Rabu, 30 September 2015

IMIGRAN

IMIGRAN DARI MEDITERANIAN JADI PERHATIAN AKADEMISI LONDON
     Oleh Zeynita Gibbons

     London, 24/9 (Antara) - Migran yang datang berbondong-bondong dari Mediterian menyeberang ke daratan Eropa untuk mencari penghidupan yang lebih baik menjadi membahasan dalam konferensi publik yang digelar Departemen Hukum dan Politik Middlesex University London.

          Hasna A. Fadhilah yang tengah menuntut ilmu di Universitas of Essex kepada Antara London, Kamis, mengatakan bahwa konferensi menjelang Hari Maritim Sedunia itu bertema "Issues of Maritime Governance".

          Hadir pada konferensi itu, kata Hasna, sejumlah pakar kelautan, baik bidang akademik maupun industri perkapalan, seperti University of Greenwich dan Greenwich Maritime Institute. Selain itu,  kalangan profesional, seperti Bulk Shipping Analis, Richard Scott dan David Whitehead OBE, Direktur dari British Ports Association.

          Hasna yang bekerja di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Kementerian Dalam Negeri menyebutkan tiga pembicara dari Middlesex University mempresentasikan tiga topik terhangat dari dunia politik kelautan permasalahan migran di Mediteranian, kebijakan maritim di daerah Artik, dan arah geopolitik di area Black Sea setelah lepasnya Crimea dari Ukraina.

          Berbicara mengenai perkembangan isu migran yang ramai dibicarakan publik, Prof. Brad Blitz--pendiri organisasi perlindungan hak asasi manusia, Mediterranean Observatory on Migration, Protection, and Asylum (MOMPA)--membuka wawasan peserta seminar dengan menyajikan video.

          Dalam tayangan terlihat beberapa penduduk lokal menceritakan suasana di pesisir Mediteranian yang akhir-akhir ini ramai setelah banyaknya pendatang dari Syria, Afghanistan, dan daerah konflik lainnya mencoba mencari "asylum" (suaka) ke daratan Eropa.

          Dari hasil wawancara dengan komunitas lokal, disimpulkan tidak selamanya para migran dapat berhasil mencapai tepi pantai dengan selamat. Kesaksian penduduk menyebutkan sebagian besar pengungsi tidak dapat menyelamatkan diri dari ombak besar dan cuaca buruk di tengah perjalanan.

          Ketika sesampainya di tepi pantai, kata dia, sering kali ditemukan satu kapal kecil dipenuhi beberapa pencari suaka yang nyawanya sudah tidak dapat diselamatkan lagi.

          Dengan relatif banyaknya korban berjatuhan, otoritas setempat mengaku kewalahan  membantu mereka, bahkan pemakaman korban dilakukan secara seadanya karena pemerintah lokal tidak memberikan dana dan perhatian khusus terhadap isu itu. Ditambah lagi, sebagian besar penduduk lokal bukan berasal dari golongan mampu sehingga penanganan korban pun kurang maksimal.

         
Isu Keamanan
     Sementara itu, pembicara kedua, Dr. Peter Hough, memaparkan risetnya yang terfokus pada isu keamanan, lingkungan, dan politik di daerah Arktik. Hal ini menurut dia menarik setelah adanya klaim yang dilakukan anggota parlemen Rusia pada tahun 2007 yang menyebabkan lima negara lain berbagi wilayah perbatasan menjadi geram atas perbuatan Rusia dianggap melanggar perjanjian yang dibuat sebelumnya.

          Persengketaan wilayah terdekat kutub utara ini makin memanas ketika US Geological Survey melihat potensi sumber daya minyak, gas, diamon, dan perikanan. Dengan adanya temuan ini, politikus lima negara pun tidak tinggal diam dan berupaya mengambil bagian dalam eksplorasi sumber daya tersebut.

          Meski sinyal positif makin terlihat dari negosiasi politik lima negara, dia menyayangkan relatif banyak pakar lingkungan mengkhawatirkan campur tangan negara-negara tersebut di daerah Arktik. Mereka khawatir dengan tingginya eksplorasi yang dilakukan, biodiversitas, dan lingkungan Arktik akan terancam.

          Masih memperbincangkan politik maritim negara-negara Eropa, Dr. Tunc Aybak menunjukkan peta Rusia dan Laut Hitam sebelum menjelaskan arah geopolitik terbaru di kawasan tersebut.

          Kawasan laut hitam, menurut pakar politik internasional ini, merupakan daerah laut yang menyimpan potensi besar dari segi sumber daya alam dan pariwisata. Melihat potensi yang besar, tidak mengherankan area tersebut sering menjadi pusat sengketa negara-negara terdekat.

          Doktor Lijun Zhao sebagai pembicara pembuka mempresentasikan makalahnya yang berjudul "Evolving Landscape of Uniform Seaborne Cargo Regimes-A Historical Review". Dalam slide-slide yang dia tunjukkan, dosen Middlesex University ini mengulas sejarah bagaimana evolusi kargo perkapalan dari waktu ke waktu.

          Bila Dr. Zhao mengulas perkembangan kargo, kolaborasi antara Dr. Minghua Zhao dan Yifan Liao mempresentasikan kebijakan daur ulang kapal sebagai sebuah kebijakan global yang prolingkungan.

          Ia mencontohkan bagaimana Tiongkok sebagai negara dengan pemilik kapal terbanyak kedua di dunia berkontribusi mengembangkan upaya daur ulang yang ramah lingkungan. Alasan Tiongkok didasari relatif banyaknya kritik terhadap industri perkapalan yang kurang memperhatikan aspek keamanan dan lingkungan dalam upaya penghancuran dan daur ulang kapal-kapal tua.

          Pada penutupan seminar konsultan perkapalan, Richard Scott, meresensi perkembangan historis Tiongkok dalam bidang perkapalan dan aktivitas maritim dari masa ke masa.

          Minat penelitian dari anggota Baltic Exchange ini terhadap aktivitas kelautan Tiongkok dipengaruhi keingintahuannya dalam mendalami faktor yang berpengaruh pada peningkatan yang cukup signifikan dari pemerintah Tiongkok di bidang maritim, bukan hanya berpatokan pada masalah ekspor dan impor kapal, melainkan juga armada niaga dan juga potensi tinggi pelabuhan yang mereka miliki.
D.Dj. Kliwantoro
(T.H-ZG/C/D. Kliwantoro/D. Kliwantoro) 24-09-2015 06:45:04


Tidak ada komentar: