wiesbaden.
Dikatakannya
pelaksanaan diklat akan berlangsung selama 10 minggu dan saat ini
sudah memasuki minggu ke-7. Dari hasil evaluasi sementara, terdapat
penilaian yang positif dari pihak RS Marienhaus Klinikum terhadap
para perawat Tasikmalaya yang mengikut diklat.
Mereka dinilai
cukup baik dalam mengikuti diklat dan praktik penanganan pasien.
Kendala terberat adalah masalah penguasaan bahasa Jerman yang dinilai
masih kurang. Oleh karena itu, diperlukan kursus yang lebih intensif.
Pihak
Marienhaus Klinikum dan Hochschule Koblenz menyatakan adanya
kebutuhan yang tinggi untuk tenaga perawat di Jerman dan keinginan
mereka untuk merekrut tenaga perawat dari Indonesia.
Pihaknya
menyadari terdapat perbedaan kurikulum dan tingkat akademik antara
pendidikan perawat di kedua negara yang menjadi kendala bagi
perekrutan tenaga perawat dari Indonesia.
Pendidikan
perawat di Indonesia minimal D-3, sementara Jerman menggunakan sistem
pendidikan dual system yang menggabungkan praktik magang di rumah
sakit/klinik dan pendidikan keperawatan di sekolah kejuruan
(professional-education on the job).
Pihak
Marienhaus Klinikum dan Hochschule Koblenz menegaskan bahwa situasi
itu bukan tanpa solusi. Kesenjangan (gap) yang muncul akibat
perbedaan sistem pendidikan tersebut dapat dijembatani melalui
on-job-training program (matrikulasi) selama sembilan bulan di rumah
sakit di Jerman bagi tenaga perawat Indonesia.
Selanjutnya,
tenaga perawat tersebut harus mengikuti tes akhir guna memperoleh
sertifikat keperawatan yang memungkinkan mereka bekerja sebagai
tenaga perawat di Jerman.
Pihak
Hochschule Koblenz menawarkan program studi Master of Business
Administration (MBA) selama empat semester yang dapat ditempuh
setelah perawat dimaksud memperoleh sertifikat keperawatan Jerman
bila perawat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di
bidang manajemen keperawatan dan rumah sakit.
Pihak
Politeknik Kesehatan Tasikmalaya menyampaikan harapan agar perawat
Tasikmalaya yang saat ini tengah mengikuti diklat dapat langsung
mengikuti on-job-training program selama semulan bulan di rumah sakit
Marienhaus Klinikum.
KBRI Berlin
menyebutkan program tersebut merupakan pilot project yang jika
berhasil dapat selanjutnya dituangkan ke dalam satu kesepakatan
kerjasama antara Politeknik Kesehatan Tasikmalaya dan Marienhaus
Klinikum serta Hocschule Koblenz untuk kontinuitas pelaksanaan
program ke depannya.
Program Terobosan
Dubes RI Dr. Eddy
Pratomo menuturkan, sejak akhir tahun 2010, KBRI Berlin telah secara
aktif mengawal inisiasi Politeknik Kesehatan Tasikmalaya untuk
mengirimkan tenaga perawat Tasikmalaya bekerja di Jerman.
Dubes Eddy
Pratomo melakukan pertemuan secara khusus dengan Wali Kota
Tasikmalaya dan pihak-pihak terkait di Koblenz untuk merealisasikan
rencana tersebut.
Berbagai
penjajakan untuk merealisasikan pengiriman tenaga perawat tersebut
telah dilakukan Politeknik Kesehatan Tasikmalaya melalui fasilitasi
HMP Consulting (perusahaan konsultan Jerman).
Kesediaan pihak
Marienhaus Klinikum untuk memberikan on-job-training program selama
sembilan bulan merupakan raihan yang sangat berarti dari hasil diklat
10 minggu yang tengah diikuti kedelapan perawat Tasikmalaya saat ini.
Dikatakannya
pelaksanaan on-job-training program ini merupakan terobosan yang
sangat signifikan bagi upaya Indonesia menembus pasar tenaga kerja di
bidang keperawatan di Jerman yang selama ini diketahui sangat sulit
bagi negara non-Uni Eropa.
Menurut Ayodhia
G.L. Kalake, jika kerja sama tersebut berjalan sukses, dapat
ditingkatkan pada kesepakatan kerja sama bilateral antara pemerintah
Indonesia dan Jerman. Hal ini sejalan dengan komitmen kedua negara
untuk meningkatkan kerjasama sektor kesehatan tertuang dalam
Deklarasi Jakarta.
***4***
D.Dj. Kliwantoro
(T.H-ZG/B/D.
Kliwantoro/D. Kliwantoro) 19-07-2013 13:39:02
Tidak ada komentar:
Posting Komentar